06 - Survey.

97 17 0
                                    

Mangga diklik dulu bintangnya.
Nggak susah kok><


°°°°


Akhirnya karena desakan dari Wafa dan Yuna hari ini gue berangkat ke rumah sakit buat nyari kasus yang akan gue jadiin topik buat tugas pathway nanti.

"Kasus apa ya yang gampang."

Selama diperjalanan otak gue sibuk memikirkan kasus apa yang nanti gue ambil.
Gue sadar diri kalau otak gue pas-pasan, makanya gue mau nyari kasus penyakit yang terbilang gampang.

Tapi ya jangan terlalu gampang kayak penyakit Flu, batuk atau penyakit umum lainnya. Karena itu juga dilarang sama dosen gue.

Huft.

Setelah sampai di Rumah Sakit gue bingung harus mulai darimana.

Ruang hemodialisa? Ruang penyakit Jantung? Ruang penyakit paru-paru? oke opsi terakhir kayaknya ga akan boleh karena bisa menular ke gue nanti.

Gue orangnya terlalu introvert buat berteman atau mempunyai teman senior. Makanya sekarang gue bingung harus kemana.





"Hey,"

Gue menoleh karena kenal sama suaranya. Ternyata dia adalah kating sialan yang kemarin, alias kak Nandra.

Hadeeeh kenapa bisa sih dia di sini?

"Kamu ngapain ke sini?" tanyanya.

"Saya mau cari kasus buat dibuat patofisiologi, kak."

"Oh," dia natap gue. "Udah ada bayangan kamu mau ambil kasus apa?"

"Iya kak," bohong gue. "Kakak sendiri ngapain di sini?"

Kak Nandra mengangkat sebelah alisnya.
"Ya kamu pikir aja saya di sini ngapain? jadi kuli bangunan?"

"Hehe," gue nyengir bego.
Udah ini mah keliatan bodoh banget gue dimata dia.

"Yaudah kak saya permisi dulu,"

"Eh tunggu dulu," kak Nandra nahan pergelangan tangan gue. "Ayo ikut saya dulu."

Lah mau ngapain gue diajak sama dia?

Tapi ya sebagai mahasiswi yang sopan emangnya bisa apa selain nurut?






"Ruangan siapa ini kak?" kata gue ketika kita sampai diruangan kecil mirip ruangan pribadi.

"Ruangan saya."

Gue hanya ber'oh lalu gue duduk berhadapan dengan kak Nandra.
Sementara gue sibuk dengan pemikiran diri gue sendiri, kak Nandra sibuk baca buku tebal yang tulisannya sama sekali gue nggak ngerti.

"Sebagai kating dan asisten dokter yang baik, saya menyarankan kamu untuk ambil salah satu kasus dari tiga pilihan di sini." Dia nyodorin buku yang tadi dia baca.

Gue menerima buku itu dengan alis yag bertaut.
"BPH, Ca Serviks, HIV?" gue baca semua pilihan penyakit yang tadi.

Apa-apaan?!

Ini mah penyakitnya susah semua.

Dan seram semu anjir.

"Kak?" gue natap dia sebagai simbol bahwa gue ga mau. "Terima kasih kak atas tawarannya, tapi saya sudah ada kasus penyakit yang sudah saya pilih."

"Dengerin dulu, Anandara," kak Nandra narik buku yang dia sodorin tadi. "Kamu tau kenapa saya menyarankan tiga penyakit tersebut?"

Gue menggelengkan kepala.

"Agar kamu bisa berkembang menjadi manusia yang lebih pintar dan teliti lagi," katanya. "Saya denger info dari dosen kamu tinggal hanya beberapa anak yang belum membuat kasus sama sekali, dan di sana ada nama kamu, Ira."

"Ya makanya kak saya hari ini datang ke rumah sakit," jawab gue. "Tapi tenang aja kak saya pasti akan cari kasus penyakit itu secepatnya."

"Saya permisi kak," tanpa menghiraukan kak Nandra lagi, gue berjalan keluar dari ruangan ini.

Dalam hati gue mengeluh kenapa bisa kak Nandra berpikiran kayak begitu.
Gue tahu dan gue sadar diri kalau gue itu nggak teralu pintar.
Tapi dengan nyaranin gue buat ambil kasus penyakit yang susah itu akankah membuat gue pintar?
Gue rasa nggak. Justru yang ada gue semakin muak.

Dan karena itu terlalu malas buat nanya-nanya kasus penyakit di Rumah Sakit ini, akhirnya gue memutuskan buat pergi ke rumah Wafa buat minta saran.







°°°°



Doain ya biar imajinasi dan mood aku bagus buat ngelanjutin cerita ini.

Asisten Dokter Where stories live. Discover now