BAB 46

1.4K 108 3
                                    

Pengakuan tadi, benar-benar membuat Gibran tak percaya. Rasanya seperti tidak mungkin bila Mamanya melakukan apa yang sesuai ia dengar dari pengakuan Arinta.

Gibran mengira, sudah tak ada lagi rahasia yang disembunyikan darinya. Namun, ternyata berbanding terbalik dengan apa yang ia kira.

Satu persatu rahasia masa lalu kedua orang tuanya kian terungkap. Mungkinkah masih ada lagi rahasia selanjutnya? Gibran berharapnya sudah tidak ada lagi.

Usai bertemu dengan Arinta, Gibran memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan ia kini tengah berada di sebuah kafe. Begitu motornya sudah terparkir rapi, Gibran masuk ke kafe itu dan duduk di meja nomor 21. Ia hanya memesan minuman saja. Tak lama setelahnya pelayan mengantarkan pesanannya, Gibran terdiam tanpa berniat meminum minuman itu.

Hingga entah kenapa, bisa-bisanya Gibran justru dipertemukan dengan Sherin yang baru saja masuk ke kafe bersama dengan Ayahnya. Seketika diringa baru sadar jika kafe yang dikunjunginya tak jauh dari rumah Sherin.

Begitu Gibran berdiri dari duduknya, seseorang memanggilnya dan mau tidak mau ia menghampirinya.

"Kamu di sini juga Gibran?" tanya Alex.

"Iya, Om. Kebetulan saya tidak sengaja lewat sini dan mampir sebentar. Ini juga saya sudah mau pulang."

"Kok pulang? Sini dulu temenin Sherin."

Sherin melirik tajam ke arah Alex. "Yah!"

"Maaf, Om. Bukannya tadi Sherina sempat terjatuh? Lantas kenapa malah di sini, tidak istirahat saja di rumah?" tanya Gibran. Setahunya tadi Sherin ingin beristirahat. Namun, kenapa ia justru sekarang berada di kafe ini.

Diam-diam, Sherin menahan senyumannya setelah mendengar perkataan Gibran. Tadi dirinya memang sempat tiduran di kamar, tetapi hal itu membuatnya semakin bertambah bosan, dan kebetulan Ayahnya yang tidak bekerja hari ini. Alhasil Sherin ingin pergi berdua dengan ayahnya.

"Anak saya yang satu ini emang susah banget dibilanginnya. Tadi dia memang sempat istirahat sebentar, tetapi begitu saya ke kamarnya. Dia justru minta buat ke sini. Ya sudah sini kamu duduk, biar Sherin juga ada teman ngobrolnya."

"Yah, Kak Gibran kan mau pulang. Mungkin dia ada urusan. Lagi pula kan masih ada ayah di sini," ujar Sherin.

"Kamu ada urusan Gibran?"

"Tidak, Om."

"Nah, kalau begitu di sini saja."

Gibran sempat berpikir. Sepertinya tidak enak jika menolak tawaran itu. Alhasil ia duduk di sebelah Sherin. Sementara Alex berada di depannya.

Suasana nampak hening, sebelum akhirnya makanan yang dipesan telah datang. Mereka bertiga menikmatinya. Mengapa bisa bertiga? Sebab setelah Gibran mengiyakan permintaan Alex, dia segera memesan makanan tambahan untuk Gibran.

Tadinya Gibran sempat menolak, tetapi Alex yang memaksanya. Padahal jelas-jelas Gibran baru saja makan di rumahnya.

"Sherin seperti ayah harus pulang sekarang," ujar Alex setelah menerima panggilan dari rekan kerjanya.

"Lah, ini kan baru aja dateng makanannya."

"Ayah harus pulang sekarang."

"Ya udah, Yah. Ayo kita pulang." Sherin terlihat lesu. Baru saja ia akan menikmati kebersamaan dengan Ayahnya.

"Kamu sama Gibran saja, nanti kamu pulang juga sama dia. Ayah lihat kamu masih pengen di sini."

"Tapi, Yah. Kak Gibran kan ke sini pake motor. Ayah lupa sama kondisi kakiku?"

Formal Boy (END) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant