BAB 45

1.6K 132 126
                                    

"Gib, ngomong-ngomong nih gue pengen tahu soal kejadian tadi di depan rumah Sherin," celetuk Deni setelah merebahkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang tamu rumah Gibran.

Usai dari rumah Sherin, Deni memutuskan untuk mampir ke rumah Gibran. Lebih tepatnya mungkin numpang makan.

"Apa yang Anda ingin tahu?" Gibran menaiki tangga di rumahnya menuju kamarnya.

Ketika Deni ingin menyusul Gibran, Bella datang mencegahnya.

"Hai Kak Deni!" sapa Bella dengan semangat dan senyum di wajahnya.

"Eh, hai Bella. Bella apa kabar?" Deni menggendong Bella dan mendudukkannya di sebelahnya.

"Bella sehat. Kak Deni gimana kabarnya?"

"Sama, Kak Deni juga sehat."

"Kok nggak sama Kak Reza?" tanya Bella.

Tadinya Reza ingin ikut mampir, tetapi tiba-tiba saja dia mendapatkan telepon dari seseorang. Baik Deni mau pun Gibran tidak tahu itu siapa, sebab Reza tak memberitahukannya dan langsung pergi begitu saja.

"Kak Rezanya lagi sibuk."

"Oh, sibuk. Orang dewasa sering sibuk, ya, Kak?"

"Iya Bella, makanya enakan pas masih kecil kan? Bisa bebas main."

"Hehehe ... ya udah, Kak. Bella mau keluar dulu." Bella lantas turun dari sofa dan berlari keluar.

Untuk mengurangi rasa bosan yang melanda, Deni mengambil ponsel dari tasnya dan memutuskan menjelajah ke akun sosial medianya. Banyak sekali direct massage yang belum dibukanya. Kebanyakan dari barisan para mantannya.

Terlalu fokus membalas satu persatu DM yang masuk, Deni sampai tidak menyadari keberadaan Gibran yang telah berdiri di hadapannya.

"Jadi bertanya soal tadi?" tanya Gibran setelah meletakkan kaos hitam polos ke arah pangkuan Deni.

"Ya jadilah, Gib. Eh, ini kaos buat gue?"

Gibran menganggukkan kepalanya. Ia lantas berbalik badan dan menuju dapur untuk mengambil minuman dari kulkasnya. Sementara Deni mulai melepas seragam yang melekat di tubuhnya lalu memakai kaos pemberian Gibran.

Selang beberapa menit, mereka berdua terlihat saling beradu perkataan. Gibran pun memutuskan untuk memberitahu pada Deni, jika sebenarnya bukan Reza lah dalang dari sabotase itu.

Perbincangan terhenti, kala mereka memutuskan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang muslim.

Usai menunaikan ibadahnya. Elsa yang baru saja pulang dari kafenya, mengajak Deni untuk ikut makan siang bersama.

"Enak banget, Tan makanannya. Saya jadi mau nambah ini," ujar Deni setelah menelan sesendok makanan dengan lauk ikan goreng lengkap sambel dan juga capcay.

"Nambah saja jangan malu-malu." Elsa tersenyum melihat tingkah teman putranya itu.

"Pasti Gibran makannya banyak terus ya, Tan. Kalau masakan tante aja enak begini."

"Sudah-sudah jangan kebanyakan ngomong, makanannya dihabiskan dulu itu."

Perut kenyang, hati pun senang. Kata-kata itu sangatlah familiar terdengar atau pun terbaca. Kira-kira seperti itulah apa yang dirasakan Deni sekarang.

"Makasih, Gib! Makan siangnya."

"Sama-sama."

"Oh, ya gue mau bahas di luar Reza nih. Lo gimana hubungannya sama Arinta?" tanya Deni.

Formal Boy (END) Where stories live. Discover now