BAB 23

1K 120 123
                                    

Tanpa terasa hari ini adalah perayaan HUT SMA Dharmawangsa yang ketiga puluh tahun. Semua anggota OSIS sudah menginap sejak semalam, termasuk Gibran yang saat ini tengah memakai jas almamater sekolahnya.

Waktu telah menunjukkan pukul enam pagi. Sesuai jadwal yang telah diberitahukan, semua murid diharapkan untuk berangkat pukul delapan. Sebab acaranya akan dimulai satu jam setelahnya.

Gladi bersih kemarin berjalan dengan lancar. Harapannya hari ini pun sama lancarnya, dari awal pembukaan sampai akhir penutupan nanti.

Tiba-tiba terlintas di pikiran Gibran untuk menghubungi seseorang. Ia mencari nama kontak di WhatsApp-nya, kemudian mengetikkan sebuah pesan singkat di sana.

WhatsApp

Anda:
Pagi (06.02)

Arinta Adkel:
Pagi juga, Kak. Ada apa? (06.03)

Gibran mengembangkan senyumnya saat pesan yang ia kirimkan pada Arinta direspon cepat.

WhatsApp

Anda:
Saya hanya mengingatkan hari ini berangkat jam 8 dan jangan lupa sarapan. (06.05)

Arinta Adkel:
Siap, Kak. Kak Gibran udah sarapan? (06.05) ~Read

Saat Gibran hendak membalas pesan itu, Ricki memanggilnya. Alhasil, ia memasukkan ponselnya kembali pada tasnya.

-----

Arinta berjalan mondar-mandir di depan rumah sederhananya, ia menunggu balasan dari Gibran. Namun, tak kunjung dibalas. Pesan terakhir yang ia kirim, hanya dibaca oleh Gibran.

"Kok nggak bales lagi, ya?" gumam Arinta.

Tepat setelahnya Sherin datang dari belakang. Hal itu membuat Arinta kaget lantas memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Hayo! Tadi kamu chatting sama siapa tuh? Sampai mondar-mandir gitu. Parahnya lagi nggak sadar kalau aku di sini," ujar Sherin sambil melipat tangannya di dada.

Arinta terlihat gugup. "Bukan siapa-siapa kok, Rin, nggak penting juga. Oh, ya, ini kan masih jam enam. Kenapa lo ada di sini?" tanya Arinta mengalihkan pembicaraan.

"Ayolah jangan ngalihin pembicaraan. Cerita sini sama aku, kita kan sahabat." Sherin semakin mendesak Arinta untuk jujur padanya.

Namun, Arinta terlihat diam, sebelum akhirnya ia mengeluarkan suaranya. "Nggak ada apa-apa, Rin."

Dibalik kata yang terucap Arinta tadi, tentu sebenarnya memiliki arti di dalamnya. Sherin yakin jika Arinta sepertinya menyembunyikan sesuatu darinya. Mungkin setelah HUT sekolah nanti, ia akan menyelidikinya.

"Ya sudah, Ta. Oh, ya, Bu Ningsih ke mana?" tanya Sherin sambil celingukan kesana-kemari.

"Udah berangkat jualan, Rin. Lo mau tunggu di dalem atau di sini aja? Gue mau siap-siap dulu."

"Oke, Ta, di sini aja." Sherin kemudian duduk di kursi depan rumah Arinta.

"Eh, tapi lo udah sarapan?" 

Sherin hanya mengangguk, ia lantas membuka ponselnya yang ada di tas. Saat melihat nama Gibran di room chat paling atas, ia berniat untuk mengirimkan sebuah pesan. Rasanya ia sudah tak sabar akan bernyanyi berdua dengan Gibran nanti, tetapi sayang sepuluh menit sudah ia mengirim pesan. Pesan itu hanya berstatus centang dua abu-abu. Mungkin Gibran sedang fokus pada acara nanti.

Formal Boy (END) Where stories live. Discover now