BAB 22

1K 113 118
                                    

"Kak Gibran?"

Arinta kaget begitu melihat Gibran yang tiba-tiba masuk ke UKS.

"Saya tidak sengaja mendengar penjelasan Bu Astrid mengenai apa yang terjadi pada Anda. Jadi, saya membawakan ini untuk Anda." Gibran menyerahkan nasi bungkus dan minumannya pada Arinta.

Usai menemui Pak Hito, Gibran tidak sengaja mendengar perbincangan di dalam UKS kala ia melewatinya.

"Makasih Kak, tapi-"

"Apa perlu bantuan?" Gibran membuka bungkusan itu, lantas menyuapkannya pada Arinta.

Lagi dan lagi Arinta dibuat kaget oleh perlakuan kakak kelasnya yang merangkap menjadi bosnya. Hatinya berdebar tak karuan. Ia menoleh ke arah brangkar di sebelahnya, meskipun ada gorden penghalang, ia tahu bahwa ada orang di sebelahnya. Terlihat ada ujung kaki di sana.

Alhasil, Arinta mengambil alih sendok dan nasi dari tangan Gibran. Ia tidak mau jika sampai ada orang yang melihatnya, apalagi jika Sherin yang melihat.

"Biar gue sendiri aja, Kak. Kak Gibran bisa tinggalin gue di sini sendiri?"

"Kenapa? Apa kehadiran saya di sini mengganggu Anda?"

Arinta menggeleng cepat. "Bukan gitu, Kak. Gue cuma nggak mau kalau sampai ada yang lihat."

"Baiklah, cepat sembuh." Gibran mengelus pucuk rambut Arinta sambil tersenyum.

Sungguh, mengapa sikap Gibran mendadak menjadi seperti itu. Apa mungkin Gibran ada perasaan dengan Arinta? Namun, bagi Arinta rasanya itu mustahil.

Sepeninggal Gibran, Arinta bernapas lega. Syukur tidak ada orang yang melihat kejadian tadi. Namun, siapa sangka? Tanpa ia sadari, sedari tadi Sherin mengintipnya dari balik pintu.

Sherin tidak benar-benar ke kantin. Saat ia ingin berjalan ke kantin, ia menoleh ke belakang dan melihat Gibran yang masuk ke dalam UKS. Hal itu mengundang rasa ingin tahunya, dan boom ia kaget melihat keakraban Gibran dengan Arinta. Karena setahunya mereka berdua jarang bertegur sapa di depannya, entah bagaimana kalau di belakang.

Sebelum Gibran keluar, Sherin lebih dulu lari menghindari area UKS. Dengan napas yang tersengal, ia berdiri di depan kelas XI IPS 4-kelasnya Deni dan Reza.

"Halo Sherin manis," sapa Deni melihat Sherin yang berdiri di depan kelasnya. Jangan lupakan sifat Deni yang sering menggoda kaum hawa dan julukan playboy-nya.

"Halo juga, Kak Deni." Sherin menarik sudut bibirnya.

"Aduh jangan senyum gitu dong, nanti gue klepek-klepek gimana? Mau tanggung jawab? Kalau mau mah nggak papa, hayuk kita pacaran."

Reza yang keluar dari kelasnya, lantas menarik telinga Deni setelah dia mendengar perkataan yang terlontar dari mulut temannya.

"Emang playboy kuno lo, Den. Baru juga semalem nembak kakel di chat. Sekarang lo godain adkel," cibir Reza.

Perkataan Reza memang benar adanya. Sebab semalam Deni sendiri yang mengatakan hal itu melalui DM Instagram miliknya.

"Ya maklum lah, namanya aja gue lagi nyari cinta yang tulus."

"Gaya bener lo!" tuding Reza.

"Yee, bilang aja lo iri! Punya mantan kok cuma satu. Jangan-jangan lo belum move on, ya? Sama si Dania." Nama yang disebut Deni tak lain adalah satu-satunya mantan Reza.

Di mana mereka berdua sudah menjalin hubungan sejak kelas delapan, tetapi putus saat baru menginjak kelas sebelas ini. Diketahui penyebabnya adalah Dania yang memilih untuk berpacaran dengan sahabat masa kecilnya yang baru kembali.

Formal Boy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang