BAB 25

1.2K 139 220
                                    

Brak!

Seseorang terpental, dengan darah yang sudah mengalir deras. Gibran yang awalnya ingin menolong Arinta, tetapi tiba-tiba Sherin datang menariknya. Alhasil tubuh Sherin yang tertabrak truk tersebut.

Gibran mendekat ke arah Sherin yang sudah bersimbah darah. Sementara Arinta terdiam di tempat sambil merenungi kejadian tadi. Andai saja Gibran-ralat Sherin tidak menolongnya. Mungkin saat ini ia yang terkapar di tengah jalan. Air matanya mengalir, ia menjatuhkan tubuhnya di atas jalanan.

Truk tadi berakhir dengan menghantam tembok sekolah. Semua murid SMA Dharmawangsa keluar tatkala mendengar suara tabrakan dan betapa terkejutnya mereka melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Sherin ...." Rizal menutup rapat mulutnya dengan tangan kiri lalu berjalan ke arah Sherin.

"Panggil ambulans cepat!" teriak Gibran pada sekelilingnya. Ia mengetahui jika Sherin masih hidup, walau denyut nadinya melemah.

Rizal mengambil alih Sherin dari pangkuan Gibran. Ia menitikkan air matanya kala melihat mata yang selama ini memancar, kini tertutup rapat. Bahkan ia tidak mempedulikan bajunya yang penuh dengan darah Sherin. Ia justru membawa Sherin ke dalam pelukannya.

Tak ada yang tak terkejut melihat kejadian mendadak itu, padahal acara HUT sekolah belum selesai dan terpaksa harus dihentikan karena kejadian seperti ini.

Kedua sahabat Gibran, mendekat ke arah Gibran. Bermaksud ingin menanyakan kejadian yang terjadi.

"Gib, kenapa ini bisa terjadi?" tanya Deni.

"Ini semua salah saya," gumam Gibran seraya menatap lurus ke depan. Namun, tak lama setelah ia memukuli tembok rumah sakit.

Deni dan Reza yang melihat hal itu, lantas mencegah aksi Gibran yang menurut mereka tak pantas untuk dilakukan.

"Gue tahu ini semua udah jadi takdir, semoga Sherin nggak kenapa-napa." Reza yang berkata seperti itu, lalu merangkul Gibran. Gue bodoh banget! lanjut Reza berkata dalam hatinya.

Tak lama kemudian, ambulans datang dan langsung membawa Sherin menuju rumah sakit terdekat.

-----

Sepasang orang tua kini tengah berjalan mondar-mandir di depan rumahnya. Tiba-tiba mereka mencemaskan satu hal, yakni putrinya.

"Yah, perasaan bunda beneran nggak enak. Bunda kepikiran terus sama Sherin," ujar Rina pada suaminya.

"Sudah bunda tenang saja. Lagi pula Sherin putri kita kan lagi senang-senang di sekolahnya." Alex berusaha menenangkan istrinya, walau sebenarnya hatinya sendiri juga tidak tenang memikirkan keadaan Sherin.

Hingga tiba-tiba terdengar dering telepon rumah, baik Alex maupun Rina segera masuk ke dalam. Alex mengangkat telepon itu, hatinya berdebar tak karuan.

"Apa? Sherin kecelakaan!" pekik Alex lalu menjatuhkan teleponnya ke lantai. Ia kaget mendengar kabar itu terdengar di telinganya.

Lain halnya dengan Rina yang langsung tak sadarkan diri. Alex mendekat ke arah istrinya, berusaha untuk membangunnya.

"Tante Rina kenapa?" tanya Bella yang baru saja turun dari tangga.

Namun, tak ada seorang pun yang menyahuti perkataan Bella. Bi Ida yang mendengar teriakan Alex, buru-buru berlari.

"Bi, bawa Bella ke kamar. Saya dan istri saya akan ke rumah sakit."

"Nyonya kenapa, Tuan?" tanya Bidan Ida.

"Istri saya pingsan setelah mendengar kabar bahwa Sherin kecelakaan."

Bi Ida sangat kaget. "Astaghfirullah, Tuan sama Nyonya yang tabah, ya. Semoga Non Sherin nggak kenapa-napa."

Formal Boy (END) Where stories live. Discover now