30. Pembasmian Hama

6.8K 1.1K 15
                                    

FOLLOW SEBELUM MEMBACA! & HAPPY READING!

.
.
.
.
.

B

asah. Satu kata yang menggambarkan baju Aren dan Glo.

Aren sudah sampai di depan rumah Glo. Ia mematikan mesin motornya.

Glo beranjak dari motor Aren, dan melepas helm dari kepalanya. Ia menyerahkannya pada Aren.

Hujannya sudah mulai reda.

"Hati-hati, jalannya licin!" pesan Glorisa spontan. Ia menutup mulutnya dengan satu telapak tangannya.

"Makasih. Yang di hati tolong jangan pergi," ucap Aren seraya tersenyum manis.

Percayalah, dengan baju basah yang lusuh dan rambutnya yang basah meneteskan air dari ujung poninya itu, membuat ketampanannya terlihat semakin jelas.

Tahan, jangan sampai terpesona.

***

"Aren, tunggu!" teriak Sarah. Sedari tadi ia mengejar Aren, tapi Aren selalu menghindar. Tak tahu malu memang.

Aren memberhentikan langkah kakinya tepat di depan pintu kelasnya. Seketika, ia teringat sesuatu.

Ia melihat Sarah yang tengah berlari kecil ke arahnya.

"Kaki lo gak sakit?" tanya Aren tegas.

"Lo bohong sama gue?!"

Sarah menundukkan wajahnya. "Enggak, kok, kaki gue udah sembuh."

"Kemarin gue urut," ucapnya tak yakin. Terlihat dari bicaranya yang gelagapan dan bingung itu, ia terlihat berbohong.

"Serah." Aren melenggang meninggalkannya.

"Aren!" teriak Sarah di dalam kelasnya. Pandangannya hanya tertuju pada Aren. Sedangkan se-isi kelas menatapnya tajam.

"Jangan teriak-teriak! Ini bukan hutan!" sarkas Rina. Sang sekretaris itu sepertinya memang tak menyukai Sarah sejak awal ia masuk.

"Bacot," gumam Sarah. Ia kembali duduk di bangkunya.

"Drama, ck!" decak Glorisa.

"Banget," imbuh Maudy.

***

Di dalam kelas 11 IPS 1 masih terisi dengan siswa siswi yang saling bercengkrama. Hal itu membuat Rina kesal.

"Diem dulu semuanya!" ucap Rina tegas.

"Ada apa sih, laper nih gue, mau ke kantin!" dengus Vano.

"Makanya, dengerin dulu. Jadi gini, kurang dua minggu lagi sekolah kita ngadain pentas seni. Nah, setiap kelas harus ada perwakilan, boleh satu boleh dua," jelas Rina pada teman-temannya sekelas.

"Nyanyi boleh, dance boleh, atra---,"

"Dance aja!" celetuk Sarah langsung bersemangat.

"Ye ... Dasar biduan toktok!" cibir Dinda, sang ketua nyinyir di kelas mereka.

"Apaan sih, sirik!" balas Sarah.

"Udah-udah, ngapain sih, berantem-berantem gak jelas," geram Rina.

"Jadi, ini mau yang mana?" tanya Rina lagi.

"Gue aja yang nyanyi," sahut Aren.

"Oke." Rina menyatat nama Aren di buku tulisnya.

"Ada lagi?" Se-isi kelas menggelengkan kepalanya.

"Oke." Rina melenggang pergi keluar kelas, disusul dengan yang lain.

Enak kan, jika ketua sekretarismu seperti Rina? Tidak bacot, tidak ribet, dan asik. Selalu menuruti kemauan hamba-hambanya.

Glo dan Maudy berjalan beriringan menuju kantin. Perutnya sudah sama-sama lapar, tak ingin menunda mengasih makanan kepada cacing-cacing kesayangannya.

"Glo!"

"Glorisa!" Aren terus memanggil Glo, tapi sang pemilik nama itu tak kunjung membalas sapaannya.

"GLORISA!" teriak Aren di koridor kelas sebelas, koridor yang masih terlihat ramai.

Glo memutar kedua bola matanya malas. Ia membalikkan badannya menatap Aren.

"Apa lagi?" tanya Glo malas.

"Ke kantin sama gue, yuk!" ajak Aren.

"Lo gak liat, gue sama Maudy? Lagian males, nanti pacar lo ngambek," keluh Glorisa.

"Siapa, sih? Pacar siapa?" tanya Aren gregetan.

"Aren!" teriak seseorang dari arah belakang Aren.

"Tuh, pacar lo nyariin," ujar Glo sembari menunjuk Sarah dengan dagunya.

"Sarah bukan pacar gue!" tekan Aren pada Glo.

"Gak peduli."

Sarah memang harus dihilangkan! Kedatangan Sarah membuat hubungannya dengan Glo semakin merenggang. Eh, tunggu-tunggu, apakah Glorisa sedang cemburu?

***

"Sarah, tolong, lo ini cewek, lo harus jaga harga diri lo. Gue suka sama Glo, bukan sama lo. Cari yang lain, masih banyak yang lebih baik dari gue," jelas Aren pada Sarah.

Sarah menggelengkan kepalanya tanda tak mau. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan.

"Besok, gue harus ikut papa gue ke Jerman. Gue gak mau tinggal di sana Ren, gue mau di sini," adu Sarah.

Ia mulai meneteskan air matanya. "Gue suka sama lo, gue baper sama perlakuan lo ke gue."

Aren tertegun dengan pernyataan Sarah. Baper katanya? Salah siapa baper. Tolong ya, bedakan yang namanya perhatian sama yang memberi harapan!

"Lo salah artian Sarah, kemaren gue perhatian sama lo karena lo sakit gara-gara gue, bukan gue ngasih harapan ke elo," jelas Aren.

Sarah mengangguk. Ia menyeka air matanya yang mengalir di pipi.

"Buat pertama dan terakhir kalinya." Sarah memeluk Aren. Ia sungguh tak bisa bertemu dengan Aren lagi setelah ini.

Aren terkejut dengan perlakuan Sarah.

Deg!

Perasaan apa ini? Rasanya sakit, tak rela, marah, dan kesal. Glo pergi dari tempat itu, di mana tempat yang sepi itu berisikan sepasang kekasih yang tengah berpelukan mesra.

.
.
.
.
.

[

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

TBC!

GLUKOSA [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora