20. MISSING YOU

22 1 0
                                    


*

*

"Cinta adalah tentang kepercayaan"

*

*



Author

Pari tersungkur di bahu jalan yang ramai lalu lalang kendaraan. Ia merintih kesakitan oleh sebab tangan, kaki, dan dahinya berdarah. Semua orang segera kearahnya untuk menolong. Mereka terkejut melihat Salma yang berada di dekat Pari dengan mengangkat tangan ke depan juga mata terpejam.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Umar. Ia menggoyang tubuh Salma agar sadar apa yang telah diperbuat.

"Pari." desisnya. Salma berlari kearah Pari dan terkejut melihat kondisinya.

"Bagaimana kau bisa memiliki kekuatan itu?"

"Apa yang kulakukan, bang?" tanya Salma. Mereka menjauh dari keluarga.

"Anakmu, dia mendorong Pari ke jalanan ramai dan kau bukannya menolong justru menggunakan kekuatan jahat untuk membunuhnya juga?" terang Umar. Ia melontarkan kalimat kasar dengan emosi meluap.

"Bagaimana aku bisa melakukan itu? Aku hanya berteriak agar mobil itu berhenti. Bagaimana bisa dahan pohon itu patah olehku?" Salma merasa bingung. Ia mencoba mencari jawaban dengan memegang pundak Umar, tetapi ditepis.

"Ah sudahlah, kau memang pembohong. Kau bilang hanya manusia biasa. Kau juga tak pernah menceritakan bahwa Ira adalah kakak tirimu. Kalian sedarah bukan?. Pantas saja. Adik kakak sama jahatnya. Bagaimana mungkin aku menikahi seorang penyihir dan sampai memiliki keturunan yang bahkan juga penyihir." Umar terus melontarkan kalimat sarkas padanya.

"Diam!!" Salma naik pitam. Ia melotot pada Umar sembari menunjuk kearah matanya.

"Tak perlu disangkal lagi, semua sudah terbukti. Kau juga pernah hampir membunuh ibuku. Padahal dia sangat mencintaimu. Kau tega mendorongnya dari lantai dua. Wanita apa sebenarnya kau ini?" mendengar semua itu, Salma hanya diam.

"Aku tidak melakukan apapun bang, kau tidak percaya padaku? Aku tidak memiliki kekuatan seperti Ira. Dia memang saudaraku, tetapi kami lahir dari ibu yang berbeda. Apa yang membuatmu yakin aku sama dengannya? Dan kekuatan Amir, bagaimana kau anggap dariku jika sedikit pun tak kumiliki." terang Salma.

"Ah basi. Lupakan saja. Inilah yang membuatku semakin yakin, kau membohongiku dan keluarga dengan berpura-pura membantu kami dari Ira. Hah. Nyatanya ini apa? Ujungnya kau akan menyalahkan aku. Dan ya, kekuatan itu sudah terbuang, dan kau mungkin saja mengambilnya untuk keuntunganmu sendiri. Astaga ternyata kau seserakah itu. Bahkan kekuatan saudaramu sendiri kau ambil? Oh. Sekarang apa yang akan kau ambil dariku? Harta? Akan aku berikan." Salma menghela napas mendengar ucapan Umar. Umar berjalan menjauh mengambil nota cek untuk memberikan sejumlah uang pada Salma. Pari sudah diobati dan semua keluarga mendatangi Salma dan Umar yang bertengkar keras.

"Ambil." teriak Umar sembari melempar selembar kertas pada Salma. Kertas itu jatuh mengenai hidung Salma.

"Kau boleh menghinaku. Tapi lihat, dia putramu. Darah dagingmu." ucap Salma. Ia menarik napas dalam. Semua keluarga sedih melihat kejadian ini. "Jika kau tak menginginkan kehadiranku disini, aku akan pergi." lanjutnya.

"Tidak tidak!" teriak ibu. Ia mulai bersuara meminta Umar agar menahan Salma. Umar berbalik arah membelakangi Salma dengan tatapan amarah dan sedih.

"Baik jika itu maumu. Drama yang kau buat sudah selesai. Kau dan semua keluargamu pasti sama saja. Sama-sama penyihir serakah." desisnya.

"Umar, apa yang kau lakukan. Bagaimana kita bisa tanpa Salma? Apa kau bisa berpisah dari istrimu? Kau tega memisahkan Salma dan Amir? Dengarkan ibumu. Hentikan Salma sekarang." ibu terus membujuk Umar. Abah juga melakukan hal yang sama dengan nada menasehati.

Abiwara Herdaya [ON GOING]Where stories live. Discover now