7. DIA MONSTER?

171 145 48
                                    

Salma duduk di serambi Masjid selepas keluar dari jam kuliah. Sahabatnya, Alin berpamit pulang karena mendapat telepon dari Abahnya. Salma mensejajarkan kakinya. Penat ia rasa. Beberapa hari pikirannya terusik banyak hal. Baik itu pekerjaan, pendidikan, keluarga dan perasaannya. Ia dirundung kebimbangan manakala mendapat teror panggilan dari nomor tak dikenal. Ia mengaku dirinya adalah Edo, seseorang yang pernah mengisi kehidupan Salma. Kemudian ia teringat sebuah kalimat dari buku novel karya Khilman Anis berjudul Hati Suhita yang intinya berikut, Jika kita menginginkan seseorang yang telah menjadi milik orang lain maka itu bukan cinta. Itu adalah ego/ nafsu.

Disaat bersamaan seorang pria tengah berdiri membopong anak perempuannya yang menangis. Salma melihatnya seperti kewalahan. Kemudian ia menidurkan anaknya di kursi taman dekat masjid. Ia berjalan hendak mengambilkan balonnya yang tersangkut di dahan pohon tanpa memperhatikan anaknya. Anak kecil itu tambah menangis, ia melihat ayahnya dan mulai menggerakkan badanya di kursi.

"Tidaakkkk", teriak Salma memperhatikan. Anak kecil itu terjatuh. Ajaib! Rumput-rumput di bawah kursi itu meninggi dan menahan tubuh anak kecil itu. Salma segera meraihnya. "Oh Tuhan terimakasih", lanjutnya. Anak itu tersenyum. Salma terkesima, ia begitu menggemaskan.

"Permainan baru dimulai", pria itu menatap kejadian di depannya sambil menyeringai. Matanya mendadak merah menyala. Kemudian normal dan menuju anaknya. "Kau tidak apa-apa? Astaga aku sudah katakan jangan bergerak. Tapi kau, terimakasih. Aku Dion, dengan siapa anakku diselamatkan?", lanjutnya. Ia meraih putrinya dan mendudukkannya di pangkuan.

"Salma".

"Terimakasih kau sudah menyelamatkan putriku", ujarnya seraya mencium putri kecilnya.

"Lain kali jangan tinggalkan dia sendiri lagi, dia sangat manis", ucap Salma. Ia hendak meninggalkan tempat tetapi anak kecil itu menahannya.

"Oh lihatlah, sepertinya putriku menyukaimu", Dion tersenyum dan mencoba menarik tangan putrinya. "Bisakah aku bertanya, bagaimana kau bisa menciptakan itu semua?", lanjutnya mengingat kejadian beberapa menit lalu.

"Aku sendiri tidak tahu, aku merasa akhir-akhir ini diriku jadi aneh, apa mungkin karena orang-orang di sekitar aneh? Oh tidak, semua orang di kota besar ini mendadak aneh. Bisa gila aku jika lama disini.", jawab Salma. Ia memukul ringan kepalanya.

"Kau benar. Aku juga merasakan hal yang sama. Tetapi sayangnya, istri dan semua keluargaku aku disini, jadi aku harus tetap disini demi mereka. Lalu, apa yang menahanmu tetap disini, Sal?", tanya Dion penasaran. Kilas balik memberitahukan bahwa Penyihir Ira meminta suaminya untuk menemui Salma dan melakukan permainan yang akan menjauhkan Salma dan Umar.

"Aku masih kuliah, kak", jawab Salma sambil tertawa. "Mungkin setelah itu aku akan kembali ke kampung", lanjutnya.

"Itu pilihan yang terbaik Sal. Kau mau ini? Ambillah.", ucapnya.

"Berikan saja pada putrimu, mungkin dia mau", Salma berusaha menolak roti yang diberikan padanya.

Dion kesal dengan penolakannya. Ia mencoba membujuk Salma dengan mengatakan putrinya belum bisa makan. Salma bukan gadis yang bodoh, ia tahu bahwa usia anak itu masih 1 minggu lebih. Itu hanyalah trik untuk menolak Dion.

"Baiklah, berikan itu padaku, barangkali bisa mengobati jantungku yang ketakutan ini."

Dion menyeringai. Batinnya mengatakan benar itu akan mengobati dirinya selamanya. Matanya akan tertutup selamanya. Dan kejahatan akan terus menguasai dunia. "Makanlah", ujar Dion mempersilahkan.

Salma membuka plastik roti itu. Gelang di tangan kirinya berdenting. Seseorang di seberang merasa terganggu akan hal itu. Pria itu terus mendengar bunyi gelang yang selalu mengganggunya. Ia lantas menutup kedua telinganya dan merapatkan matanya.

Abiwara Herdaya [ON GOING]Where stories live. Discover now