11. AKU MENCINTAIMU

92 44 118
                                    



~ Ia adalah orang yang tepat dan akan datang di waktu yang tepat ~



Ira terbangung dari pingsannya. Ia bergerak kearah pintu dan mendapati Salma dan Umar tengah berpegangan tangan. Ia menjadi geram. Tangannya mencoba mengeluarkan kekuatan untuk menyerang, tetapi ia lemah.

"Aku akan balas dendam nanti jika sudah waktunya." desisnya. Ira kembali masuk kamar dan mengambil kotak hitam dari kopernya. Setidaknya kotak ini akan membuat Umar mulai mengabaikan Salma. Ia menarik satu rambut Umar keluar dan berkomat kamit. Rambut itu terbakar.

Umar terksiap dan mendorong Salma menjauh. Matanya memerah. Ada kekuatan merasuki tubuhnya.

"Pergi kau!" teriaknya. Salma tertegun. Sedetik yang lalu ia bersikap teramat manis, sekarang ia menakutkan. Salma mulai maju dan mencoba menenangkannya.

"Tenang, kau mungkin sedang dipengaruhi sihir" ujar Salma. Ia hendak memegang lengan Umar tetapi dia menghindar.

"Aku tidak ingin melihatmu, bahkan jika kau mati sekalipun." desisnya sembari membelakangi Salma.

Salma menahan tangannya. Ia tak berhasil meraih lengan Umar. Ia sedih dengan kalimat Umar baru saja sangat melukai dirinya. Entah apa yang ia rasakan, tetapi sikap manisnya selalu saja diikuti tindak kasar juga.

"Baiklah, aku akan pergi. Aku juga tidak peduli dengan kalian." ujar Salma sembari melangkah pergi. Ia mengusap butir air matanya.

Umar terganggu suara gemericik gelang Salma. Ia tersadar dari pengaruh sihir. Ia menoleh dan tak lagi mendapati Salma. Umar berlari mengejar tetapi tetpa tak melihat Salma.

"Dimana Salma?" desisnya. Ia melihat sekeliling.

"Ada apa, nak?" ibu Ririn melihat anaknya celingukan. Ia menepuk pundaknya.

"Ibu lihat Salma?"

"Dia pulang. Katanya mau ke kampus." jawab bu Ririn sembari merapikan meja ruang tamu. "He mau kemana nak? Kau harus siap-siap besok kalian berdua akan melangsungkan pernikahan. Ya walaupun kecil-kecilan." Bu Ririn menahan anaknya untuk tidak pergi karena melihatnya meraih kunci motor. Umar terkejut mendengar itu. Pernikahan dimajukan, walaupun resepsinya tidak dilangsungkan langsung. Kedua belah pihak menghendaki agar kedua mempelai mendapat kata SAH dahulu.

"Ibu? Apakah Salma tahu?" tanya Umar.

"Tentu." ucap Bu Ririn. Ia tersenyum genit melihat anaknya salah tingkah.

"Bagaimana bisa?" desis Umar. Ia berjalan menjauh dan merogoh saku untuk mengambil ponsel. Ia hendak menelpon seseorang.

"Uhuy. Ada yang kagak sabar ni. Eh baru ketemu sudah rindu?" Alin mulai menggoda kakaknya. Ia datang dari belakang Umar dan mengintip seseorang di balik telepon. Nama Salma jelas disana. Umar buru - buru menutup ponselnya.

"Hmm, enggak." ucapnya dengan terbata.

"Kenapa salah tingkah?" goda Alin. Ia melihat Umar kelimpungan dengan kondisi itu. Bu Ririn menutup bibirnya karena menahan tawa.

"Sudah lin, jangan menggoda abangmu." ucapnya. Kemudian mereka mulai persiapan acara besok hari.

Disisi lain, Ira di kamarnya terus menggerutu. Ia tidak habis pikir dengan rencananya yang selalu gagal. Bahkan ia mendengar bahwa Umar dan Salma akan menikah besok. Ia melihat Pari. Tangan kecilnya memegang manik yang sama dengan jilbab Salma. Kilas balik menunjukkan ketika Pari bersama Salma, anak itu tidak sengaja menarik jilbab Salma. Kilas berakhir.

Abiwara Herdaya [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang