16. RENCANA (B)

67 32 196
                                    

*
*
*
~ Selama kau di sampingku, aku baik - baik saja ~
*
*
*

Ira terkejut dengan adegan-adegan romantis Umar dan Salma yang ia lihat dalam mimpinya. Perempaun itu bangun dengan kucuran keringat sekujur tubuh. Ia sempat menebah dadanya pertanda syukur itu hanya mimpi. Ia sendiri ketakutan jika kelak kedua insan itu akan menyatu.

Ira bangun dari ranjang dan mendapati seisi rumahnya bergoyang seakan gempa besar melanda. Semua benda mulai jatuh dari singgasana. Dan tak lupa boneka yang selama ini ia gunakan untuk bekerja tetiba terbakar.

"Ini seperti mimpi." desisnya. Ia mencubit sedikit lengannya dan mengernyit sakit. "Ini nyata." lanjutnya. Ia berlari berusaha membenarkan semua isi rumahnya. Kemudian mencoba mengamankan boneka itu.

Palak yang merasakan ada yang aneh datang ke ruang itu dan melihat Ira mengamuk. Ia berteriak dan meraung memanggil nama Umar dan Salma bergantian. Seluruh alat dan bahan ritual semua hancur berantakan. Tersisa satu buah cermin yang menampilkan sosok pria setengah baya tertawa menyaksikan kejadian itu. Cermin yang sama dengan yang dilihat Salma tempo waktu.

"Diam kau!" teriak Palak pada cermin. Sosok jakung dengan beberapa kerutan wajah tak berhenti menertawakan wanita itu. Garis wajahnya hampir mirip dengan Salma. Hidungnya, bibir, gigi dan juga rambutnya persis dengan Salma.

"Kau akan melihat sesuatu yang lebih besar! Ha ha ha. Dia putriku! Dia memiliki darahku! Darah penakluk kekuatan jahat!" kata pria itu dari dalam cermin.

"Aku yang akan menghabisi dia!" teriak Palak. Ira mendekat dan hendak memecahkan cermin itu. Tetapi Palak menghentikannya. "Dia ayahmu juga." desisnya.

"Dia hanya mencintai Salma dan anaknya dari wanita lain itu." ujar Ira dengan penuh amarah. Pria dalam cermin itu tertegun. Ia merasa iba dengan hati putrinya itu.

"Kau juga putriku Ira. Kau tidak akan bisa melukai saudarimu sendiri. Karena jika itu terjadi kau juga akan merasakan sakit yang sama." kata pria itu dengan nada menasehati.

"Hentika Ira. Dia harus melihat bagaimana putrinya mati di tangan kita berdua. Putrinya yang selalu ia banggakan untuk akan melenyapkan seluruh garis keturunan penyihir kita." ujar Palak menenangkan Ira yang masih ingin menghancurkan cermin itu.

"Sekarang bagaimana ibu?" tanya Ira sesaat setelah Palak menutupi cermin itu dengan kain.

"Mereka pasti melakukan hubungan intim, dan perempuan payah itu sudah mengambil koin kita." desis Palak. Ia mulai mengepalkan kedua tangan. "Kita harus melakukan rencana B." lanjutnya. Kemudian keduanya tersenyum jahat.

***

Angin senja berhembus kencang, menerpa helaian rambut Umar. Dia dan Salma tengah berdiskusi dengan Edo. Pria itu sekarang mengerti, apa yang telah terjadi padanya mulai dari awal kisah hidupnya. Dan sekarang saatnya melepas semua kekuatan itu.

"Kau harus berhati-hati sebelum ritual itu dimulai. Aku akan memanggil Mbah Seno dan beberpa ahli rukyah lain." kata Edo mengingatkan. Bahaya mengincar dirinya sebab banyak makhluk lain hang mengincar kekuatan Umar.

"Baiklah." desis Umar. Ia menatap Salma sekilas. "Jangan khawatir." lanjutnya sembari menggenggam tangan Salma yang terlihat khawatir.

"Kau juga harus tetap ada di sampingnya. Karena tanpa dirimu, Umar ada tanpa arah." kata Edo pada Salma. Salma menjadi ingat dengan kondisi sakaw yang kerap terjadi pada Umar waktu lalu. Sekarang ia semakin membaik. Kondisi sakaw itu hanyalah ilusi penyihir untuk membuat Umar tergantung padanya (obat).

Abiwara Herdaya [ON GOING]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora