14. CANDU

84 34 212
                                    



~ jangan sampai kita kehilangan arah, jadi tetaplah berpegang pada akidah ~



Tuhan menciptakan makhluk selalu berpasangan. Itu sudah pasti dan tidak bisa dipungkiri. Salma memberikan nasehat itu pada sahabatnya, Alin. Ia semakin dekat dengannya semenjak memiliki hubungan saudara. Kasih sayang diantaranya begitu kuat, juga kepada orang tua mereka.

"Sal, gimana? Sudah hampir satu bulan apa aku belum punya keponakan?" tanya Alin.

"Hush.. bicara apa sih?" jawab Salma dengan kikuk. Ia beranjak dari depan kompor dan beralih membantu ibunya.

"Umar dimana, nak?" tanya ibu. Ia tidak melihat dimana putranya sejak kemarin.

"Em, em, dia, ada bu. Kemarin bilang ada kegiatan di luar yang harus menginap." jelas Salma. Ia terliht seolah-olah sedang menyembunyikan sesuatu.

"Oh baru kali kni ada kegiatan itu di kantor! Kau juga tidak melihtnya di kampus?" lanjut ibu. Ia tampak khawatir dengan putranya.

"Tidak, hanya mengabari via telepon." terang Salma.

"Hm, baiklah dia sekarang hanya peduli padamu. Ibunya sudah tergeser. Hehehe" kata ibu dengan tertawa berniat menggoda menantunya. Salma malah terlihat murung memikirkan sesuatu. Hatinya mengatakan bahwa ia bahkan juga tidak tahu dimana suaminya berada. Terkahir kali ia melihat Umar tesungkur di bawah kursi kantornya. Kondisinya sangat prihatin. Dengan mata merah seperti amarah tetapi kosong. Dan juga tangan yang berusaha melukai dirinya sendiri. Pakaian compang camping rusuh. Tubuhnga menggigil. Napasnya tersenggal. Sembari melamun dan mencari sesuatu yang bisa mengembalikan kesadarannya.

Saat itu, Salma terkejut dan menghampirinya. Ia marah dan mendorong Salma pergi. Ia meraih tas Salma dan mengobrak abrik isinya. Tak ada barang yang dapat membantunya, kecuali lem bekas yang Salma gunakan prakarya di kampus. Umar merampas lem itu dan membukanya dengan tergesa. Salma paham benar apa yang terjadi. Pria itu dalam keadaan tak terkendali. Salma mencoba merebut lem itu tetapi gagal. Umar menghirup baunya dan lambat laun asap hitam dalam dirinya lenyap.

Salma terharu melihatnya. Ia tak kuasa menyaksikan apa yang pernah Umar sendiri katakan padanya. Bahwa hidup ini selalu berputar. Jadi jika takdir membawanya ke jurang lagi maka Salma harus siap menariknya keluar. Salma meraih pria itu dan memeluknya erat. Ia menitikkan air mata. Begitu pula dengan Umar. Salma menaruh kepalanya dalam pelukan dadanya. Ia mengelus kepalanya dan membisikkan bahwa dirinya selalu ada disini. Umar tersedu dalam pelukan. Ia meruntuki dirinya sendiri atas kejadian ini.

Kilas balik berakhir.

"Salmaaaa!!!"

"Bang Umar?" desis Salma. Keduanya saling saling berpanfangan bingung. Pasti Umar sedang membutuhkan bantuan jika sampai teriak.

"Dia di rumah? Sudah kau naik saja nak, tolong rawat anak ibu. Sepertinya dia membutuhkan bantuanmu." kata Ibu lalu Salma pergi selepas memgangguk.

Di kamar, Salma tercengang dengan keadaan Umar. Keadaan yang sama saat ia menemukan Umar dii kantornya. Tetapi kali ini Salma lebih siap. Ia sudah menemukan tempat Umar menyembunyikan obat - obat terlarang dan memindahkannya ke tempat aman. Umar geram karena tak menemukan barang itu sedikit pun.

"Salma, tolong berikan padaku!" ujarnya memohon pada Salma.

"Tidak! Kau harus meninggalkan obat - obat itu." pekik Salma.

"Kali ini tolong berikan sedikit saja, atau aku bisa mati." gumam Umar.

"Kau tidak mati hanya karena tidak menggunakan obat itu. Hentikan.!" teriak Salma. Ia mencoba membantu Umar berdiri dan tidur di ranjang.

Abiwara Herdaya [ON GOING]Where stories live. Discover now