[27] Private Interview

1.6K 222 62
                                    



Gilang menaruh dua gelas minuman di atas nakas kemudian dengan gesit ia bergerak maju, hendak menutup pintu lemari. Megan lebih tangkas, gadis itu mundur, menghadang aksi Gilang.

"Megan!" seru Gilang, refleks mengerem tubuhnya agar tidak menabrak Megan.

"Iya," sahut Megan kalem. Masih berdiri tegak di depan Gilang. Tidak gentar sedikit pun. Dirinya sendiri lumayan kaget karena bisa seberani ini. Hanya ada—

"Minggir sebentar."

—dua kemungkinannya. Megan sedang kumat hingga nekat atau perasaannya buat Gilang akhirnya tamat.

"Yakin gak mau minggir?" Gilang semakin meringsek maju. Merapatkan tubuhnya pada Megan.

Deg... Deg. Megan mengerang pelan. Anjir! Gue belom move on ternyata!

Gilang pilih maju, daripada membiarkan Megan menyaksikan setiap detail yang tersimpan di balik lemari pakaiannya.

"Udah gak alergi ya deket-deket begini?" tanya Gilang.

Jelas masih! Buktinya tubuh Megan merinding dan jantungnya berdentum-dentum kencang. Napasnya tersendat sejenak. Bukan main pengaruh cowok laknat ini padanya. Mario kemana sih??!!! Malah pulang duluan! Kalau kakaknya yang berharga ini diapa-apain gimana???!

Tubuh Megan menegang ketika dua lengan Gilang terulur. Masing-masing di samping leher Megan, dua tangan Gilang menutup pintu lemari di belakang Megan. Tubuh Megan membeku ketika wajahnya menyentuh dada Gilang. Ulah Gilang, cowok itu menarik leher Megan ke depan karena menghalangi akses pintu lemari untuk ditutup.

Lemari itu kembali tertutup. Gilang mendorong tubuh Megan hingga terdesak ke lemari. Sengaja tidak ia lepas kurungan dua tangannya. Ingin melihat reaksi gadis itu jika sedekat ini.

"Siapa yang ngasih tau?"

Megan mendongak. Ekspresinya keheranan total. Siapa yang ngasih tau??? Berarti yang tau soal foto-foto tadi bukan cuma Pak Gastara??? What a waw!

Gilang memperjelas pertanyaannya. "Lo tau dari mana soal foto-foto di belakang pintu lemari gue?"

"Kak, awasin tangannya," pinta Megan. Memilih masa bodoh dengan fakta yang baru dia dapatkan.

Gilang memperhatikan gesture tubuh Megan yang berdiri lurus, dua tangannya menggantung ke bawah, tidak digunakan untuk melindungi diri ataupun melakukan perlawanan. Terlampau benci sampai-sampai gak sudi nyentuh tangan gue ya?

Seakan bisa mendengar isi pikiran Gilang, Megan menyuarakan alasannya. "Gue takut gak sengaja nyakitin tangan lo, Kak. Terutama yang masih diperban ini. Dan yang satunya lagi juga banyak lecetnya."

Gilang tersenyum tipis. Cuma luka jahit. Bukan patah tulang. Kalau dihajar Megan, paling berdarah dan infeksi. "Jawab, tau dari mana ada foto di dalam lemari?"

Bukannya menjauh, Gilang malah makin merapat. Membuat Megan semakin menempelkan diri ke lemari.

"Tau dari mana?" ulang Gilang.

"Dukun!" sahut Megan asal.

"Jawab yang bener Megan."

"Tau dari mana jawaban gue salah? Kalau beneran tau dari dukun gimana?"

Untuk sedetik, Gilang nyaris terbahak. Megan ini, pikir Gilang, segalanya tidak akan mudah karena sejak awal Gilang sudah salah. Lebih baik meluruskan kesalahpahaman -yang sialnya memang salah Gilang- dan menyudahi perang dingin mereka yang tidak berujung.

"Kak–"

Dua tangan Gilang kini merengkuh Megan, menariknya ke dalam dekapan. Tidak erat. Tapi berhasil merusak arah aliran darah di seluruh pembuluh darah Megan. Rasa-rasanya malah ada pembuluh darah yang mampet. Otak Megan beku. Di sana mungkin sedang macet, sel-sel darahnya bergerak sangat lambat. Ditambah Megan menahan napas, -meminimalisir aroma tubuh Gilang yang terhirup agar dia tidak khilaf dan balas memeluk- stock oksigen dalam darahnya jelas berkurang banyak.

My Not So Perfect CrushWhere stories live. Discover now