[13] Pergi Untuk Pulang Lagi

1.8K 241 183
                                    

Before you're going too far.....

0) Fyi, part ini serius. Sekali-sekalilah bikin kalian baper (mudahan berhasil) Ku harap kalian menangkap pesan yang kumaksud dalam part ini.

1) Btw, mau menyelami dunia Megan lebih dalam 'kan? syaratnya wajib vote, jangan lupa tinggalkan komentar kalian.

2) Tbh, aku menunggu komentar yang tidak bisa aku diamkan begitu saja, terserah mau pertanyaan, curhatan, candaan, kebagongan dan sejenisnya, yang menyita atensiku pokoknya.

3) khusus untuk temen real life, aturannya tetap sama : cukup baca aja + WAJIB VOTE, JANGAN IKUT KOMEN, GUE MALU SUMPAH

3) khusus untuk temen real life, aturannya tetap sama : cukup baca aja + WAJIB VOTE, JANGAN IKUT KOMEN, GUE MALU SUMPAH

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

▐░░░░░░░░░░░░░░░░▌



Flashback spesial buat kalian....
(Kisah ini terjadi sebulan setelah Megan berteman dengan Sukma, dan setahun sebelum kejadian kampret di atas balkon kamar Gilang)

. . . . . . . . .

Kalau dipikir-pikir, Megan tidak pernah meminta hal aneh pada Mama dan Papanya. Tidak pernah merengek meminta video game terbaru seperti Mario, tidak pernah meminta dibelikan tiket pesawat pulang pergi untuk studi banding seperti Milo, tidak pernah meminta satu set peralatan menjahit beserta mesin jahitnya seperti Mozza, dan tidak pernah meminta hape baru seperti Miura.

Megan, belum pernah meminta apa-apa dari orang tuanya kecuali makan sehari-hari dan tempat bernaung sejak ia lahir hingga sekarang. Bisa dibilang, ini kali pertamanya Megan menginginkan sesuatu dari orangtuanya. Bukan hal yang sulit, bukan barang mahal, bukan pula sesuatu yang bersifat jahat.

Megan.... menginginkan tanda tangan. Tanda tangan salah satu orangtuanya. Boleh Mama. Boleh Papa. Megan hanya ingin satu dari mereka membubuhkan tanda tangannya di atas lembaran sebuah surat izin. Surat izin dari wali untuk mengikuti serangkaian kegiatan Big Camp yang diselenggarakan oleh sekolah.

Tapi ternyata hal tidak mewah dan tidak jahat itu justru terdengar memberatkan di telinga Papa. Kata Papa, Megan tidak boleh ikut kemah karena nilai rapornya semester lalu parah. Papa bilang, gunakan waktu libur untuk belajar dan belajar. Papa bilang, Megan akan lebih sulit ke depannya jika tidak diperbaiki dari sekarang. Kata Papa lagi, nilai memang bukan segalanya, tapi segala sesuatu harus punya nilai, yang mana nantinya diri kita akan dipertimbangkan untuk layak tidaknya diterima oleh masyarakat.

Punten Pap, siapa juga yang minta supaya diterima masyarakat luas? Selama Papa dan Mama menerima aku apa adanya, yaudah, itu cukup. Begitulah jeritan hati Megan.

"Megan mau ikut camping, biar refresh otaknya, badan sehat juga, kan camping kegiatan yang positif dan banyak manfaatnya, Pah."

My Not So Perfect CrushWhere stories live. Discover now