[36] Barter

1.5K 178 59
                                    

Part ini tadinya berisi hal gak penting. Sekarang aku replace isinya ☺️

...

Pagi datang terlalu cepat. Megan mengerjapkan mata ketika tirai yang menutup jendela disibak oleh Gilang. Sepasang iris Megan berwarna cokelat tampak begitu jelas ketika disorot sinar matahari yang menembus kaca.

Seketika Megan terduduk. "Anjir!"

"Pagi juga," sahut Gilang kalem. Cowok itu rupanya sudah bangun dari tadi dan sudah mandi.

"Anjir! Gue beneran bobo di kamar lo, Kak???!"

"Tenang aja, kita gak ngapa-ngapain," jawab Gilang.

"Gak ngapa-ngapain versi Kak Gilang itu udah include hal-hal yang bagi gue termasuk ngapa-ngapain," cemooh Megan.

Megan segera bangun dari kasur sambil merapikan rambutnya yang mencuat berantakan dengan jari tangan. "Gue balik, Kak. Gue harus kerja."

"Gue juga. Tapi sarapan bareng mau gak?" tawar Gilang.

Gerakan Megan terhenti sesaat. Megan pandangi Gilang lekat-lekat, seraya mengingat apa yang tadi malam dirinya lakukan. Pertama, dirinya melempari kaca kamar Gilang dengan gumpalan kertas tebal. Gilang membuka pintu balkon dan langsung berbisik sesuatu padanya.

....

"Perlu dijemput? Gak berani lompat?"

"Ayo main game, udah lama gue gak pernah main game apa pun," ajak Megan.

Jarak teras setengah meter di bawah jendela kamar Megan sangat dekat dengan pagar balkon Gilang. Gilang hanya perlu berdiri di tembok pagar dengan tangan terulur menarik tangan Megan. Dalam satu langkah besar dan sedikit melompat, keduanya sudah mendarat selamat di teras balkon.

"Gue punya banyak koleksi game, dari yang vintage, baru rilis, sampai yang masih rancangan. Mau coba?" tawar Gilang.

Megan mengangguk. "Mau. Sekalian gue kasih review, gimana?"

"Boleh. Tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Kalau lo berhasil ngalahin skor gue, pc gue buat lo."

Waw! Megan langsung curiga. Ini pasti tidak mudah. Masa reward-nya menggiurkan begitu. Yang namanya gamer apalagi kerja di perusahaan pengembang game, gadget punya Gilang pastinya gak murah.

"Kalau gue kalah?" tanya Megan.

....

Dari dulu, Megan gak pintar. Ternyata sampai detik ini pun masih tidak. Sudahlah, Megan malas memikirkan konsekuensinya jika sudah bertaruh dengan orang, apalagi orangnya setampan— sepintar Gilang.

"Kak, serius, gue bisa telat kerja. Udah dulu ya!"

Pamitnya Megan tetap tidak bisa buru-buru. Dia melangkahi pagar balkon dengan hati-hati, menyusuri teras yang selebar kurang dari setengah meter, kemudian dalam satu langkah besar, Megan mendaratkan kakinya pada tepian tembok di bawah jendela kamarnya.

"Tetep gak bisa buru-buru ya," komentar Gilang yang memerhatikan dari balkonnya.

"Emang siapa juga yang mau celaka, bisa-bisa jatoh, patah kaki terus nemenin Milo pake tongkat," tukas Megan seraya menggeser kaca jendela.

My Not So Perfect CrushWhere stories live. Discover now