“Ngaco kamu. Yang ada bensin kamu habis sia-sia! Dosa kita bertambah juga! Anterin aku beli oleh-oleh aja mau nggak?”

“Boleh deh, kamu mau beli apa?”

“Terserah kamu aja. Aku nggak tau oleh-oleh khas Cirebon apa aja.”

“Pegangan.”

“Belum makhrom!”

“Bayangin aja.”

“Nanti dosa!”

“Aku halalin sekarang.”

“Aamiin, Eh!” Harun terkekeh geli mendengar penuturan spontan yang di ucapkan oleh Ayana. Sedangkan Ayana sendiri menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah guna mengusir secara halus rasa malu yang menjalar di tubuhnya.

Hanya butuh waktu beberapa menit saja Harun dan juga Ayana sampai di toko pusat oleh-oleh. Beberapa macam makanan sudah terpampang jelas di beberapa rak makanan yang memang sengaja sudah mereka siapkan.

“Kak, bantuin milih makanan apaan dong buat orang rumah,” rengek Ayana karena bingung harus memilih apa untuk buah tangan keluarganya.

“Tomcir aja sih buat makanannya, kalau minumannya bisa Jeniper atau sirup Tjampolay.”

“Tomcir?”

“Iya, Atom Cirebon. Makanannya hampir sama sih seperti kue bakpia Jogja, tapi jelas ada bedanya.”

“Emang apa bedanya?”

“Tempatnya kamu beli. Kalau Bakpia Jogja belinya di Jogja. Kalau Atom Cirebon belinya di Cirebon. Kalau …” Harun menunda ucapannya.

“Kalau?” tanya Ayana penasaran.

“Kalau kamu belinya di depan penghulu,” goda Harun. Ayana tersipu malu mendengar rayuan gombal dari Harun. Dengan segera, Ayana melangkahkan kakinya menjauh dari tubuh Harun yang kini tengah bergetar karena tertawa akan sikap malu-malu yang di tunjukkan oleh Ayana.

Usai mengambil beberapa kue dan di taruh di keranjang yang sudah di siapkan oleh toko, Ayana bergerak menjauhi Harun yang tengah berdiri memandangnya. Sungguh Ayana masih merasa kesal saat ini, bukannya Harun meminta maaf karena telah menggodanya tadi, Harun justru malah menggodanya dengan berbagai gombalan-gombalan receh yang entah dia dapatkan dari mana asal-usulnya. Namun, tak dapat Ayana sangkal bahwa hati Ayana sekarang tengah berbahagia karena bisa sedekat ini dengan Harun setelah sekian lama.

Masih ada beberapa orang lagi yang mengantre untuk membayar barang belanjaan oleh-oleh mereka. Sinar mentari menunjukkan bahwa hari semakin siang. Tak terasa bahwa hari ini adalah hari di mana Ayana berada di Cirebon. Hari di mana Ayana terakhir kali bertemu dengan Harun di Cirebon.

Jika waktu dapat di putar kembali, rasanya Ayana ingin lebih lama lagi bisa berada di Cirebon. Rasa cinta nan rindunya semakin kuat saat bertemu dengan Harun beberapa hari ini. Astaghfirullah, Ayana menyebut istighfar beberapa kali untuk menghilangkan pikiran-pikiran kotor yang akan menjerumuskan mereka berdua menuju ke neraka.

Ayana tak mampu membayangkan bagaimana reaksi dari kedua orang tuanya jika mereka berdua mengetahui bahwa anak sulungnya tengah jalan berduaan di tempat orang. Walaupun tempat yang mereka kunjungi selalu ramai pengunjung, namun hal itu masih menjadi hal tabu dalam diri Ayana.

Ayana tidak ingin munafik. Ayana menyukai saat-saat bersama Harun. Ayana bahagia bisa selalu bersama dengan Harun. Namun hal itu merupakan hal pertama dalam kehidupannya. Pasalnya selama ini Ayana tidak pernah jalan berdua dengan seorang lawan jenisnya. Kalaupun Ayana pergi jalan-jalan bersama temannya, itupun bersama dengan Ratna sahabatnya semenjak menginjak Sekolah Menengah Pertama. Dan juga Ela, sahabatnya di masa putih abu-abu.

Semua yang di lakukan oleh Ayana sejak berada di Cirebon-pun juga di ketahui oleh Ratna dan Ela. Dari awal bagaimana Ayana dan Harun kembali bertemu setelah sekian lama. Saat Harun tengah salah paham dengan dirinya. Saat mereka berdua jalan-jalan menyusuri kawasan pariwisata berdua. Saat Harun meminta kesempatan kedua. Dan masih banyak lagi cerita Ayana pada Ratna dan Ela tentang Harun, bersyukurnya Ayana karena saat Ayana mengatakan bahwa dia dengan Harun sudah kembali bersama Ratna dan Ela juga ikut bahagia, walaupun sebelumnya ada omelan-omelan yang membuat Ayana menjadi terkikik.

Usai membayar tagihan belanjaan yang Ayana beli, Ayana dan Harun kembali pulang ke rumah Harun lantaran Dila masih belum berada di rumahnya. Lagi-lagi Ayana menolak saat Harun ingin membayarkan belanjaannya, dan alasannya pun masih sama yaitu karena Ayana merasa tidak enak jika mereka bukan seorang saudara ataupun orang terdekatnya.

-----o0o-----

Dosa itu ada. Semua orang pasti pernah melakukannya, walaupun dengan cara yang berbeda. Satu yang harus kita ingat. Sejauh serta sebanyak apapun kita melakukan dosa, Tuhan pasti memaafkannya. Dengan syarat kita bersungguh-sungguh ingin memperbaiki dosa kita.

-----o0o-----

Ayana √Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu