Wanawisata Ciwaringin

76 8 0
                                    

Matahari mulai terik, namun dua insan masih berada di dalam Rumah Panti Asuhan al Zahro. Mereka di sambut dengan baik oleh orang-orang yang berada di dalam panti. Terlebih lagi, Ibu yang mengasuh anak-anak malang tersebut.

Beruntunglah kita yang masih di karuniai orang tua yang masih lengkap. Salah satu dari orang tua kita, ataupun kita sudah di tinggal meninggal oleh kedua orang tua kita. Setidaknya, kita masih mengetahui dan mampu melihat kehadiran mereka di dalam hidup kita.

Beda halnya dengan anak-anak di panti tersebut. Mereka haruslah tinggal bersama orang yang jelas-jelas tak ada hubungan darah dengannya. Bahkan di antara mereka, ada yang tidak tau siapakah orang tua mereka, di mana mereka lahir, serta bagaimana asal-usul dari keluarga aslinya.

Jam dinding menunjukkan pukul 01.30 pm. Sinar matahari masih terasa menyengat ketika bersentuhan dengan kulit. Bahkan, jika sudah menggunakan kain lengan panjangpun panasnya matahari masih terasa.

Setelah meminta izin pamit kepada Ibu Panti, mereka akhirnya memutuskan untuk segera pergi menuju tempat selanjutnya. Masih ada dua tempat lagi yang akan mereka kunjungi, dan satu tempat lagi yang Ayana tidak ketahui akan kemana.

Butuh waktu sekitar satu jam menuju ke Wanawisata Ciwaringin. Tempatnya yang lumayan sejuk menambah rasa tentram bagi siapapun yang ingin menenangkan hatinya. Hijaunya daun membuat netra menjadi segar. Menghilangkan rasa kantuk yang sedari menyerang kedua netra milik Ayana.

“Bagus,” gumam Ayana setelah turun dari motor yang tadi di gunakan olehnya bersama Harun.

“Helm-nya Dek!” teriak Harun saat melihat Ayana akan pergi menjauh darinya tanpa melepas helm yang tadi di gunakan olehnya.

Di raba kepalanya. Dan benar saja, Ayana saat ini belum melepas helm yang tadi di gunakan olehnya.

“Hehehe, lupa Kak. Habisnya bagus banget tempatnya. Adem. Apalagi danau di depan itu, indah banget sumpah!” Ayana melangkahkan kakinya untuk kembali ke arah di mana Harun sedang menunggunya di samping motor miliknya.

“Tungguin aku dulu kalau mau kesana, nanti di bawa makhluk halus kalau jalan sendirian!” goda Harun menakuti Ayana.

“Serius?”

“Iya …, enggak lah! Mana ada setan yang mau culik kamu. Dimarahin istrinya nanti kalau berani culik cewek cantik kaya’ kamu,” gombal Harun yang di hadiahi senyum manis milik Ayana.

“Apaan coba, udah ah ayuk cepetan!” pinta Ayana yang sedang salah tingkah, meninggalkan Harun yang sedang berjalan di belakangnya.

Wanawisata Ciwaringin merupakan wisata yang sekitarnya di penuhi oleh banyak pohon kayu putih yang membuat aroma khas dari tempat tersebut. Banyak pengunjung yang berada di tempat tersebut. Ada yang datng bersama keluarga, teman, ataupun kekasih hatinya.

“Mau naik perahu nggak?” ajak Harun kepada Ayana.

“Emang bisa?” jawab Ayana sembari menolehkan kepalanya ke arah Harun.

“Bisa dong. Ayo kesana!” tanpa berbicara, Ayana langsung mengikuti Harun dari belakang.

“Pak, sewa perahunya ya,” ujar Harun.

“Iya dek. Mau sama Bapak, apa di bawa sendiri aja?” tanya bapak tersebut.

“Sendiri aja Pak.” Setelah perahu siap, Ayana dan Harun langsung menaiki perahu tersebut. Ada keraguan saat Ayana ingin menaikinya, namun dengan semangat serta iming-iming keindahan danau tersebut, akhirnya Ayana tergoda dan naik di atas perahu dengan bantuan dari Harun yang sebelumnya sudah di batasi dengan kerudung panjang milik Ayana.

“Siap?” tanya Harun memastikan.

“Beneran aman kan? Aku nggak bisa renang soalnya,” cicit Ayana merasa cemas.

Ayana √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang