Keraton Kanoman

82 11 0
                                    

"Keraton Kanoman merupakan keraton yang didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Sedangkan peninggalan-peninggalan bersejarah yang berada di Keraton Kanoman, erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Jati, atau yang bernama asli Syarif Hidayatullah.”

“Kompleks Keraton Kanoman yang mempunyai luas sekitar 6 hektare ini berlokasi di belakang pasar Kanoman. Wilayah Keraton Kanoman merupakan suatu komplek yang luas, yang terdiri dari bangunan kuno. Terdapat sebuah saung yang bernama bangsal witana, yaitu bangsal yang merupakan cikal bakal Kraton yang luasnya hampir lima kali lapangan sepak bola.” Harun menunjuk ke arah saung tersebut berada.

“Di keraton ini masih terdapat barang barang peninggalan raja-raja terdahulu, seperti dua kereta bernama Paksi Naga Liman dan Jempana di depan sana. Kedua kereta tersebut masihlah terawat dengan baik dan tersimpan di museum. Bentuknya seperti burok, atau yang biasa di kenal oleh umat islam sebagai  hewan yang dikendarai Nabi Muhammad ketika beliau menjalankan Isra’ Mi’raj menuju langit ke tujuh.”

“Ada juga sebuah bangsal yang bernama bangsal Jinem, atau Pendopo untuk Menerima tamu, penobatan sultan dan pemberian restu sebuah acara seperti Maulid Nabi. Dan di bagian tengah Keraton juga terdapat kompleks bangunan bangunan bernama Siti Hinggil,” papar Harun pada Ayana. Sedangkan Ayana melihat-lihat segala bentuk-bentuk peninggalan yang ada di sekitarnya.

Sesekali Ayana melihat keseriusan wajah Harun yang sedang menjelaskan kepadanya. “Kok kamu tau?”

“Kemarin search di Google sebelum ajak kamu ke sini.”

“Niat banget Bang, hehehe.”

“Iya dong. Apa sih yang enggak buat eneng?” goda Harun. Sedangkan Ayana sudah tertawa mendengar gombalan receh dari mulut Harun.

“Pinter ya berarti kamu sekarang, hahaha,” ejek Ayana pada Harun.

“Eh, gini-gini aku pinter ya, nilai UN-ku bahasa indonesia waktu MA aja 90,” sombong Harun.

“Tapi matematikanya 20,” cibir Ayana.

“Daripada kamu, lulusan Corona nggak dapet nilai UN. Ck, kasian!” ledek Harun balik sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Yang penting nggak mikir dan kepala puyeng dan bikin bahagia mah aku oke-oke aja, hehehe.”

“Nggak ada UN, tapi ikut tes kedinasan. Ya, K-A-P-O-K! hahaha.”

“Serah deh, serah.”

“Eh iya. Kemarin search banyak nggak?” lanjut Ayana.

“Lumayan sih. Kenapa emang?”

“Masih inget?”

“Nggak terlalu.”

“Dasar buyut!”

“Leh, dasar anak kecil!”

“Tua!”

“Kecil!”

Karepmu wes Kak, aku ora ngurusi!”

“Gitu aja ngambek, dasar anak kecil,” goda Harun sambil terkekeh.

Karena merasa bahwa Ayana sedang merajuk padanya, akhirnya Harun semakin mendekati Ayana.

“Dek,” panggil Harun, sedangkan Ayana mencoba untuk pura-pura merajuk pada Harun.

“Dek,”

“Hmm.”

“Kamu udah tua loh,” goda Harun sembari mengikuti langkah Ayana yang semakin lama semakin dekat. Ayana melirik tajam wajah Harun yang sedang cengengesan.

Ayana √Where stories live. Discover now