Makam Sunan Gunung Jati

125 11 0
                                    

Sesuai dengan janji Harun, pagi-pagi sekali dia telah sampai di rumah kediaman milik Dila. Bahkan bisa di bilang hari masih terlalu pagi jika mereka akan jalan-jalan berdua, atau yang biasa di bilang dengan istilah nge-date untuk kalangan para remaja. Jam dinding masih menunjukkan pukul 06.08 waktu setempat. Para wanita yang sedang berada di dapur di kagetkan dengan sebuah ketukan di pintu depan. Resti, anak dari Nanta dengan segera membukakan pintu rumah saat di perintahkan oleh ibunya.

Tak biasa mendapatkan tamu di waktu sepagi ini, membuat semua orang yang berada di dalam rumah menjadi kebingungan sendiri. Bahkan laki-laki yang berada di dalam rumah-pun juga ikut keluar melihat siapakah gerangan tamu yang berkunjung di rumahnya.

Hampir semua orang rasanya ingin tertawa terbahak, namun mereka tidak terlalu menunjukkannya. Beda lagi dengan Dila yang sudah tertawa terbahak-bahak di dalam dapur saat mengetahui siapa yang telah datang.

Beruntunglah Ayana yang sudah mandi sebelumnya, sehingga dia tidak terlihat jelek walaupun tanpa mandi sebenarnya dia juga sudah cantik. Godaan dari semua orang yang berada di dalam rumah Dila terus menuju pada Harun serta Ayana.

"Widih, pak desainer grafis udah apel aja pagi-pagi, hahaha," goda Adam. Sedangkan Harun hanya menggaruk tengkuknya sembari memasang senyum terpaksanya akibat malu.

"Aku kira tadi udah jam tujuh. Makannya aku buru-buru ke sini," celetuk Harun membela dirinya sendiri.

"Jam tujuh kurang satu jam iya Run. Orang langit aja juga masih agak gelap gini."

"Yah, anggep aja kalau hari ini aku lagi semangat, jadinya datang tepat waktu."

"Datang sebelum waktunya iya!"

"Ya nggak papa lah. Biar nanti PDKT-nya juga bisa lama."

"Modusmu sa ae Bang, hahaha."

"Hahaha." Beda Harun, beda juga dengan Ayana. Jika Harun hanya di goda oleh Adam, maka Ayana di goda oleh seluruh orang yang berada di dapur. Baik itu dari Susi---Ibu Dila, Nanta, maupun dari Dila sendiri.

Beruntungnya Ayana yang mendapati keluarga seperti keluarga Dila. Mereka sangatlah ramah kepada Ayana walaupun Ayana hampir membuat rusak acara pernikahan Dila tanpa di sengaja.

Sikap Ayana yang mudah bergaul pada orang yang lebih tua menjadi nilai plus untuknya. Ayana merupakan anak yang bisa di bilang introvert jika bergaul dengan anak sebayanya, namun bisa menjadi ekstrovert jika berbaur dengan orang yang lebih tua ataupun lebih muda, namun itu berlaku kepada perempuan saja. Sedangkan untuk kaum adam, Ayana sangatlah sulit untuk berbicara.

Setelah acara memasak selesai, akhirnya mereka makan bersama. Harun juga ikut makan bersama, walaupun sebelumnya dia menolak karena merasa tidak enak karena ikut makan bersama dengan keluarga Dila.

Setelah acara makan selesai, Ayana membantu Dila untuk membereskan alat makan yang tadi mereka pergunakan. Tak butuh waktu lama untuk membereskan alat makan mereka. Dengan segera, Ayana masuk ke dalam kamar yang telah di tempatinya beberapa hari terakhir ini. Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk Ayana siap-siap. Baik itu dari pakaian maupun alat make up yang hanya berupa bedak, minyak baju serta lip balm. Di rasa semua telah siap, Ayana melangkahkan kakinya menuju ruang tamu, di mana Harun telah menunggunya sejak tadi.

"Isun budhal Dam, Dil," pamit Harun saat melihat Ayana keluar dari kamarnya.

"Ati-ati."

"Siap," jawab Harun sembari terkekeh.

"Aku berangkat Kak, do'ain bisa kasih kabar baik nanti," bisik Ayana kepada Dila yang kemudian di jawab dengan acungan jempol kanannya.

"Assalamualaikum," pamit Ayana dan Harun secara bersamaan sebelum berangkat menuju ke tujuan pertama mereka.

"Wa'alikumussalam," jawab Dila dan Adam secara kompak.

"Nggak pingin jalan-jalan kayak mereka?" tawar Adam kepada Dila saat melihat motor yang di kendarai oleh Harun sudah pergi meninggalkan halaman rumah Dila.

Dila menoleh ke asal suara. "Emang kamu bisa?"

"Apasih yang enggak buat istri?" goda Adam menaikkan kedua alisnya sekali.

"Ayok!" ajak Dila sembari menggeret Adam semangat hingga memasuki rumah mereka. Sedangkan Adam tersenyum tipis melihat semangat yang membara dari Dila akibat di ajak jalan-jalan olehnya.

Makam Sunan Gunung Jati berada di sebuah kompleks pemakaman yang terletak di atas lahan seluas lima hektare. Makam dibagi menjadi dua kompleks makam. Kompleks utama adalah kompleks tempat makam Sunan Gunung Jati berada, yaitu di Gunung Sembung, yang memuat sekitar 500 makam.

Di lokasi ini, terdapat juga makam istri Sunan Gunung Jati, yaitu Putri Ong Tien Nio atau biasa disebut Nyi Ratu Rara Semanding yang berasal dari negeri China. Putri Ong Tien Nio merupakan puteri Kaisar Hong Gie dari Dinasti Ming. Jadi tidak heran jika begitu banyak keramik yang menghiasi kompleks pemakaman ini.

Butuh waktu sekitar dua puluh lima menit dari rumah Dila menuju ke Makam Sunan Gunung Jati. Sesampainya di sana, mereka langsung melepas alas kaki yang mereka gunakan, dan menaruhnya di dalam kresek hitam yang mereka beli sebelum masuk ke kawasan makam salah satu sunan walisongo tersebut.

Untuk menuju ke makam Sunan Gunung Jati, Ayana dan Harun harus melintasi tangga yang panjang dan berliku dengan dipenuhi ratusan kuburan. Setiap halaman terdapat kuburan lengkap dengan bangunan-bangunan kecil dari kayu. Meski merasa kelelahan akibat dari jarangnya Ayana berolah raga, namun Ayana tetap memaksakan kakinya untuk melangkah di mana makam Sunan Gunung Jati tersebut berada.

Makam Sang Sunan terletak di tingkat sembilan dengan sembilan pintu gerbang. Kesembilan pintu gerbang itu memiliki nama masing-masing, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararog, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan Pintu Teratai yaitu pintu untuk menuju ke area makam Sunan Gunung Jati.

"Capek?" tanya Harun saat mereka duduk di salah satu pendopo setelah melakukan do'a bersama dengan salah satu rombongan, dengan sebelumnya mereka meminta izin terlebih dahulu untuk ikut bergabung.

"Lumayan," gumam Ayana setelah menghabiskan air yang berada di dalam mulutnya.

"Habis ini mau kemana lagi?" lanjutnya.

"Kamu maunya kemana?"

"Ngikut kakak aja."

"Ya udah yuk, keburu nanti tambah panas." Ayana menganggukkan kepalanya dan tersenyum.

Setelah mengambil motor dari parkiran, Harun langsung mengendarai motornya bersama Ayana menuju destinasi wilayah yang akan mereka jelajahi selanjutnya. Meski merasa lelah, senyum di antara keduanya tak pernah luntur sedikitpun. Rasa bahagia bersama dengan sang pujaan hati merasa semuanya terasa sangat ringan.

-----o0o-----

Senyum, senyum dan senyum. Bahagia senyum. Terpurukpun juga senyum. Tunjukkan kepada dunia bahwa kamu mampu tersenyum melewati segala ujian yang Tuhan berikan kepadamu.

-----o0o-----

Ayana √Where stories live. Discover now