bagian sembilan

1.2K 222 1.1K
                                    


Dapat bermain tenang dengan kucing kesayangan di dalam kamar adalah suatu hal yang begitu Shana syukuri saat ini. Moment ini langka, sulit untuk ia lakukan. Rasa damai ketika menyentuh bulu halus berwarna abu-abu itu membuat perasaan tenang. Tatapan teduh dari binatang di pangkuannya itu membuat hatinya merasa dimengerti, diberi semangat untuk tetap tersenyum menjalani kehidupan. Seakan kucing yang bukan manusia sepertinya itu paham akan kerasnya kehidupan bagi manusia sepertinya.

"Shana... Dishana!!" Teriakan dari luar itu membuat Shana menghela nafas lelah. Panggilan yang membuat ketenangan yang sempat hinggap itu hilang seketika.

"Bul, gue di panggil tuh," Ucap Shana kepada Kucing dipangkuannya. Perlahan kucing itu ia turunkan, lalu diletakkannya ke atas kasur tempat tidurnya.

"Lo diam-diam di kamar aja ya. Awas kalo sampai keluar." Shana menoel kepala si gembul sambil memberikan nasehat. Membuat kucing itu mendesul-desul tangannya minta di elus. Jari-jari itu mengelus lembut kepala si gembul dengan penuh sayang. "Meonggg.."

"Shann... Shana dengar Mama nggak?" Kini suara itu terdengar lebih keras dan penuh tekanan. Membuat radar Shana tersadar sepenuhnya bahwa dirinya telah mengabaikan panggilan itu.

"Iyaaa Ma, sebentar. Shana denger, kok." Shana berdiri dengan tergesa.

Dengan sigap ia berjalan ke pintu, sebelum badan itu keluar dari pintu sepenuhnya ia berbalik menatap si gembul kembali.

"Dadah bul, inget, di dalem aja awas sampe luar." Ancam Shana.

Kali ini mukanya tampak lebih serius. Perasaan dihatinya pun sedikit was-was takut hewan kesayangannya itu bertingkah keluar dari tempat yang memang seharusnya tidak terpijaki oleh hewan itu. Si gembul abu- abu yang di beri ancaman menunduk patuh, ia berjalan ke atas ranjang Shana lalu berguling merebahkan tubuh gembulnya.

••

Shana berjalan menuju ruang keluarga menemui sang Mama.
Nampak sang Mama sedang tiduran di karpet bulu fokus menonton telivisi, terlihat juga remaja lelaki yang umurnya tidak jauh beda dari Shana duduk di sofa dekat karpet. Terlihat seperti keluarga yang sangat harmonis, ibu dan anak yang sangat kompak. Harmonis jika tidak ada Shana didalamnya. Batin Shana berbicara, membuat sakit hati akan tindakannya sendiri.

"Kalo di panggil itu ya didengerin. Langsung hampiri yang manggil, nggak sopan kayak gitu."  Wanita yang semula sedang tiduran didepan televisi itu kini mendudukkan tubuhnya. Tidak lupa nasehat singkat ia ucapkan.

Shana hanya menyengir mengingat kelakuannya tadi yang malah mengajak embul mengobrol bukannya langsung menjawab. Memang ini salahnya.

"Sana kamu ke depan gang sebentar, beli bubur atau nasi uduk untuk sarapan," Titah Mama memberi perintah. Yang kini kembali mengubah posisi berganti menjadi duduk datas sofa samping remaja lelaki itu.

"Asha kamu mau nasi uduk atau bubur, nak?" Tanyanya berganti dengan suara yang lembut.

Tidak ada lagi intonasi keras seperti yang ia layangkan kepada shana. Lelaki yang di panggil Asha mengalihkan pandangan dari telivisi yang menampilkan berita pagi itu kearah sang Mama sebentar.

"Bubur," singkatnya.

Seolah hal itu biasa dan tidak ada yang salah dari sikap lelaki itu, wanita yang Shana panggil mama itu tidak protes sedikitpun.

"Tapi jam segini, bubur di depan biasa udah nggak ada, ma." Shana berusaha mengingatkan mamanya akan fakta itu.

Seingat Shana kang bubur hanya akan berhenti didepan gang rumahnya sekitar 30 menitan, dimana selanjutnya ia akan melanjutkan keliling ketempat lain. Hal itu sudah dilakukan kang bubur itu rutin sejak dulu, apa iya Mamanya lupa.

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang