bagian empat

1.6K 233 216
                                    


Shana menyusuri lorong selasar yang menghubungkan gedung satu dengan lainnya, dengan tujuan menuju aula. Mengingat acara kampus expo yang mereka telah tunggu-tunggu akan segera mulai. Jalannya sedikit tergesa, selain dirinya kurang suka dengan keramaian seperti ini. Dirinya pun ingin segera sampai tujuan, mencari tempat duduk yang nyaman dan strategis. Semoga saja kedua sahabatnya itu telah menyiapkan tempat duduk untuknya.

Berbicara tentang kedua sahabatnya itu Shana ingin memaki dirinya sendiri, bagaimana bisa dengan tololnya salah menduga panggilan itu, ditambah lagi perutnya mulas ingin buang air kecil, terpaksa dirinya putar balik terlebih dahulu menuju toilet.

"Gilaa, rame banget," Keluh Shana ketika mendekati aula. Rasanya paniknya mulai menyergap melihat ramainya kerumunan yang berdesakan ingin memasuki aula tersebut.

"Buruan Shana. Ayo lebih cepat." Dirinya berusaha meyakinkan diri sendiri agar bisa cepat sampai tujuan. langkahnya ia percepat bahkan terlihat sedikit berlari. Pandangannya fokus kedepan, menghitung jarak yang terhitung sekitar tidak cukup 50 meter lagi menuju aula.

Kaki yang sedang melangkah itu nampaknya salah menempatkan posisi. Siring besar untuk aliran air agar tidak menimbulkan genangan ketika hujan, yang menghubungkan kelas ips 3 dengan ruang UKS disampingnya tak terlihat olehnya. Bukankah kaki telah diciptakan sepaket dengan mata, yaitu mata kaki? mengapa bisa  siring sebesar itu tidak terlihat olehnya.

"Auhhhhh," Desis Shana terkejut.

Menatap kebawah, dimana dengan naas sebelah kakinya tersakut diantara pembatas besi itu. Salahkan saja mengapa siring diberi jaring-jaring besi, namun besarnya hampir bisa dimasukkan oleh kaki. Mengapa tidak dikecilkan, jika kaki menjadi korban seperti ini siapa yang harus disalahkan, sekarang?

Ia menatap nanar posisinya yang sungguh tidak ada anggunnya. Kaki sebelah terjepit, badan terkapar dengan dramatisnya. ahh iya! jangan lupakan banyaknya pasang mata yang melihat dirinya saat ini. Shana ingin menghilang. Tubuhnya sedikit gemetar menahan rasa ntahlah, itu rasa malu, atau sakit. Atau bahkan, sebenarnya itu rasa takut yang kembali menghantuinya.

Dirinya menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak siswa yang sedang beramai-ramai menuju aula, bahkan para alumni yang konon katanya akan memberikan materi, mendemokan kampus mereka masing-masing itu pun sudah siap menuju aula. Posisinya aula yang sedikit lebih kebawah dengan menuruni 3 undakan tangga. Mau tidak mau membuat semua orang didepan aula, terlihat seperti sedang menonton konser posisinya saat ini, seperti diatas panggung dengan ratusan penonton. Haruskah Shana sekalian mengambil microphone lalu mengeluarkan suara emas untuk menghibur para penggemarnya itu? ah sudahlah abaikan pikiran  liar itu.

Kini yang harus kita fokuskan adalah seorang lelaki yang menggunakan almamater merah, dimana terlihat dengan gentle nya berjalan putar balik dari posisi awalnya yang berada didekat aula kini berjalan menaiki undakan tangga menuju posisi Shana saat ini. Pandangannya terlihat seperti mengejek, berusaha keras menahan tawa dengan keadaan mengenaskan Shana saat ini. Shana rasa pun, semua orang pun akan menampilkan raut yang sama melihat keadaannya. Apakah ini bentuk karma Shana yang suka menertawakan temannya ketika terjatuh.

"Lo jatuh?" Shana melongokkan kepalanya, matanya sedikit melotot. Apakah dirinya tidak salah mendengar. Pertanyaan macam apa yang lelaki itu lontarkan. Tidak bisa lihat sendiri kah? Memang Shana saat ini sedang bernyanyi?

Apalagi kini posisi mereka saling berhadapan. Lelaki itu berdiri tegap di depan Shana. Seperti pangeran yang akan menyelamatkan sang putrinya. Oke! Pikiran Shana kini sudah mulai tidak karuan. Ditambah lagi suara siulan menggoda orang-orang yang melihat adegan mereka. Kali ini Shana rasa bukan konser menyanyi yang Shana tampilkan, Lebih ke drama murahan.

DishanaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant