6. Emergency

13.9K 1K 4
                                    

🌚
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Linka sengaja menyempatkan diri untuk pergi ke apotek dekat sekolahnya sekalian hendak berangkat sekolah selagi ingat. Jika menunggu waktu hingga pulang sekolah, cewek itu tak yakin ia bakal ingat atau tidak nantinya. Sekalian membeli Paracetamol untuk persediaan bila Bunda membutuhkan.

Di depan seberang jalan, terlihat Jenny yang baru turun dari motor abang-abang grab sedang merapikan rambutnya. Cewek itu rupanya sadar sedang diperhatikan, Jenny langsung menoleh kearah Linka berdiri. Lalu dengan bar-bar berteriak.

"LO NGAPAIN?!"

Linka mengangkat kresek berisi obat yang baru ia beli ke udara, kemudian berjalan untuk menyebrangi jalan raya dan menghampiri Jenny yang masih menunggunya.

"Siapa yang sakit?" Jenny bertanya begitu Linka sampai di hadapannya.

Kedua cewek itu kemudian berjalan beriringan menuju kelas.

"Buat anak-anak panti, sekalian nyetok."

Jenny mengangguk, lalu melotot sempurna saat dua orang melewati mereka sambil bermesraan di tengah hiruk-pikuk para siswa.

"Gilang sama Lia tuh. Makin mesra aja." Jenny mencibir, wajahnya menghadap pada Linka yang hanya menatap punggung kedua manusia itu dalam diam. Meskipun begitu, mata Jenny sibuk memperhatikan keduannya dengan tatapan sinis dan mulut yang siap dengan segudang kalimat hujatan yang tentunya diperuntukkan untuk Gilang dan Lia. "Bener-bener nggak tau malu itu cowok."

"Udah, Jen. Biarin."

"Lo mah ... nggak usah ditutupin napa? Gue tau lo pasti kesel 'kan?"

Linka menghela napas sesaat. "Kesel lah, tapi mau gimana lagi kalo dia bukan takdir gue?"

"Y–ya ... iya sih, tapi sebagai manusia biasa lo pasti pernah ngomong macem-macem 'kan, buat mereka?"

"Pernah!"

"Ngomong apa lo?"

"Mereka putus, gue jamin. Dan dimasa depan nanti, Gilang bakal ngejar-ngejar gue. Ngajak gue nikah, sampe deketin anak gue."

Jenny menyenggol tubuh Linka yang lebih kecil dari tubuhnya, sampai membuat cewek itu terhuyung, namun batal jatuh saat Jenny langsung menarik lengannya. "Drama banget lo!"

"Gue serius, Jen. Kalo lo nggak percaya liat aja!"

"Udah kayak peramal aja lo. Jangan-jangan dua hari libur, lo ke Gunung Kawi lagi buat minta ajian Semar mesem?"

"Nggak usah ngadi-ngadi ..."

"Ihhh siapa tau aja kan, saking cemburunya sampe milih jalan sesat. Dosa lo!"

Linka tak menyahut, keduanya kemudian melanjutkan perjalanan. Tau-tau sudah berada di dalam kelas, Jenny langsung melempar tas ranselnya ke arah Arif yang tengah duduk di atas mejanya.

"Minggir nggak lo?!"

Arif mengaduh begitu tas ransel Jenny yang berisi buku-buku tebal itu tepat mengenai punggungnya. Cowok itu melotot, lalu mengambil tas Jenny yang tergeletak di lantai. Berpura-pura hendak membalas sang pemilik namun nyatanya tangan cowok itu tetap tertahan di udara begitu Jenny mengangkat kedua tangannya untuk melindungi kepala.

"Takut kan lo!" ledek cowok itu, lantas meletakkan tas Jenny di atas meja yang tadi didudukinya. Arif kemudian mundur, dan memilih duduk di bangkunya sendiri hanya untuk mengatakan. "Jenny galak, jangan ditemenin!"

Linka baru saja hendak menenangkan cewek itu, namun nyatanya Jenny sudah terlanjur kebakaran jenggot. "Ngomong apa, lo?!"

Arif membalas dengan menjulurkan lidahnya. Berbanding terbalik dengan badannya yang kekar mirip binaragawan, jauh di dalam lubuk hatinya, Arif hanyalah seorang cowok julid yang hobinya adu mulut dengan cewek-cewek sefrekuensinya.

Finding Daddy (END)Where stories live. Discover now