Healer 1

1.7K 85 9
                                    

Selamat membaca!

Angin berhembus cukup kencang, menggoyang pepohonan kala senja di San Francisco membawa serta dedaunan tua beterbangan di udara hingga jatuh ke bumi. Orang-orang berjalan cepat menuju rumah mereka masing-masing karena udara yang semakin lama semakin sejuk, sinar mentari yang hanya mengintip dari balik awan tak mampu memberi kehangatan bagi mereka di sana.

Selesai acara, Vio dan kedua orang tuanya langsung bergegas untuk pergi ke sebuah restaurant mewah yang sudah dipesan oleh papanya. Pria yang sudah banyak di tumbuhi rambut putih di kepala itu ingin merayakan keberhasilan puterinya yang telah sukses merancang acara fashion show ketiganya di Amerika. Bahkan baju-baju rancangan Vio banyak yang menyukai hingga langsung dibeli oleh beberapa orang-orang berpengaruh di sana setelah acara selesai.

Vio sudah tampil cantik di balik jubah hangatnya. Wanita itu memakai gaun berbahan dada rendah yang memiliki tali di sepasang sisinya, tali itu kemudian diikat menyilang di lehernya. Rambutnya pun sudah ditata dengan gaya messy bun. Ini makan malam spesial kata papanya, jadi harus tampil maksimal.

Yang ingin ditraktir sudah siap untuk pergi, namun yang ingin mentraktir malah jajan dulu di pinggir jalan.

Vio memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang membeli tacos di sekitar gedung tempat diadakannya fashion show tadi.

Melihat dua orang yang disayanginya gandengan tangan begitu mesra--walaupun usia pernikahan sudah mencapai puluhan tahun--menghadirkan senyum indah di bibirnya tanpa dapat ia komando. Betapa bersyukurnya ia menjadi anak Abraham dan Berlian, orang tua yang sangat menyayanginya, selalu men-support dan menjadi orang pertama yang berdiri di hadapannya ketika ia mempunyai masalah.

"Udah beli tacosnya?" Tanya Vio ketika orang tuanya sudah berdiri di hadapannya.

"Udah. Kamu beneran ngga mau, nih?" Tanya sang papa dengan raut muka menggoda sambil menggoyang-goyangkan tacos itu di depan wajah Vio.

"Ngga, ah! Nanti kolesterol." Katanya dengan bibir mencebik.

Perempuan itu lalu mengadahkan tangan ke papanya "Mana sini kunci mobil? Biar aku yang nyetir"

"Jangan, papa aja!"

"Tapi kan papa mau makan itu. Tadi bilangnya mau ganjel perut biar ngga kelaperan pas nungguin makanan malam nanti"

Ah! Anaknya benar juga. Abraham merogoh kantong celana dengan tangannya yang bebas untuk mengambil kunci mobil.

"Nih! Awas, nyetirnya hati-hati!"

Vio menatap tak percaya kepada kedua orang tuanya ketika mereka sudah di dalam mobil. Dia duduk di kursi kemudi sementara orang tuanya duduk di belakang. Memangnya dia supir! "Baiklah, tuan dan nyonya bisa kita berangkat sekarang?" Tanyanya sarkas.

"Sebentar, belum pakai sabuk"

"Dah, yok!" Ucap papanya setelah ia berhasil memasang sabuk pengamannya.

Huh! Vio benar-benar dijadikan supir oleh kedua orang tuanya.

💜💜💜

Matahari sudah berpulang ke singgasananya, berganti dengan gelap yang mulai merambat menghiasi langit bertabur bintang.

Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, Vio dan orang tuanya sampai di tempat yang mereka tuju. Restoran seafood yang berada di pinggir teluk San Francisco. Mereka duduk di samping kaca, di bawah lampu gantung yang menguarkan warna keemasan, menampilkan kesan mewah juga elegan.

Vio melarikan pandangannya keluar kaca, memperhatikan view yang disuguhkan oleh restoran ini. Pendar lampu dari gedung sekitar restoran yang memantul indah di teluk San Francisco, juga cahaya mobil yang seakan tak pernah berhenti berlalu-lalang di atas jembatan iconic Golden Gate, entah mengapa membuat pikirannya tenang.

HealerKde žijí příběhy. Začni objevovat