Healer 4

723 56 9
                                    

Selamat membaca!

Dulu saat di tanya cita-citanya ingin menjadi apa, Vio akan jawab menjadi penyanyi. Dia suka musik, bukan hanya untuk di nikmati tapi juga untuk di nyanyikan, Vio bahkan pernah les piano karena saking sukanya dia dengan musik.

Menurutnya musik itu menyenangkan dan juga keren karena bisa mempengaruhi perasaan seseorang. Bayangkan, yang tadinya seseorang merasa sedih, ketika dia mendengarkan lagu yang mempunyai happy vibes, orang itu akan merasa lebih baik dan tidak sedih lagi. Atau mungkin sebaliknya. Dan dengan bernyanyi dia merasa bahagia.

Melihat anaknya bahagia, orang tuanya pun bahagia, tetapi jika dikatakan setuju, sejak awal orang tuanya tidak pernah setuju jika anak mereka menjadi penyanyi, lebih tepatnya papanya yang paling menentang.

Abraham menginginkan agar puterinya menjadi penerus dari bisnis keluarga yang di bangun oleh kakeknya, yaitu hotel. Seperti sepupu-sepupu Vio yang meneruskan jalan papinya, Gerald--kakak Abraham--Tapi, nampaknya putrinya itu memang tidak tertarik untuk bekerja di hotel dan melanjutkan posisinya sebagai Executive Asst. Manager dan menjadi pemegang saham terbesar kedua setelah Gerald. Selain itu, papanya tidak setuju kalau Vio menjadi penyanyi, karena menurutnya dunia entertainment itu kejam dan banyak sisi negatifnya.

Karena pada dasarnya Vio memang anak yang penurut, dia akhirnya mengikuti keinginan papanya agar tidak menjadi penyanyi. Untunglah bakatnya tidak hanya di musik tapi juga di gambar, bakat itu dia temukan saat duduk di bangku SMA dan ketika papanya mengungkapkan larangannya itu, Vio memutuskan untuk menjadi seorang designer saja. Akhirnya Vio belajar banyak hal tentang bagaimana menjadi seorang designer, dia bahkan sampai bersekolah di luar negeri demi menggapai cita-citanya.

Sekarang cita-citanya sudah tercapai, dia sudah menjadi seorang designer yang cukup terkenal, mempunyai butik sendiri dan juga karyawan yang rajin serta setia padanya. Orang tuanya pun merasa bangga padanya, mereka bahagia karena anaknya bisa menjadi orang yang berguna dengan menciptakan lowongan pekerjaan bagi banyak orang. Karena sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bisa bermanfaat bagi orang lain.

"Bu bos, sorry ganggu" Sasha tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu, asistennya ini memang kadang-kadang suka serampangan, tapi Vio tidak marah karena dia memang mengatakan pada semua karyawannya untuk bersikap akrab padanya, bukan hanya sebagai atasan dan bawahan, melainkan sebagai teman. Walaupun begitu, sikap mereka juga tidak pernah melanggar batas, karena mereka paham bagaimanapun Vio adalah bos mereka.

"Ngga ganggu kok, Sha, kenapa?" Ucap Vio mengalihkan tatapannya dari tablet yang sedang ia pegang.

"Si dia dateng lagi, tuh!"

"Hah, dia siapa?" Alis Vio mengernyit dalam.

"Itu si cogan! Heran, padahal bu bos sikapnya b aja ke dia, tapi kenapa tuh cogan tetep mepetin ibu terus, sih?"

"Ya mana saya tau, Sha"

"Mending buat saya aja ya, bu? Dari pada ama bu bos di gantungin terus"

Vio melotot mendengar omongan Sasha yang mulutnya sering nyerocos tanpa batas. "Saya ngga pernah gantungin anak orang, Sha. Lagian kalau kamu mau, yaudah tinggal ambil aja!"

Sasha yang mendengar itu langsung berbinar senang. "Seriusan bu bos?"

"Ya, itu pun kalau dia nya mau"

Vio tertawa dengan celetukannya sendiri, berbeda dengan Sasha yang langsung cemberut. Wanita itu pun keluar untuk menemui si dia dan meninggalkan Sasha yang bibirnya maju sampai 5 centi.

"Hai!"

"Hai! Ada apa ke sini?"

"Mau ngajakin kamu makan siang, sibuk banget ngga hari ini?"

HealerWhere stories live. Discover now