9. Perbincangan

158 12 0
                                    

Mulai hari itu, aku mencintaimu. Karena kamu adalah bukti yang Tuhan berikan kepadaku.
—Sylvia Ivy Vianly.

***

Hari ini adalah hari yang paling menyenangkan bagi Ivy. Ia sudah berganti status mulai pagi ini. Ia telah kehilangan pacarnya, karena Raka sudah menjadi tunangannya. Senang sekali, satu rasa yang terus membuncah di hati Ivy. Gadis itu tak henti-hentinya mengucapkan syukur atas semua yang Tuhan takdirkan padanya.

Seperti biasa, Ivy yang selalu telat bangun dan tidak pernah absen dari yang namanya insomnia baru saja selesai mengerjapkan mata, ia langsung bangkit dari tempat tidur dan melipat selimut yang baru saja ia gunakan untuk menyelimuti tubuhnya selama semalaman. Terduduk sambil termenung di pinggir ranjang lalu meraih gelas di nakas dan menegaknya hingga tuntas.

Satu bahasan yang sedari tadi ia pikirkan adalah hidup sehat. Mulai kemarin ia sudah resmi menjadi dokter, ia sudah melakukan sumpah dokter, ia sudah menyelesaikan studinya. Ia juga sudah berpengalaman menjadi dokter muda saat koas. Seharusnya sebagai dokter ia pun harus hidup sehat, bukan?

Memakan makanan yang bergizi, tidur tepat waktu dan tidak insomnia, minum air putih yang banyak, setelah itu olahraga yang cukup juga. Namun apa yang saat ini Ivy lakukan? Ia jauh lebih pantas dijuluki beban keluarga daripada lulusan fakultas kedokteran yang sudah resmi menjadi dokter.

Makanan yang Ivy makan selalu saja makanan instan, tidak ada sayuran hijau satupun. Bahkan Ivy sampai lupa kapan terakhir kali ia merasakan rasa sayuran. Seharusnya Ivy juga tidur tepat waktu, pukul sembilan malam adalah waktu yang sangat efektif untuk mengistirahatkan tubuh setelah sepanjang hari melakukan banyak pekerjaan, bukan menonton film terlebih dahulu sampai pagi baru ketiduran dalam keadaan laptop serta televisi menyala.

Minum air putih kalau ingat, kalau tidak ya tidak minum sama sekali. Dehidrasi hingga bibir pecah-pecah selalu menjadi hal yang biasa dalam kehidupan Ivy. Olahraga? Oh ayolah, jangan ditanya lagi. Ivy lupa kapan terakhir kali ia olahraga, mengurus banyak hal untuk menyelesaikan studinya membuat gadis itu tidak mempunyai waktu luang.

Secara tiba-tiba pintu di kamar Ivy terbuka, membuat gadis dengan piama kuning cerah itu menatap ke arah sana. Ia terkekeh pelan walaupun hatinya terkejut bukan main melihat siapa yang datang. "Sepagi ini?" tanya Ivy kepada orang tersebut.

"Udah kangen sama tunangan aku soalnya," balas Raka dengan penuh senyuman. Benar, itu adalah Raka. Raka datang sepagi ini ke rumah Ivy, bahkan memasuki kamar Ivy. Pria tampan itu sudah siap dengan gayanya yang kasual, hanya mengenakan kaos hitam dilapisi jaket jeans.

"Ada keluarga aku juga di bawah," ucap Raka membuat Ivy mendelik tajam. Kalau begini ceritanya, citra Ivy sebagai calon menantu rusak sudah. Pasti Vanya mengatakan kalau Ivy belum bangun dan keluarga Raka langsung menganggap Ivy pemalas. Ya, itu adalah sebuah kepastian.

"Kamu kenapa gak bilang sama aku coba? Kalau kayak gini kan aku disangka pemalas sama keluarga kamu. Anak gadis tapi jam sepuluh pagi belum bangun," protes Ivy tak terima. Ia langsung melangkahkan kakinya ke kamar mandi, mungkin berendam di pagi hari dapat membuat gadis itu sedikit lebih tenang sebelum menghampiri mertua.

"Tenang aja, keluarga aku udah tau semuanya tentang kamu. Gimanapun kamu, mereka akan tetap menerima. Cepat mandi, Sayang. Aku tunggu di bawah, ya."

***

Ivy sudah turun dengan hoodie berwarna lilac yang menempel pas di tubuhnya. Gadis itu menghampiri kerumunan yang ada di ruang tamu. Memang betul, terlihat keluarga Raka di sana. Ada ayahnya Raka, ibunya, serta kakeknya.

Kedatangan Ivy disambut dengan sangat baik oleh semua orang. Ivy langsung menyalami mereka semua serta tersenyum riang. Ingat, Ivy sudah dekat dengan keluarga Raka. Sembilan tahun merupakan waktu yang cukup lama, bukan?

"Pagi, Tante! Pagi, Om! Pagi, Kakek!" sapa Ivy dengan langkah yang terhenti dan menundukkan badannya, tanda menghormati mereka semua.

"Pagi, Vy!" sapa balik mereka semua dengan kompak. Ivy pun langsung duduk di sebelah Raka dan menempel pada tubuh pria itu. Tentu saja aroma maskulin langsung menyeruak dari tubuh kekasihnya.

"Jadi sesuai pembahasan kita tadi, Ka. Kami sekeluarga mau bahas mengenai pertunangan, karena kedua cucu kita sudah menjalani hubungan sembilan tahun lamanya, terus juga sudah tunangan semalam, ada baiknya kita langsung membahas mengenai pernikahan, bukan?" Darendra — kakek Raka mendahului, niat keluarga Raka ke sini memang demikian, membahas pernikahan yang sudah cucunya nantikan.

"Adi juga selaku ayahnya Raka mau membahas hal yang membahagiakan ini. Tapi balik lagi ke Raka dan Ivy, apakah mereka sudah siap atau belum," timpal Adi — ayah Raka dengan tegasnya.

Sorot mata semua orang yang ada di ruang tamu langsung mengarah ke Raka dan Ivy. Seolah bertanya bagaimana jawaban keduanya. Toh, yang mau menikah mereka berdua, jadi harus ada jawaban dari mereka, kan?

"Kalau Raka siap banget. Raka udah nungguin dari lama malah," jawab pria tampan itu dengan jujur. Jawabannya membuat semua orang yang ada di ruang tamu jadi terkekeh geli. Memang kalau bucin akan terus kelewat bucin, ya.

"Kamu gimana, Sayang? Udah siap atau belum?" tanya Vero pada putrinya. Keheningan yang ditampilkan oleh Ivy tentu saja sangat mengusik Vero, ia takut ada suatu hal yang terjadi pada putrinya.

Ivy memilin ujung hoodie yang ia kenakan. Ia gugup sebenarnya, padahal jawabannya sudah kuat sekali. "Emm, Ivy siap, Pah." Akhirnya, setelah mengumpulkan banyak keberanian Ivy mengucapkan hal demikian. Senyuman dari semua pasang mata langsung dapat Ivy lihat.

"Tapi ada yang mau Ivy omongin." Perkataan Ivy selanjutnya membuat semua orang menatap gadis itu lekat. "Ivy mau pernikahan gak terjadi di Semarang," lanjutnya dengan lantang.

"Mau di mana emang?" tanya Raka lembut. "Apapun yang kamu mau, pasti akan aku turuti," tambahnya.

Sebenarnya Ivy rada khawatir, apakah permintaannya disetujui atau tidak. Ia sedikit menyinggung pihak keluarga untuk membahas masa lalu, namun hatinya memang menginginkan hal demikian. Bukan karena siapapun, tapi karena impiannya sejak dahulu.

Sorot mata Ivy yang semulanya menunduk kini kembali menatap ke semua orang. Ia tersenyum manis sebelum mengucapkan hal yang mungkin akan menghebohkan semuanya. "Ivy lahir di Jakarta, Ivy mempunyai mimpi banyak tentang kota kelahiran itu. Salah satu mimpi Ivy adalah menikah di sana. Walaupun Ivy dan Raka memang kenal di Semarang, tapi Ivy ingin pernikahan berlangsung di sana."

Darka, Vero, serta Vanya langsung melayangkan tatapan tajam ke Ivy. Jakarta membuat mereka kembali mengingat kisah lampau, kisah di mana Ivy menentang dengan keras keputusan keluarga. Kisah di mana mereka harus memindahkan Ivy ke Semarang untuk mendapatkan hidup yang jauh lebih baik, hidup yang jauh lebih tenang.

"As you wish, Raka sama Ivy menikah di Jakarta ya, Kek."

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam untuk kalian semua yang sudah baca part kali ini!

Hayo, permintaan Ivy untuk nikah di Jakarta disetujui gak ya?

See you di part selanjutnya (づ。◕‿‿◕。)づ

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

Dokter VS AkuntanDove le storie prendono vita. Scoprilo ora