7. Dulu Kita Masih Remaja

149 15 3
                                    

Katanya, persahabatan yang melebihi tujuh tahun lamanya akan langgeng sampai tua nanti.
-Ravindra Atmawidjaya Pratama.

***

Ravin menghentikan laju kendaraannya saat berada di depan kafe dengan nuansa yang masih sama seperti sembilan tahun lalu. Bluethetic cafe, kafe yang menjadi saksi bisu atas segalanya. Kafe yang menjadi kebahagiaan di mana Ravin masih bersama dengan Ivy, kafe yang menjadi saksi di mana Ravin galau pasca Ivy yang menghilang begitu saja, sampai drama persahabatan yang sangat menggelikan.

Namun di balik itu semua, kafe tersebut juga kafe kenangan, di mana Ravin menjalani sembilan tahun lamanya berpacaran dengan Bening di sini. Masa-masa SMK-nya dulu hampir seluruhnya ada di sini.

Ravin turun dari mobilnya, ia dengan cepat langsung mengitari mobil tersebut dan membukakan pintu samping, pintu di mana Bening akan turun. Dengan penuh sedia, Ravin langsung menyodorkan tangan, membantu Bening yang turun dari mobil. Pasangan tersebut dengan pelukan di pinggang masing-masing memasuki kafe.

"Hai, Bro! Apa kabar lo, Vin? Alig bener lama gak ketemu makin ganteng aja!" sambut seorang pria dengan kemeja putihnya, lengan kemeja yang digulung selalu membuat Ravin tertawa. Salah satu kebiasaan sahabatnya-Aksa-menggulung lengan kemeja memang.

"Baik, Sa. Lo sendiri gimana? Kerjaan lancar?" tanya balik Ravin pada sahabatnya. Ia langsung berjabat tangan sebagai simbol pertemuan dengan sang sahabat lama, kemudian melirik ke sebelah Aksa, di sana ada seseorang yang sebenarnya sangat tidak ingin Ravin temui, Kayla.

Sembilan tahun tidak mengubah apapun, Kayla tetap sama. Kayla tetap tidak setuju dengan hubungan Ravin dan Bening. Kayla masih mengikuti acara kumpul di antara mereka berempat, namun hanya diam saja. Sebenarnya Ravin sudah sangat geram, tetapi ia menghormati apa yang Aksa lakukan. Untung saja Kayla masih pacaran dengan Aksa, jika tidak, sudah Ravin tendang dari lama di acara kumpul seperti ini.

"Baik-baik, aman semuanya, sih. Oh iya, lo sendiri gimana kabarnya, Ning? Lama gak ketemu makin cantik aja lo!" puji Aksa seolah tak menganggap Kayla ada di sebelahnya.

"Dih, sa ae lo, Bambang! Gue cantik karena bahagia dong," balas Bening dengan jujur. Selama ini ia memang bahagia, bahagia bersama dengan Ravin.

Sembilan tahun ini membuat perubahan yang sangat besar. Mimpi mereka semua terwujud. Aksa, Bening, Ravin menjadi seorang akuntan. Hanya saja perusahaan Aksa berbeda dengan perusahaan di mana Bening dan Ravin bekerja. Mimpi Kayla yang dulunya menjadi dokter pun terwujud, ia berhasil menjadi dokter umum di salah satu rumah sakit ternama.

"Bahagia jabatan naik apa bahagia gegara gaji naik nih? Gak bagi-bagi rezeki itu gak baik loh, Ning. Jadi sekarang lo traktir kita aja ya, anggap aja kayak syukuran kecil-kecil gi-"

"Gak usah minta traktiran segala macem bisa gak sih? Kamu minta traktir ke orang yang aku benci buat apa? Kalau kamu gak bisa bayar makan di sini ya udah, gak usah ajakin aku ke sini. Aku juga masih bisa bayar sendiri. Gak usah ngemis kayak gitu." Ya, benar! Yang barusan meminta traktiran kepada Bening adalah Aksa, dan ucapan Aksa langsung dipotong oleh Kayla.

Kayla muak dengan segalanya. Ia merasa direndahkan jika pacarnya ini meminta-minta, apalagi kepada Bening yang notabenenya adalah musuh bebuyutan Kayla. Ya, Kayla sudah meresmikan itu semua. Ia meresmikan hubungan antaranya dan Bening sebagai musuh bebuyutan setelah Bening bahagia dengan Ravin. Kayla sakit saat kesetiaan Ivy dipermainkan oleh pasangan di hadapannya itu.

"Selama ini gue diem bukan berarti gue suka sama apa yang lo lakuin ya, Kay!" Ravin langsung berdiri diiringi dengan gebrakan meja. Aksi tersebut tentu saja membuat semua atensi pengunjung yang tengah makan mengarah padanya. "Gue masih mau nerima lo ada di sini, kumpul sama kita karena lo pacarnya Aksa. Jujur aja gue enek sama lo. Salah apa sih Bening ke lo sampai harus kayak gini banget?"

Kayla turut berdiri, ia mendecih singkat sebelum akhirnya menatap tajam manik Bening dan Ravin. "Lo masih tanya salah apa perempuan ini?" tanyanya sembari menunjuk ke arah Bening. "Seriusan lo nanya gitu? Bukannya lo cowok pinter ya? Gue gak harus jelasin kalau di dalem persahabatan itu gak ada acara tikung menikung, kan? Pantes gak di saat sahabatnya ada masalah yang mengharuskan untuk pergi, cowoknya malah dipacari sampai sembilan tahun lamanya?"

"Ini semua bukan salah Bening, Kay. Gue sama Ivy belum terlibat hubungan apapun saat itu, gue bebas deket sama siapap-"

"Tapi lo waktu itu ada janji sama Ivy, dan lo gak seharusnya ingkar sama janji itu, Vin! Apalagi dengan keadaan genting, keadaan yang darurat banget, dengan kedok sahabat saling menguatkan tapi ujungnya apa? Bullshit! Ujungnya juga jadian karena ada niat terselub-"

"KAYLA!" Aksa tak bisa tinggal diam, ia langsung menyentak Kayla yang sudah keterlaluan. Ini bukan Kayla yang Aksa sukai. Ini bukan Kayla yang selalu membuat Aksa bahagia. Mau bagaimanapun, Kayla sudah menyakiti hati sahabatnya.

Aksa memajukan langkahnya, mendekati sang kekasih. Ia menatap tajam manik Kayla dan menyorotkan sinar kekecewaan. Aksa sudah lelah melewati sembilan tahun dengan sebuah pilihan seperti ini. Ia dilema antara membela Kayla yang notabenenya adalah kekasihnya atau Bening dan Ravin yang notabenenya adalah sahabatnya.

"Selama ini aku gak pernah angkat suara kalau kamu sama mereka debat, sembilan tahun loh, Kay. Sembilan tahun aku gak angkat suara, aku seolah dilema harus pilih kamu apa sahabat aku. Ini bukan urusan kamu, Kay. Mau Ravin sama siapapun nantinya, itu bukan urusan kamu. Nyatanya Ivy yang pergi tanpa pamit sedikit pun, kan? Sampai sekarang apa Ivy kembali? Enggak, kan? Dia yang ambil keputusan."

Kayla membuang wajahnya, ia langsung berhenti menatap kekasihnya itu, mencerna ucapan kekasihnya membuat Kayla marah besar. Ia merasa tidak salah apapun. Ia ada di jalan yang benar. Bukannya saat itu Ravin dan Ivy memang ada janji untuk saling setia? Namun ujungnya apa? Ravin mengingkari itu semua.

Dengan gesit Kayla langsung meraih sling bag-nya, gadis itu langsung pergi tanpa sepatah kata apapun. Meninggalkan Aksa yang tak berniat mengejarnya sama sekali. Meninggalkan Bening dan Ravin yang tak akan mengujarkan kata maaf padanya juga.

Bening langsung mendekati Ravin, ia mengusap punggung Ravin secara perlahan, berusaha menenangkan pria tersebut. "Kamu jangan gitu dong sama Kayla. Walau bagaimanapun dia juga sahabat aku. Kayla itu orangnya baik banget. Wajar kalau misalnya dia marah ke kita, kan Ivy sahabatnya."

"Ini gak wajar, Ning. Iya tau kalau misalnya Ivy itu sahabatnya dia, tapi Ivy sendiri yang ninggalin kita, kan? Bukan cuma aku, tapi kamu dan dia juga ditinggalkan. Bukan aku yang menyebabkan ketidaksetiaan ini, tapi kepergian Ivy yang buat ini semua kejadian. Kalau aja bukan karena Aksa, gak pernah mau ketemu dia lagi aku."

***

Hai, long time no see haha! Kangen banget sama ini cerita, sampe lumutan lupa sama alur. Anyway, jangan lupa bayar parkir, Bund! Tap bintang, ya!

Bismillah selama puasa update tiap hari, diusahakan, kalau gak bisa maafin yaa.

See you secepatnya!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

Dokter VS AkuntanWhere stories live. Discover now