27

6.6K 654 4
                                    

Leon menggendong Feby sampai ke kamarnya. Di depan kamar Feby sudah menunggu Tama. Ia memandang kedatangan Feby dan Leon dengan heran.

"Kamu kenapa, Dek?" Tama panik melihat keadaan Feby yang seperti menahan sakit.

"Tadi jatuh waktu main ice skating." Feby menjawab dengan takut-takut, sambil melirik ke atas, ke arah wajah Leon yang sedang menggendongnya.

"Sini aku lihat."

"Cuma terkilir sedikit, Mas."

Feby memberi kode untuk Leon agar menurunkan dari gendongan. Ia merasa risih dengan posisi seperti itu di depan Tama. Tapi Leon tak mau menurunkannya.

"Mas tolong bukain pintunya." Feby mengulurkan kunci untuk Tama.

Setelah meletakkan Feby di sofa, Leon pamit pergi ke kamarnya. Tama tak menghiraukannya. Walaupun ia adik Andin, entah mengapa Tama tak menyukainya.

"Dek, kamu kok bisa sampai seperti ini?"

Tama mengamati kaki Feby dan hendak meraih kakinya, secepatnya Feby menghindar.

"Cuma terkilir dikit, Mas. Bentar lagi juga sembuh."

"Tapi kok sampai gendong-gendongan gitu?" sindir Tama.

Feby merasa ada nada cemburu dalam ucapan Tama. Feby segera membuang pikiran ngawurnya, tidak mungkin seperti itu, pikirnya.

"Oh, itu. Mas Leon aja yang lebay, dia maksa mau gendong aku, takutnya kakiku jadi makin sakit kalau dibuat jalan."

Tama tak percaya begitu saja dengan keterangan Feby. Pasti ini hanya akal-akalan Leon untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan, dasar bocah tengil! pikir Tama. Untung saja ia sudah menuggu di sini, kalau tidak pasti sudah terjadi sesuatu, pikir Tama.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tak ada tanda-tanda Tama akan pulang.

"Mas, kamu nggak balik?"

"Gimana aku mau balik? Aku nggak tega ninggalin kamu sendirian dalam keadaan seperti ini."

"Aku nggak papa, Mas. Pulang aja, nggak usah khawatir."

"Malam ini aku nginep sini aja, buat jagain kamu."

"Nggak usah, Mas. Aku nggak papa kok, beneran."

"Jangan cerewet, ayo tidur."

Tama tiba-tiba menggendong Feby. Membuat Feby kaget, refleks ia mengalungkan tangannya di leher Tama. Sehari digendong oleh dua pria tampan merupakan prestasi baginya. Tak terasa wajahnya bersemu merah.

"Dek, kamu kenapa? Kok bengong?"

"Eh, enggak papa."

"Ya udah, tidur."

Tama keluar dari kamar, Feby menarik nafas lega. Ia berusaha menormalkan pernapasannya.

Ini benar-benar gila. Mengapa akhir-akhir ini ia memiliki perasaan yang lain kepada abangnya? Seperti perasaan seorang perempuan kepada pria yang disukainya.

Ini tidak benar. Ia merasa sangat berdosa jika memiliki perasaan seperti ini. Ia tak boleh meneruskannya. Mulai sekarang ia harus menghindari Tama.

***

Feby terbangun setelah mencium bau masakan dari dapur. Ia berusaha menggerakkan kakinya. Sudah agak mendingan, mungkin karena sudah diobati oleh Leon. Ia tersenyum memandang kakinya yang diperban. Leon itu berlebihan sekali, pikirnya.

Ponselnya berdering, telepon dari Leon. Feby heran, untuk apa Leon meneleponnya sepagi ini.

"Feb, kaki lo masih sakit?"

"Udah agak mendingan, Mas."

"Syukurlah, hari ini lo nggak usah masuk kerja. Ntar gue ijinin ke kakak gue."

"Nggak usah, Mas. Saya masuk saja."

"Jangan bandel, istirahat aja."

Bersamaan dengan itu pintu kamarnya terbuka. Tama masuk ke kamarnya untuk membawakan sarapan.

"Kamu udah bangun, Dek?"

"Feb, kakak lo semalem nginep?" Leon mendengar suara Tama.

"Eh, iya, Mas."

"Ya udah, gue tutup dulu, ya. Nanti gue telpon lagi."

"Buat apa, Mas?"

"Ya buat ngecek keadaan lo. Gue 'kan pacar yang perhatian."

"Bisa aja."

Tama memperhatikan Feby yang asyik teleponan dengan Leon dengan perasaan jengah.

"Dek, makan dulu. Nanti di lanjut lagi."

Feby menuruti perintah Tama, ia segera memutus panggilannya dengan Leon.

"Mas, aku sarapan dulu, ya?"

"Iya, gue juga mau mandi."

Feby melihat makanan yang dibawanya Tama, nasi goreng dan teh manis. Feby mulai memakan nasi gorengnya.

"Lho, Mas nggak kerja?"

"Aku cuti."

"Kok sering banget cuti?"

"Kamu lupa kalau hari ini peringatan kematian ayah, aku mau ngajak kamu ziarah. Tapi lihat kaki kamu kayak gini kayaknya nggak mungkin."

"Aku udah sembuh kok, Mas."

"Udah, diskip aja untuk tahun ini."

"Tapi, Mas ...."

My Abang, My Crush (Complete)Where stories live. Discover now