8

11K 1.1K 35
                                    

"Mas, ini udah pukul sepuluh, kamu nggak mau pulang?" Feby resah karena Tama tidak ada tanda-tanda mau pulang.

"Kamu ngusir aku?"

"Bukan gitu, Mas. Aku cuma ...."

"Aku mau tidur di sini." Tama berkata santai.

"Ya nggak bisa, Mas. Kasurnya 'kan cuma satu." Protes Feby.

"Aku tidur di sofa ini juga bisa."

"Mas, buruan pulang!"

Feby menyeret Tama ke arah pintu, Tama mengikutinya dengan malas. Ia enggan meninggalkan Feby sendiri. Ia khawatir.

"Oke, tapi kamu jangan lupa kunci pintu, ya? Jangan sembarangan nerima tamu, jangan ...."

"Mas, aku tau. Kamu pulang aja, aku bisa jaga diri," potong Feby kesal.

***

Tama meninggalkan flat Feby dengan berat hati. Ia tak yakin adiknya itu bisa hidup mandiri.

Apakah Feby bisa mengurus dirinya sendiri? Menanak nasi menggunakan magic com saja ia tak pernah. Padahal tinggal tekan saja.

Tama pulang ke rumahnya dengan hati yang hampa. Ia memeriksa kamar Feby, gadis itu meninggalkan sebagian koleksi bonekanya. Mungkin ia tak sempat membawanya.

Tama merebahkan diri di ranjang Feby. Ia memeluk salah satu boneka Feby yang berbentuk beruang. Ia memeluk boneka itu bagaikan memeluk pemiliknya, tercium aroma parfum Feby di sana.

Tama meraih foto ayah tirinya di nakas. Ia mengusapnya pelan. Ia berbicara pada foto ayahnya itu.

"Yah, adek sekarang udah besar. Udah bisa ngebantah aku. Dia sekarang bandel, nggak mau dengar kata aku. Tapi ayah jangan khawatir, aku akan selalu jagain dia. Aku janji, Yah." Tama tertidur sambil memeluk boneka Febi dan memegang pigura.

***

Feby terbangun saat sinar matahari menerobos lewat kordennya hingga mengenai wajahnya. Ia menggeliat malas. Saat membuka mata ia merasa keheranan, nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Ia merasa asing dengan tempatnya tidur.

"Oh, iya. Aku sekarang udah tinggal sendiri."

Dengan malas Feby menuju dapur, membuka kulkas mininya yang masih baru. Mengambil sekotak susu dari sana dan meminumnya.

Ia bertopang dagu, bingung akan apa yang akan dilakukannya di pagi ini. Dua jam lagi ia akan ada interview.

Ia ingin sarapan, tapi ia terlalu malas untuk memasak nasi. Padahal ia baru saja membeli sebuah magic com imut menggunakan tabungannya. Tinggal tekan saja mengapa begitu malas? Selama ini kakaknya yang mengerjakan semua hal tetek bengek seperti itu.

Untung saja ia sudah membeli sekotak mi instan. Yah, ia berencana sarapan dengan mi instan saja.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya, ia bergegas berjalan ke depan untuk membuka pintu.

"Mas?"

Feby kaget melihat abangnya sudah ada di depan pintu sambil menjinjing kantong plastik.

Tama kaget melihat Feby membuka pintu hanya mengenakan hot pants dan tank top saja. Tama memalingkan wajahnya melihat paha putih mulus yang terekspose itu.

"Ganti baju dulu, Dek."

Feby segera berlari ke kamar. Tama menggelengkan kepalanya. Pasti Feby merasa sangat bebas jika tinggal sendirian seperti ini.

Saat mereka masih tinggal berdua, Tama selalu menasehatinya untuk tak berkeliaran di dalam rumah memakai pakaian kurang bahan seperti itu.

Feby keluar dari kamar menggunakan daster batik. Ia segera menghampiri kakaknya yang sedang sibuk menyiapkan makanan di dapur.

"Mas, bawa apa?"

"Bubur ayam, kamu belum makan 'kan?"

"Belum."

Feby melahap bubur ayam itu dengan lahap. Tama memperhatikan Feby yang sedang makan.

"Semalam tidur nyenyak?"

"Em, iya."

"Lain kali kalau mau buka pintu ganti baju dulu, Dek. Keenakan orang yang liat paha kamu. Paha K*C aja 20 ribu, masa paha kamu gratis."

Feby sudah menduga kakaknya itu membahas masalah tadi. Wajahnya memerah karena malu.

"Kamu interview jam berapa? Aku antar."

"Aku bisa berangkat sendiri, Mas. Lagian Mas nggak kerja?"

"Aku ngambil cuti."

Feby kaget mendengar Tama mengambil cuti, biasanya tak pernah. Selama ini Tama jarang libur, bahkan sakit pun dia tetap bekerja.

"Buat apa?"

"Ya buat nemenin kamu lah."

"Lebay banget, nggak usah sampai cuti, Mas. Aku bisa kok berangkat sendiri." Feby kesal karena selalu dianggap anak kecil yang tak bisa apa-apa oleh Tama.

"Kamu udah selesai sarapan 'kan? Buruan mandi. Aku mau cuci piring."

"Biar aku sendiri yang cuci, Mas."

Tama berjalan ke dapur, mengabaikan ucapan Feby. Tama mulai mencuci piring dengan santai. Feby membantu di sampingnya.

"Besok mau dibawain sarapan apa?"

"Besok? Mas berencana mau ke sini setiap hari?" tanya Feby kaget.

"Iya, sekalian berangkat kerja. Pulang kerja aku ke sini lagi." Tama berkata santai.

"Mas! Sama aja kita kayak masih tinggal serumah, cuma beda tempat tidur doang!"

My Abang, My Crush (Complete)Место, где живут истории. Откройте их для себя