28

6.9K 679 11
                                    

Feby mengamati Tama yang mondar-mandir di kamarnya untuk beberes. Ada saja yang dikerjakan, mulai dari cuci piring sampai mengepel lantai.

"Dek, baju kotor kamu mana?"

"Mau apa, Mas?"

"Mau aku jual." Tama memutar bola mata malas karena mendengar pertanyaan Feby.

"Hah?"

"Mau aku cuci, Dek."

Feby meringis membayangkan bajunya beserta dalamannya akan dicuci oleh Tama.

"Em, nggak usah, Mas. Besok aja aku cuci sendiri." Feby buru-buru menolaknya.

"Kaki kamu 'kan masih sakit, biar aku aja yang nyuci."

"Em, jangan, Mas."

"Nggak papa, mumpung aku lagi di sini. Lagian aku juga lagi nganggur."

Tama menghampiri keranjang cucian kotor di sudut ruangan, buru-buru Feby  ingin mencegah, sampai ia lupa kalau kakinya sedang terkilir.

"Jangan, Mas! Aw ...."

"Ya Allah, Dek. Kamu ini masih sakit kok pecicilan?" Tama menggelengkan kepala melihat ulah Feby.

"Nggak usah, Mas. Biar aku cuci sendiri. Aku ...."

"Kamu malu, ya? Kamu ini kayak sama siapa aja. Aku udah liat dalaman kamu udah dari kecil."

"Tapi sekarang 'kan lain, Mas."

Wajah Feby merah karena malu. Ia pun tak tau kenapa. Ia hanya merasa risih jika Tama melihat dalamannya, apalagi sampai memegangnya.

"Lain apanya?"

Feby tak dapat menjawab, ia mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Mas, aku udah baikan kok. Kita ke makam ayah aja, yuk."

"Tapi, Dek ...."

"Mas, aku ngerasa bersalah karena sudah melupakan hari kematian ayah."

"Kamu terlalu sibuk sama Leon."

"Kok dia?"

"Dek, serius aku nanya. Hubungan kalian udah sampai mana?"

"Aku sama dia nggak ada apa-apa, Mas. Kami 'tuh cuma ...."

"Dek, aku ngijinin kok seandainya kamu sama dia pacaran. Aku nggak akan larang, beneran. Satu yang aku pesen, tolong kamu kalau pacaran 'tuh yang serius. Kalau bisa sampai menikah ...."

"Kok Mas bahas masalah nikah, Mas aja belum nikah."

"Kalau aku gampang, Dek. Asal kamu udah bahagia, aku udah tenang. Aku nggak nikah juga nggak papa."

"Kok gitu? Memangnya Mas nggak serius sama mbak Andin?"

"Kalau kamu mau aku menikah sama dia, aku akan nurut, asal kamu udah bahagia sama suami kamu."

"Jangan sama dia ...." Potong Feby, ia juga tak tau kenapa tiba-tiba mulutnya bicara tanpa bisa direm.

"Kenapa?"

"Em, maksudnya ... Aku nggak mau nikah, aku nunggu Mas nikah lebih dulu. Kan Mas lebih tua dari aku."

"Kalau kita saling nunggu kayak gini ya kita berdua bakal nikah-nikah, Dek."

"Ya udah, Mas dulu. Baru aku."

"Oke, besok aku lamar Andin."

"Jangan!"

"Kenapa, sih, Dek? Kok kayaknya kamu nggak setuju banget kalau aku dekat sama dia?"

"Apa nggak ada cewek lain, Mas?"

"Kamu 'kan tau sendiri. Aku paling males nyari cewek. Kalau ada cewek yang mau sama aku, ya udah, yang itu aja."

"Pokoknya jangan dia."

"Kasih tau alasannya dulu."

"Pokoknya aku nggak suka kalau Mas sama dia, aku nggak rela, aku ...."

"Dek, kamu cemburu?" Goda Tama sambil terkekeh.

"Kalau iya, kenapa?"

Feby menantang karena kesal karena Tama menertawakannya. Ia merasa disepelekan.

"Nggak papa. Tapi ...."

"Ya nggak mungkin kalau aku cemburu. Kita 'kan saudara." Ralat Feby.

"Saudara tiri, Dek."

"Tetap aja menggelikan kalau suatu saat kita saling mencintai."

Tama tertegun mendengar jawaban Feby. Jadi yang ia rasakan saat ini menggelikan, ya? Apa yang salah? Toh dalam agama diperbolehkan.

"Kenapa menggelikan? Hati manusia itu mudah berubah, sekarang cinta besok benci begitupun sebaliknya." Tama berujar sebelum keluar dari kamar Feby.

Feby teringat Leon pernah mengucapkan hal yang sama.

My Abang, My Crush (Complete)Where stories live. Discover now