20

8.3K 753 20
                                    

Leon dan Feby sekarang sudah berbaikan, rupanya Feby tak tahan juga terus-menerus memusuhi Leon.

"Feb, jalan, yuk. Gue traktir."

"Emang Mas punya duit?"

"Gue baru aja kasbon sama kakak gue, lumayan dua ratus ribu." Leon menunjukkan dua lembar uang merah.

"Emang mau makan di mana, Mas?"

"Di Georgeus, gimana?"

Feby tampak berpikir, ia tau tempat itu. Tempat tongkrongan yang lagi hits untuk generasi millenial.

"Wah, mahal kalau di sana, Mas."

"Biasanya dua ratus ribu cukup." Leon memang sering pergi ke sana bersama kawan-kawannya.

"Sayang uangnya, Mas. Mending masak sendiri. Bisa cukup buat seminggu."

"Hah? Dua ratus ribu buat seminggu. Yang bener?" Leon melongo, dua ratus ribu untuknya hanya senilai dua puluh ribu. Mana bisa untuk seminggu.

"Iya. Gimana kalau kita masak sendiri?"

"Di mana? Di kamar lo?"

Feby agak trauma saat Leon menyinggung tentang kamarnya.

"Ish, ya enggaklah, kita masak di sini aja."

Andin mendengar percakapan Feby dan Leon, ia khawatir dengan kedekatan kedua anak muda itu.

"Awas bikin dapur gue kotor. Abis masak langsung beresin. Bagi juga buat gue!"

***

Setelah belanja di supermarket depan kafe, Leon dan Feby langsung menuju dapur. Mereka akan membuat spaghetti.

"Mas, bantuin, dong. Malah ngeliatin aja."

Feby kesal karena dari tadi pekerjaan Leon hanya memandanginya saja.

"Abis lo imut."

Pipi Feby bersemu merah, digombali oleh pemuda setampan Leon membuatnya gugup juga. Menurutnya wajah Leon yang oriental mirip Kim Seok Jin versi kearifan lokal.

"Nggak usah gombalin saya, nggak mempan."

"Masa? Kok muka lo merah?"

"Mana ada?" Feby memegangi kedua pipinya.

"Ciye, baper!" goda Leon.

"Ya iyalah laper, saya 'kan belum makan dari tadi siang."

Feby mengelak, mencoba menutupi kegugupannya. Jam terbang sebagai playboy kawakan rupanya terbukti. Leon berhasil membuat Feby jadi salah tingkah.

Leon berdiri di belakang Feby, ia meletakkan tangannya di meja, di sisi kanan dan kiri Feby, memenjarakannya.

Feby yang notabene adalah gadis polos, menjadi gugup dibuatnya. Apalagi saat Leon berbisik di telinganya.

"Feb, lo mau nggak jadi pacar gue?"

Andin yang kebetulan lewat kaget melihat kedua anak muda itu sedang bermantap-mantap.

"Oy, udah mateng belom? Awas, jangan maksiat di dapur gue!"

Leon kesal karena teriakan kakaknya mengganggu kegiatannya menggoda Feby.

***

Feby dan Leon menikmati hasil masakan mereka. Sebenarnya hanya Feby yang memasak, Leon kerjanya hanya menggombal saja.

"Feb, beneran lo nggak punya pacar?"

Feby mengeleng, teringat di dapur tadi Leon menggombalinya. Pipinya kembali bersemu.

"Jangan-jangan lo belum pernah pacaran?"

Leon berbisik di depan wajahnya. Melihat wajah tampan Leon sedekat ini membuat Feby terpesona.

"Emang belum."

"Hah? Serius?"

"Abang saya nggak ngijinin."

Feby teringat sikap Tama yang selalu mencurigai teman laki-lakinya. Kalau begitu caranya, mana ada yang berani mendekatinya?

"Em ... Feb. Dia kakak kandung lo?" Leon bertanya dengan hati-hati, takut Feby tersinggung.

"Bukan."

"Tuh 'kan ...." Leon tanpa sadar membanting garpunya, membuat Feby terkejut.

"Emang kenapa, sih, Mas?"

"Kayaknya dia naksir sama lo."

Feby merasa geli memikirkan perkataan Leon. Ia dan Tama, mana mungkin?

"Jangan ngomong sembarangan, Mas."

"Gue cowok, Feb. Gue ngerti gelagat cowok yang naksir cewek. Waktu dia ngegap kita ...."

"Udah, saya nggak mau dengar." Feby kesal dan memotong ucapan Leon.

"Lo juga suka sama kakak lo?"

"Mas, jangan keterlaluan, ya? Kita baru aja baikan." Feby semakin marah mendengar pertanyaan Leon barusan.

"Iya-iya, gue minta maaf."

My Abang, My Crush (Complete)Where stories live. Discover now