• IGATT - 29 •

Start from the beginning
                                    

Wendy lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan momen itu sambil sebelumnya berucap, "Lalisa, Jeffrey, liat sini sayang!"

Wendy lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan momen itu sambil sebelumnya berucap, "Lalisa, Jeffrey, liat sini sayang!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
•••

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Mengerjap, Lalisa menatap Bagas dari atas ke bawah dengan pandangan aneh. Cowok itu tiba-tiba muncul dari arah yang berlawanan dengan mereka, malam-malam begini.

Memang, secara hukum Lalisa, Bagas, dan Alfa adalah saudara. Tapi, Lalisa baru tahu jika Bagas seperhatian itu dengan Alfa sampai menjenguknya tanpanya. Apa ia sudah sering begini?

Lalisa baru menyadari kalau dia tidak tahu apa-apa tentang Bagas. Setahunya, kakak laki-lakinya yang satu ini sangat lurus sehingga pikirannya tidak tertebak. Yah, positive thinking, mungkin saja amanah dari Ayah mereka yang membuatnya segigih ini.

"... Kak? Mau jenguk?" Lalisa akhirnya membuka suara.

Dengan pupil yang bergetar dan keringat yang sedikit menetes, Bagas berdeham. "Iya, lo ... ?"

"Iya, gue abis liat kembang api tadi langsung kesini. By the way, kalian belum kenalan kan?" Cewek itu secara bertahap memperkenalkan masing-masing dari mereka. "Kak Bagas, ini Jeffrey. Dan Jeffrey, ini Kak Bagas."

"Kita waktu itu pernah papasan sekali di Rumah sakit ini, kan?" sembari memamerkan lesung pipi dan senyum ramah, Jeffrey mengangkat tangannya dengan maksud untuk mengajak bersalaman. Tapi tanpa diduga, bukannya menyambut uluran tangannya, Bagas justru menangkap kedua bahu Jeffrey hingga cowok itu terkejut dibuatnya.

Ekspresinya kali ini dua kali lipat lebih terkejut dibanding sebelumnya. Nyaris berteriak kegirangan, cowok itu berucap, "Jeffrey? Jung Jeffrey Stefanio? Anaknya tante Wendy sama om Jonathan? Sumpah?"

Jeffrey dengan dahi berkerut mengoreksi, "emm, Stefanus kak, bukan Stefanio. Ngomong-ngomong, tau darimana nama bonyok gua?"

Mengabaikan koreksian Jeffrey, Bagas melepas cengkramannya dan bergumam sendiri, "Gila, kebetulan macam apa ini? Jadi yang waktu itu ternyata dia?"

Jeffrey memandang bingung ke arah Lalisa yang tak kalah bingung. Sekarang udah bukan zamannya manggil pake nama orang tua kan ya? Kok Bagas bisa sampe tahu nama bonyoknya segala?

"Eh Lis, lo beneran gatau dia siapa?"

Cewek itu malah bertambah bingung. Jeffrey kan temannya? Melihat pandangan kosongnya, sebuah suara khayalan meluncur di kepala Bagas.

"Gas, Lalisa ... Kayaknya dia --"

Hah.

Cowok itu terhuyung sebentar.

Nggak, bukan waktunya buat mikirin itu.

Bagas merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah foto usang dengan garis lipatan melintang di atasnya. Jeffrey yang juga memperhatikan, terbelalak.

"Loh, itu kan--"

"Nah! Lo inget sekarang Jef? Lo bocah cowok yang belasan tahun lalu jadi tetangga gue sama Lalisa waktu kami tinggal di Bogor kan?" Bagas lalu beralih ke Lalisa. "lo inget nggak? Dia bocah yang dari kecil udah jago ngomong. Foto ini diambil sama tante Wendy waktu kalian abis berantem."

"Iya, inget-inget. Gua juga punya foto ini, tapi yang versi duduk di taman, dan anak cowok yang lagi meluk ini bener gua," Jeffrey menoleh ke Lalisa. "Jadi lo temen masa kecil gua Lis? Buset."

Berbeda dengan Jeffrey yang semangat, Lalisa hanya menatap kosong. Satu hal yang ada di pikirannya sekarang, kenapa dia tidak ingat apapun?

Lamunannya tiba-tiba buyar ketika Bagas menepuk pundaknya. "Berhubung kalian udah ketemu, gue mau ngasih satu kehormatan buat Jeffrey." Tatapannya beralih ke Jeffrey yang terbengong. "Woy, lo bisa nggak jagain adek gue buat pulang ke Indo waktu liburan ntar?"

"Hah?"

"Hah?"

Mengabaikan hah heh hoh keduanya, Bagas tersenyum manis ke arah Lalisa. "Liburan nanti lo gamau ketemu sama Mama? Papa sama gue sama-sama sibuk, terus kita juga udah nemuin orang yang bisa dimanfaatkan. Itung-itung biar lo inget lagi siapa Jeffrey, mending kalian pulang ke Indo bareng."

"Masa lo nitipin gue seenak jidat sama orang asing kaya Jeffrey sih?" protes Lalisa.

Tepat setelahnya, senyum Bagas berubah menjadi janggal. "Gue yakin, satu-satunya orang yang nganggep Riri sebagai orang asing cuma lo doang, Lis. Jadi, karena gue udah nyampein maksud gue, gue cabut dulu ya."

Cowok itu menepuk bahu Jeffrey yang nampak keberatan dengan panggilan Bagas padanya. Tapi tanpa ada satupun kalimat protes yang keluar dari mulutnya, dia menonton Bagas yang berlalu ke arah yang berlawanan dengan mereka, meninggalkan Lalisa dengan pikirannya dan Jeffrey dengan perasaan janggalnya.

Meski sebenarnya pikiran mereka sama, tentang kenapa Lalisa tidak mengingatnya sama sekali. Keheningan yang canggung perlahan sirna ketika suara Raven mengejutkan mereka untuk kesekian kalinya malam ini.

"Dasar lo kacang kapri, gua bilang tunggu di lobi kenapa malah melompong di sini? -- eh, ada Lalisa ... ?"

Raven muncul dengan plester yang menutupi lebam di sudut bibir dan pelipisnya. Cowok itu menurunkan maskernya ke bawah dagu, dan mengeratkan topinya untuk menutupi luka-lukanya yang menganggu penampilannya.

Orang yang baru datang itu bingung dengan atmosfer milik Jeffrey dan Lalisa, lalu berdiri diantara keduanya. "Etdah, diem-diem aja nih kalian?"

"Berisik lo burik," desis Jeffrey cepat ketika Raven menunjukan gelagat ingin mengajak ngobrol Lalisa lebih banyak.

Cowok itu meraih pergelangan tangan Lalisa yang kecil di genggamannya, menariknya meninggalkan Raven yang tengah membaca situasi.

Jeffrey pikir, karena mereka sudah lama kenal sebelumnya, Lalisa harusnya tidak keberatan dengan skinship ringan begini. Apalagi maksud Jeffrey kan baik, untuk melindungi Lalisa dari cowok urakan macam Raven.

Namun na'as, Raven justru berpikir sebaliknya. "Yah, cemburu dia. Nggak dulu deh."

Raven kemudian menyusul mereka dengan santai, tanpa tahu jika kesimpulan yang dibuatnya adalah sebuah kesalahpahaman.

Raven kemudian menyusul mereka dengan santai, tanpa tahu jika kesimpulan yang dibuatnya adalah sebuah kesalahpahaman

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jeng jeng.

Ice Girl And The TroublemakerWhere stories live. Discover now