Dua Puluh Sembilan

2K 391 50
                                    

Depresi Gagal Nikah, Pria Berbadan Tegap Nekat Gantung Diri di Kontrakan.

Cinta Tak Direstui Orangtua, Wanita Ini Tewas Tenggak Racun Serangga.

Tidak Terima Dibelikan Apartemen Kecil, Anak Kandung Tega Aniaya Orangtua.

Kisah Orangtua yang Digugat Anaknya Rp. 3 Miliar.

Batin Niken kian gelisah setelah berselancar di portal-portal berita online. Kisah yang dituturkan Citra memang benar, contoh kasusnya bertebaran di dunia nyata.

Niken merenungkan masa remajanya hingga tumbuh dewasa dan menikah. Tak pernah sekalipun, orangtuanya memaksakan kehendak padanya. Mereka menghargai setiap keputusan yang Niken ambil, melatihnya bertanggung jawab atas pilihan hidupnya sendiri. Lantas mengapa ia kini memaksa Gian patuh pada kehendaknya? Atas dasar apa, Niken berhak mengatur perasaan anaknya?

Pintu kamar mandi terbuka, sosok Burhan keluar dari dalamnya dengan kaus longgar dan sarung. Burhan mematikan lampu dan naik ke atas ranjang, membiarkan kamar diterangi cahaya temaram lampu nakas.

Niken menyusul suaminya naik ke kasur, setelah mematikan ponsel, bergelung di sisi tubuh Burhan, mencari rasa hangat yang selalu membuatnya nyaman sejak dulu.

"Gian marah-marah tadi di toko." Burhan membuka pillow talk malam ini. Kebiasaan yang selalu mereka lakukan sebelum tidur, berbagi cerita tentang bagaimana mereka melewati hari.

"Kenapa?"

"Mebel harusnya diantar cepat sebelum hujan, sopir dicari-cari nggak ketemu. Ternyata sedang nongkrong di warung kopi. Akhirnya, telat."

"Gian sekarang jadi galak ya?"

"Sopir itu juga salah. Kalau aku, biasanya aku omongin lalu potong gaji, biar jera. Sama Gian, udah gaji dipotong masih didamprat pula."

Niken menghela napas. "Mas, seandainya aku nggak bisa kasih anak, apa Mas akan meninggalkanku?"

Sepanjang tiga puluh tahun usia pernikahan mereka Tuhan hanya menganugrahkan Gian seorang untuk mengisi rahim Niken. Meskipun kontrasepsi sudah dilepas, nyatanya adik untuk Gian tak kunjung hadir.

"Suka duka, aku tetep sama kamu. Jangan ngomong aneh-aneh."

Selepas mengatakannya, Burhan bertukar pandang dengan istrinya. Keduanya menyadari bahwa mereka pun pasti akan mengambil keputusan yang sama jika berada dalam posisi Gian: bertahan dengan pilihan hati. Lalu mengapa mereka harus menentang sang putra sedemikian rupa?

"Mas, kita udah jahat sama Gian ya? Terutama aku," lirih Niken sendu.

"Kamu hanya ingin yang terbaik untuk Gian."

"Tapi gimana kalau ternyata Gian hanya bisa bahagia bersama Adisti?"

Burhan mendesah panjang, tetapi tidak menyahut. Ia pun tidak bisa menampik jarak yang kini terbentang antara Gian dengan dirinya.

"Mbak Dewi, ibunya Nayla, tadi siang telepon aku. Katanya, Nayla juga nggak mau dijodohin sama Gian. Padahal aku pikir mereka udah cocok. Lha wong Gian sering jalan sama Nayla. Ternyata Nayla malah mau ke Australia, kuliah S2 di sana. Nggak mau buru-buru menikah."

"Memang udah nggak zamannya jodoh-jodohin anak. Kita dulu juga nggak dijodohin, kenapa sekarang kita malah ngejodohin anak kita?" Burhan meringis. Ironis.

Ya, semakin lengkap saja deretan pencapaian mereka sebagai orangtua yang buruk, pikir Niken. Mereka ingin yang terbaik untuk anak, tetapi apa yang mereka pikir baik belum tentu baik pula bagi si anak.

"Menurut Mas, memalukan nggak seandainya cucu kita itu hasil dari program bayi tabung?"

Burhan diam sejenak, tangannya membelau rambut Niken yang mulai dihiasi uban, sama seperti rambutnya sendiri. "Mungkin kita yang terlalu kolot," jawab pria itu pada akhirnya.

Calon Istri Pilihan Hati Where stories live. Discover now