Dua Puluh Lima

1.6K 325 22
                                    

Menikahi Adisti adalah tujuan besar dalam hidup Gian. Karena itu, ia tidak boleh gagal. Dan untuk mewujudkan tujuannya, Gian perlu amunisi sebelum berbicara dengan kedua orangtuanya.  

Gian menghubungi Tama via telepon. Bertanya tentang detail-detail lain yang belum sempat mereka bahas selepas reuni kala itu.

"Ulama sepakat memperbolehkan, Yan, selama sperma dan sel telur berasal dari suami istri sah dan tidak melibatkan pihak ketiga. Misalnya dengan meminjam rahim wanita lain sebagai tempat berkembangnya embrio. Itu yang haram," papar Tama saat Gian menanyakan hukum bayi tabung dan inseminasi buatan dalam Islam. 

Gian juga membaca artikel di media online tentang kisah-kisah nyata para penderita kista endometriosis yang berhasil memiliki keturunan. Ternyata ada banyak sekali kasus yang lebih parah daripada Adisti, membuat optimisme Gian melesat ke level tertinggi. Harapan untuk memperistri Adisti sekaligus memperoleh keturunan masih ada.

Hari berikutnya, saat keluarga Hanafi tengah menikmati makan malam, Gian meminta waktu untuk bicara. "Pa, nanti setelah makan, Gian mau ngomong sesuatu. Sama Mama juga."

Burhan Hanafi meletakkan sendok dan garpu. Steak ayamnya sudah habis, menyisakan potongan wortel yang hari itu dimasak kurang empuk. "Ada hal penting?" tanyanya.

"Ya, ini penting banget, Pa," jawab Gian.

Burhan mengangguk. Benaknya menebak-nebak soal apa yang hendak dibahas oleh Gian. Mungkin PE butuh suntikan dana segar. Burhan tidak masalah membantu usaha sang putra.

Setelah makanannya habis, Gian naik lagi ke kamarnya untuk mengambil sebuah stopmap warna biru. Saat ia turun ke lantai bawah, Burhan dan Niken sudah duduk di sofa ruang TV sambil menonton televisi yang menayangkan sinetron hits, Jeratan Cinta.

Melihat Gian sudah muncul, Niken meraih remote dan mematikan televisi. "Mau bicara apa tho, Yan? Mama jadi deg-degan lihat wajahmu serius begitu."

Gian duduk di sofa tunggal yang bersebelahan dengan tempat orangtuanya duduk. "Begini, Ma. Gian ingin menikah dengan Adisti."

"Astaga, Mama kira kamu mau ngomong apa," sambut Niken antusias. Senyumnya semringah. "Ini yang Mama tunggu-tunggu dari kemarin. Mama memang maunya kalian cepat menikah."

Gian tidak tersenyum. Ekspresinya bertambah serius. "Tapi sebelumnya, ada satu hal yang harus Mama dan Papa ketahui."

Senyum di wajah Niken memudar. Rasa was-was tiba-tiba hadir. Apa Gian dan Adisti sudah melakukan hal-hal yang kebablasan?  "Ada apa, Yan?"

"Ini tentang Adisti. Beberapa minggu yang lalu, dia dioperasi."

Niken terkesiap. "Operasi apa? Kamu kok nggak bilang Mama?"

"Ada kista di rahimnya dan indung telur sebelah kanan Adisti harus diangkat."

Niken membekap mulut. "Ya Allah..."

Gian menarik napas dalam, memandang lekat wajah kedua orangtuanya. "Artinya, ada kemungkinan Gian dan Adisti akan sulit mendapatkan anak jika menikah nanti."

Gian memberi waktu pada Papa dan Mamanya untuk mencerna informasi tersebut. Saat orangtuanya tak kunjung menanggapi, Gian buru-buru menambahkan. "Tapi kami janji akan terus berusaha, supaya bisa memberikan cucu untuk Mama dan Papa. Toh, ilmu kedokteran sekarang sudah sangat maju. Gian dan Adisti hanya butuh restu dari Mama dan Papa untuk melangkah ke jenjang berikutnya."

"Seberapa besar peluangnya?" tanya Burhan untuk pertama kalinya.

Tama sudah pernah menjelaskan ini. "Kata teman Gian yang juga dokter, peluang hamil Adisti fifty-fifty."

Calon Istri Pilihan Hati Where stories live. Discover now