Dua Puluh Enam

1.6K 371 22
                                    


Gian menjemput Adisti untuk berangkat kerja, tak mengindahkan larangan dari Niken untuk berhenti menemui gadis itu. Hari ini Adisti sudah mulai bekerja lagi. Senyum lebar gadis itu terkembang begitu duduk di sebelah Gian di kursi penumpang.

"Cantik banget yang mulai kerja lagi," sanjung Gian. Adisti tidak terlihat seperti baru pulih dari operasi. Wajahnya menampakkan rona sehat, tidak pucat. Setelan rok selutut dan kemeja berlapis blazer membuatnya terlihat bugar dan fit. "Teman-teman di kantor pasti bakal heboh menyambut come back-mu."

"Aku berasa jadi artis jadul yang muncul lagi di layar kaca." Adisti menyalakan radio sebagai pengalihan dari rasa tersipu-sipu. Jarinya berhenti memencet tombol tuning saat menemukan stasiun radio yang sedang memutar lagu lama era 90-an.

"Sejak jadi pacarku, kamu kan jadi artis. Artisnya Prime English."

Tawa kecil berderai dari bibir manis bersaput warna merah delima. "Apa dong judul sinetron kita? Jangan bilang, 'Ikatan Cinta Bos Ganteng dan Karyawan Cantik'," cibir Adisti.

Gian menginjak rem karena lampu lalu lintas menyala merah. Jemarinya mengetuk-ngetuk di atas roda kemudi. Lagu yang diputar di radio tidak familier bagi telinganya tetapi irama riangnya enak didengar.

"Yuk, barusan tadi ada Kahitna dengan Setahun Kemarin. Kalian pernah kayak gitu nggak, gaes? Udah janjian kencan, eh, ujung-ujungnya gagal. Kasihaaaan deh lo," oceh sang penyiar radio begitu lagu berakhir.

"Judulnya kayak lagu tadi aja, Dis. Setahun Kemarin. Cerita lagunya mirip dengan kisah kita."

Adisti tersenyum, tetapi senyumnya sendu. Gian sama sekali belum menyinggung tentang rencana lamaran. Yang artinya, restu dari kedua orangtuanya belum didapat.

"Soal Mama dan Papa, aku minta kamu bersabar ya..." Pikiran mereka bagai berada di satu frekuensi, karena Gian tiba-tiba membicarakan topik yang membuat Adisti resah. "Membujuk orangtua memang butuh usaha ekstra keras," imbuh Gian.

Adisti mengangguk. "Aku ngerti, kok."

Mobil melaju lagi. Lagu yang mengalun dari radio berganti lagu Sheila On Seven. Meski tak tahu judul lagunya, apalagi lirik lagunya, Gian hapal benar suara Duta yang tidak merdu tetapi anehnya selalu terasa pas dengan irama lagu grup band asal Yogyakarta itu. 

"Yan, kalau aku resign, menurutmu gimana?" Topik percakapan berubah lagi.

"Kenapa?" Gian mengernyit dalam.

"Alasan kesehatan."

"Bekas operasimu masih sakit?" Kernyitan di dahi Gian kini disebabkan oleh kecemasan.

"Nggak, tapi aku ingin istirahat aja di rumah. Memulihkan diri. Supaya tubuhku fit."

Gian menganggukkan kepala. Masa pemulihan setelah operasi kista memang sebaiknya tidak diisi dengan hal-hal yang mudah memicu stres. Terlebih lagi, tujuan mereka adalah agar Adisti bisa hamil secara alami.

"Kamu sudah kerja enam bulan, sudah lepas masa percobaan, sih. Seharusnya HRD sedang menyiapkan kontrak pegawai tetap untuk kamu sekarang."

"Aku berhenti aja, nggak apa-apa ya?"

Gian terpaksa menyetujui. Toh, mereka masih bisa bertemu di luar kantor. "Teman-teman kantor pasti bakal kangen sama kamu."

***

Gian sedikit bingung melihat tulisan "CLOSE" yang terpasang pada pintu kaca Simple Bakery. Tidak biasanya toko itu tutup di hari Minggu. Justru inilah waktu di mana toko diserbu pembeli.

Mas Beno, juru parkir toko, malah heran melihat Pajero Gian memasuki pelataran parkir, tetapi pria itu tetap memberi arahan pada Gian agar bisa memarkir mobil dengan baik.

Calon Istri Pilihan Hati Where stories live. Discover now