Dua Puluh Delapan

1.8K 408 20
                                    

"Dis, udah Mbak seduhin kunir putih. Ayo diminum sekarang mumpung masih anget."

Adisti mengiakan titah kakak perempuannya, lalu menunduk pada keponakannya yang sedang duduk di lantai dengan crayon berserakan di sekitar.  "Sekarang Hume tinggal mewarnai aja. Biar gambarnya makin bagus."

"Iya, Tante."

Adisti beranjak ke dapur. Andini biasanya meletakkan minuman seduhan kunir putih itu di atas meja konter. Ibu mereka rutin mengirimkan kunir putih sebagai bentuk ikhtiar agar kista Adisti  tidak muncul lagi. Adisti meneguk minuman itu sampai habis, lalu mencuci gelasnya. Ia kembali ke ruang tengah sebentar untuk memeriksa hasil menggambar Hume dan puas saat keponakannya itu bisa mengaplikasikan gradasi warna yang baru ia ajarkan dengan baik.

"Mbak, aku ke kamar sebentar ya," pamitnya pada sang kakak yang sedang duduk menghadap laptop.

Andini adalah seorang guru PNS di salah satu SMP Negeri di Samarinda. Ia menjajal tes CPNS beberapa tahun yang lalu. Nekat memilih lokasi penempatan yang sangat jauh dari kampung halaman di Yogyakarta dan berhasil lolos. Keberhasilan Andini menjadi pegawai pemerintah yang masa tuanya terjamin oleh uang pensiun, menjadikan Kartika getol mendesak Adisti untuk bekerja kantoran alih-alih freelancer.

Di rumah Andini, Adisti terpaksa berbagi kamar dengan keponakannya, Humaira atau yang lebih akrab dipanggil Hume. Maklumlah, rumah yang KPR-nya masih dicicil Andini dan suaminya ini tidak luas. Adisti meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ramai pesan masuk dari Safira dan Hani membanjiri notifikasi Whatsapp. Kedua sahabatnya itu termasuk segelintir orang yang mengetahui nomor ponsel baru dan juga akun media sosial baru Adisti.

Adisti membalas pesan Safira dan Hani secukupnya. Nanti saja ia menghubungi mereka via video call. Sekarang Adisti punya hal yang lebih penting untuk dicek. Wanita muda itu mengeklik aplikasi Instagram lalu log in. Ada pengumuman lomba desain ilustrasi untuk buku cerita anak nusantara yang ia ikuti. Hadiahnya lumayan, bisa ia berikan pada kakaknya untuk mengganti biaya hidup selama menumpang di Samarinda.

Tuhan memang Mahabaik. Adisti berhasil merebut juara kedua. Segera ia menghubungi kontak panitia untuk mengeklaim hadiahnya. Selesai melengkapi syarat-syarat yang diminta, jemari Adisti dengan nakal mengetik satu nama di kolom explore Instagram: gianhanafi.

Feeds terbaru akun Instagram Gian hanya berisi banner repost dari akun Instagram Prime English. Di bagian tags, ada beberapa foto Gian dengan kawan-kawannya selepas bermain futsal. Ada satu foto Gian bersama sepupunya, Bayu dengan latar Stasiun Lempuyangan. Adisti ingat pemuda itu yang dulu muntah-muntah di pesawat dalam perjalanan ke Bali.

Lalu di sebelah foto itu, ada satu foto dari sebuah akun bernama nayla_atmaja. Foto Gian dengan seorang gadis cantik berambut lurus panjang di sebuah restoran cepat saji. Gadis itu memiringkan kepala agar dekat dengan wajah Gian. Senyum keduanya terkembang, mengisyaratkan kebahagiaan. Caption yang tertulis cukup untuk membuat hati Adisti tercubit pilu.

Baby, you'll do well and I'll be fine.

Baby? Adisti melempar ponsel ke atas kasur. Benci karena ia merasa cemburu pada gadis berambut panjang yang berfoto dengan Gian.

Enam bulan tanpanya, dan Gian sudah menemukan tambatan hati baru. Adisti nelangsa. Ia memang berharap Gian berbahagia tetapi ia pikir mantan pacarnya itu butuh waktu sedikit lebih lama untuk move on. Bukan secepat ini. Adisti pikir Gian juga akan merasakan luka hati yang sama karena hubungan mereka terganjal restu orangtua. Namun kenyataannya....

Tidak, tidak. Adisti menggeleng kuat. Justru ini bagus. Adisti tidak perlu lagi dihantui rasa bersalah karena janjinya pada Niken sudah tertunaikan tanpa harus membuat Gian merana.

Calon Istri Pilihan Hati Where stories live. Discover now