"Daripada lo ngindar gini enggak tahu jawabannya, mening lo samperin sana. Mumpung pawangnya enggak ada," ujar Beni.

Ilham mengerutkan dahinya. "Sana samperin, gue lihat tadi doi lo ada dikelasnya," usir Brandon dengan mendorong dorong bahu Ilham.

"Apaan sih," protes Ilham serta menghentakan tangan Brandon.

"Samperin bego! Tanya sama doi lo, gimana perasaannya sama lo," ucap Beni.

Ilham menggelengkan kepalanya. "Perasaannya ya biasa aja. Orang dianya udah punya si Dirga," balas Ilham.

"Ck. Udah sana. Samperin dulu. Kalau dianya ngehindar lagi baru mundur," ujar Brandon. Ilham terdiam sejenak, dan langsung berdiri meninggalkan Beni dan Brandon.

"GOOD LUCK BRO! Kalau dianya gak mau, sama Desi aja. Tadi anaknya nanyai lo," sambung Brandon dan langsung mendapatkan jari tengah dari Ilham.

Ilham pun berjalan le arah belakang sekolah dengan mengendap-ngendap. Matanya terus melirik kekanan dan kekiri, mewanti-wanti agar tak ada yang mengetahui keberadaannya. "Aman," monolog Ilham kala masuk ke area sekolah. Ilham pun berjalan santai ke arah kelas Lusi.

Disepanjang perjalan, ia memikirkan ucapan Brandon. "Kenapa dia ngebet banget ngedeketin gue sama Desi?" monolog Ilham. Tetapi ia juga selalu bingung dengan Desi. Kenapa dia selalu ada ketika Ilham sedang sendiri, selalu hadir merecoki Ilham ketika posisi Ilham sedang melihat Lusi dan Dirga bermesraan. Ilham menggelengkan kepalanya, mengesampingkan terlebih dahulu untuk hal itu, sekarang yang harus ia lakukan ialah berdo'a, supaya Lusi mau diajak berdialog bersamanya. Pasalnya dari kemarin-kemarin chat Ilham pun dianggurkan oleh Lusi. Meskipun doi ini online namun tak sedetik pun membuka chat dari Ilham.

Ilham melihat dari kaca luar kelas Lusi. Ia melihat Lusi yang sedang sibuk menyatat. Entah apa yang ia catat, namun terlihat sangat serius. Ilham menghela napasnya, ia jadi gugup bertemu dengan Lusi. "Hayo! Ngapain ngintip – ngintip," ujar Desi serta menepuk pundak Ilham yang sangat serius melihat Lusi.

Ilham langsung menoleh ke arah belakang dan langsung mengusap dadanya. "Ngagetin ya?" tanya Desi dengan senyuman khasnya. Ilham memutarkan bola matanya – malas. "Mau nemuin Lusi atau gue?" tany desi dengan mengangkat – ngangkat alisnya.

Ilham bergidik ngeri. "Gue mau nemuin Lusi, tapi lo temenin ya," pinta Ilham serta memohon pada Desi. Desi menatap manik Ilham yang berwarna coklat dengan sangat serius.

Ini anak enggak peka apa gimana. Udah tahu cewek yang dihadapannya itu suka sama dia. Desi menganggukan kepalanya, namun dalam hati ia mendumel dan menyumpah serapahi Ilham. "Oke, ayo," ajak Ilham dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan, Ilham pun melangkahkan kakinya dengan sedikit harapan.

"Lusi," sapa Ilham kala melihat Lusi keluar kelas. Lusi menengok dan mendapatkan Ilham serta Desi yang berjalan bersamaan. Meski ia merasa bingung dan kepo dengan keduanya, tetapi ia memilih berlari menghindari Ilham.

"Lusi! Tunggu dulu!" ujar Ilham kala melihat Lusi berlari. Seketika Ilham termangu dengan tatapan ke arah Lusi kosong. Desi yang menatap Ilham dengan raut khawatir. "Sana kejar," ujar Desi serta mendorong punggung Ilham.

Ilham menatap Desi dengan raut pasrah. "Ngapain dikejar orang dianya lari," ujar Ilham dengan sangat – sangat pasrah.

"Lo masih ingat saran gue kemarin? Kejar Ham," ujar Desi dengan pelan. "Untuk hari ini aja Ham, kalau sekarang dia gak mau, lo bisa mundur," sambung Desi dengan diakhiri senyuman. Entah kenapa senyuman Desi saat ini membuat diri Ilham kembali bersemangat.

Ilham tersenyum membalas ucapan Desi. "Terima kasih Des," ujar Ilham tulus kemudian memeluk Desi. "Gue pamit kejar Lusi dulu," ucap Ilham kala masih dalam memeluk Desi. Setelah beberapa Detik, Ilham pun melepaskan pelukan Desi dan berjalan penuh ambisi ke arah yang dimana Lusi berlari.

Desi yang mendapatkan pelukan mendadak dari Ilham termangu seketika. Senyuman yang tadi mengembang, kini perlahan luntur Desi menatap nanar punggung Ilham yang berjalan mengejar Lusi. "Membiarkan rasa cinta ini tumbuh meski tidak akan utuh," monolog Desi dengan masih menatap punggung lebas Ilham yang akan hilang dibelokan kolidor.

"Hei! Melamun mulu," ujar seseorang serta mengusap puncak kepala Desi dengan sangat sayang. Desi menoleh kearah samping, karena keberadaan sosok yang mengusapnya itu disamping. Desi tersenyum melihat siapa pelakunya. "Gimana rasanya dipeluk sama pujaan hati?" tanya Beni dengan seringan jahilnya.

"Enggak gimana – gimana. Biasa aja," ujar Desi ketus. Beni mengusap puncak kepala Desi lagi. "Sesuatu yang diinginkan itu harus dikejar Des. Kalau diam – diam gini enggak akan bisa tercapai," ujar Beni serta menatap Desi tulus.

"Iya – iya, gue tahu. Udahlah jangan bahas – bahas ini mulu," ujar Desi muak. "Gue gini juga, karena lo Des," ujar Beni lagi. Dan Desi pun tersenyum paham apa yang dimaksud dari ucapan Beni. Beni mengkhawatirkannya, harapan maksud dari ucapan Beni.

"Apaan sih Ham," ujar Lusi kala tangannya sudah dalam genggaman Ilham. Perjuangan Ilham alhasil membuahkan sebuah keberhasilan. Lusi sudah ada dalam genggamannya sekarang. "Kenapa lo ngehindar?" tanya Ilham to the point. Tembakan pertanyaan Ilham membuat Lusi termangu.

"Siapa yang ngehindar," ujar Lusi dengan berusaha melepaskan cekalan tangan Ilham. "Lepasin Ham. Sakit itu," sambung Lusi dengan ringisan keluar dari bibir mungilnya serta menatap cekalan Ilham yang sedikit erat. Dengan refleks Ilham melepaskan cekalan itu. Setelah cekalannya lepas, tanpa pikir panjang Lusi langsung berlari meninggalkan Ilham.

Ilham ingin mengejar kembali namun langkah kakinya terasa sulit. Iamenatap nanar punggung Lusi. "Oke. Gue berhenti dititik ini Lus."

(I)Lusi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang