Pesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...
Mika: Btw gue td ketemu genta. Doi nanya semalem nyampe jam brp trs lo tidur sm gue ga wkwkw
Mika: Gue jawab aja kita beda kamar wkwkwk
Ariadne: Si bodoh
Aku mendecak. Lalu aku nanti jawab apa kalau ditanya keluargaku? Pagi ini aku terlambat bangun. Karena terlalu terburu-buru, aku meminta tolong Mika untuk menaruh koperku ke kamar Genta sementara aku langsung ke ruang rias yang sudah disewa keluargaku.
"Merem ya, Mbak," pinta si perias saat akan merias mataku.
"Wah ngganteng tenan mantuku. Selopnya di koper coklat ya," ujar Tante Rinda saat mataku terpejam. Mantu? Genta kah pria yang baru saja masuk ke ruang rias?
"Wah cantik banget Tante Rinda. Anya nggak di sini?" tanya sebuah suara yang sangat kukenali siapa pemiliknya. Aku tak bisa melihat karena mataku yang terpejam, namun aku yakin itu adalah Genta yang baru masuk ke dalam ruang rias yang berisiku, Tante Rinda, dan Tante Tuti.
"Anya rias di kamarnya," jawab Tante Tuti yang direspons gumaman "oh" oleh Genta.
"Ne," sapa suara bariton yang kini terasa di sampingku. Bersamaan dengan itu, kurasakan lengan kiriku disentuhnya.
"Hoi," jawabku.
"Coba melek Mbak," perintah si perias.
Tepat ketika kubuka mataku, pandanganku dan Genta bertemu di depan cermin. Kami saling beratapan dan aku langsung mengalihkan pandang. Kulihat Genta tampak tampan dengan balutan busana khas Jawa Tengah lengkap dengan jarik, keris, dan blangkonnya. Aku menelan salivaku. Aku tidak memungkiri bahwa pria itu tampan dan cocok sekali mengenakan setelan itu. Paras Genta terlihat memancarkan kewibawaan dan kharisma yang kuat. Dan aku tidak bisa memungkiri bahwa jantungku masih saja berdetak kencang menatapnya seperti ini. Telapak tangan dan punggungku seketika mengucurkan keringat, tanda bila aku tengah gugup.
"Nanti foto keluarga dulu ya habis ini," ujar Tante Rinda.
"Oke," jawab Genta. "Aku tunggu di bawah ya," ujar Genta padaku yang kubalas dengan anggukkan. Aku menghembuskan napas kelegaan setelah pria itu keluar kamar rias.
***
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Aku menatap arlojiku. Sekarang tepat pukul 08.00, seharusnya Ane sudah selesai rias dan seharusnya kami akan foto keluarga. Backdrop beserta fotografer sudah siap di ruangan yang satu jam lagi akan digunakan untuk pernikahan Anya. Belum ada tamu di sini, hanya ada aku, Papa, dan ayah Dika yang sedang duduk di kursi tamu sembari menunggu para perempuan itu selesai berdandan.
Sayup-sayup kudengar keriuhan dari jauh dan tak lama kemudian mereka pun memasuki ballroom. Anya sudah siap dengan baju dodotnya bersama dengan Dika. Begitu juga Tante Rinda dan Tante Tuti. Namun aku tak mendapati Ane.
"Itu bantuin Ane, Ta," bisik Tante Rinda padaku. Aku langsung bangkit berdiri lalu keluar, berniat menghampiri Ane yang mungkin sedang kesusahan mengenakan pakaian di ruang rias. Karena hanya dia saja yang belum siap.