Arga: Gue di lobby. Main ke kamar lo dulu dong.
Mendapat pesan dari Arga, aku langsung bersiap turun menjemputnya. Ia menyambutku dengan tos singkat sebelum kemudian kuajak naik ke atas, ke kamar kos super eksklusifku. "Jadi udah siap ketemu Genta?" tanya Arga saat baru saja duduk di kursi tamu.
"Kenapa harus nggak siap?" tanyaku enteng sembari membuka kulkas untuk mengambil sekaleng softdrink untuk kami.
"Yaa barangkali kan?" Aku mendengus malas kemudian menaruh dua kaleng softdrink di meja. "Pinjem korek dong," pinta Arga sembari mengeluarkan kotak rokok dari sakunya.
Aku mengambil lighter yang kutaruh di atas kulkas kemudian bersama-sama dengan Arga, kami menikmati tembakau bakar ini. "Gimana sama Mika? Doi kayaknya udah kepincut habis sama lo," kataku.
"Tinggal eksekusi penembakan sih. Cuma gue nggak mau kecepetan. Nikmatin dulu aja ritmenya, biar dia makin penasaran," jawab Arga dengan percaya diri.
"Asal jangan lo PHP aja, Ga."
"Nggak lah. Kali ini gue mau yang serius," katanya disertai tawa. Kami berbincang-bincang ringan setelahnya. Semacam update tentang kehidupan di Jakarta dan di Bandung, termasuk membicarakan Mas Bagas dan Jacinta Kirana.
"Gue numpang tidur bentar dong. Capek nyetir dari Jakarta," kata Arga setelah sudah puas merokok. Kami memang menunggu Mika yang belum pulang kantor karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan.
"Cemen lo, Jakarta-Bandung doang capek," ejekku.
"Wah Anda merasa sudah bisa nyetir ya?"
"Haha. Yaudah, pakai tuh kamar gue," izinku lalu dengan santainya Arga melenggang masuk ke dalam satu-satunya kamar yang ada di unit ini. Unit ini terdiri dari ruang tamu, pantry kecil, satu kamar tidur mewah, satu kamar mandi mewah, dan balkon dengan view Kota Ciumbeluit.
Pukul 9 malam akhirnya kami baru berangkat dari Bandung setelah sebelumnya mencari makan malam. Perjalanan yang cukup santai sementara keluarga yang di Jakarta sudah meneleponiku sedari tadi karena hanya aku yang belum sampai di hotel.
"Iya Tan, nanti aku langsung ke hotel ... Iya, aku udah kabarin Genta kok ... Oke sip. Aku paling jam 11 sampai, jadi tenang aja ... Iya iya, dadaah," ujarku dalam telepon dengan Tante Rinda.
"Mana mungkin jam 11 nyampe," celetuk Mika.
"Biar nggak bawel aja. Daripada diteleponin terus," jawabku.
"Berarti malem ini lo tidur sama Genta dong?" pertanyaan Arga sukses membungkamku. Sejujurnya aku tidak mau. Namun kalau aku menghindar, itu tidak keren kan? Bukankah rencanaku adalah untuk bersikap biasa saja? Aku tidak mau jadi Ariadne yang perlu dikasihani oleh Genta karena sakit hati dan gagal move on. Meski memang benar aku sakit hati, namun aku tidak boleh menunjukkannya. Aku harus terlihat kuat dan seakan-akan kejadian kemarin hanyalah sampah.
"Tidur sama gue saja sih, Ne. Besok pagi-pagi baru pindah kamar atau ngeles aja si Genta nggak bisa dibangunin pas lo sampe. Lo mau tidur sekamar sama dia?" tawar Mika.
"Iyasih. Yaudahdeh," jawabku setuju.
Pada akhirnya itu yang terjadi. Kami baru sampai hotel pukul setengah 2 malam. Setelah drop kami, Arga langsung pamit pulang ke rumahnya. Sementara aku dan Mika akhirnya tidur satu kamar.
Ariadne: Ta aku br sampe hotel. Aku tidur di kamar temen ya. Besok pagi tolong taruh kunci di receptionist aja, aku mau naruh koper di kamar. Thank you
Kataku dalam pesan singkat yang kukirim pukul 2 dini hari sebelum terlelap.
***
Mika: Beb koper lo udh w taroh kamar u ya
YOU ARE READING
The Only Exception [END]
RomancePesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...
30. Move On
Start from the beginning
![The Only Exception [END]](https://img.wattpad.com/cover/200767549-64-k174844.jpg)