07

1.2K 89 2
                                    

Now Playing : IU - Palette

Happy Reading!

🌼

Di pagi yang cerah ini aku masih sibuk melamun. Entah kenapa melamun tanpa alasan itu sangat menyenangkan. Padahal hari ini aku masuk sekolah. Tunggu saja pasti sebentar lagi mama akan berteriak memanggilku.

"Ra, cepet bangun nanti kesiangan." Mama mengetuk pintuku berkali-kali.

Sudah kuduga. "Iya, ma." Dengan malas aku mengambil handuk lalu mandi.

Setelah keluar dari kamar mandi pun aku masih merasa sangat mengantuk. Mungkin karena aku tidur larut malam karena menonton drama Korea. Jangan sampai mama tahu, bisa bisa nanti mama menyita laptop ku.

Kemudian aku turun untuk sarapan. Aku sedang berusaha untuk terlihat tidak mengantuk agar mama ataupun kakakku tidak merasa curiga. Bahkan aku hampir terjungkal karena tidak memperhatikan tangga.

"Pagi," sapaku.

Mama meletakkan roti yang sudah diolesi selai coklat ke piring yang ada di depanku. Aku tersenyum lalu mulai memakan roti.

"Berangkat sama siapa?" Tanya Bang Arsen. Dengan cepat aku meminum susu lalu memasukkan kotak bekal ke dalam tasku.

"Sama supir kesayanganku, hehehe."

Bang Arsen menatapku jengkel lalu menjitak keningku. Supir kesayanganku adalah Bang Arsen. Aku tidak boleh mengendarai mobil karena mama dan papa takut kalau mobilnya lecet atau menabrak sesuatu. Sangat sangat membingungkan. Mereka lebih takut mobilnya cedera.

Butuh waktu sekitar lima belas menit dan aku sudah sampai di sekolahku. Aku mencium tangan Bang Arsen lalu mengadahkan tanganku didepannya. Meminta uang saku darinya.

"Enak aja lo. Kan udah dikasih sama mama," ucap Bang Arsen.

Aku cemberut lalu mencubit tangannya. Dia mengaduh keras dan tangannya mengacak acak rambutku.

"Belajar yang pinter. Jangan ngeliatin Raka mulu," ledeknya.

Aku tidak menjawab dan langsung keluar dari mobil. Semoga saja kakakku itu tidak berkata apa-apa kepada kak Raka kemarin. Jika dia keceplosan sedikit saja, bisa berakibat fatal pada perjuanganku.

Sekolah lumayan ramai. Tidak biasanya seperti ini, mungkin mereka belum mengerjakan pr. Aku melihat Zifa sedang menggandeng gebetannya atau mungkin sudah menjadi pacarnya. Zifa adalah orang yang gercep.

"Udah jadi pacar?" Tanyaku saat Zifa sudah berpisah dengan pacarnya.

"Udah dong," ucap Zifa bangga.

Kami tertawa bersama. Lalu berjalan menuju ke kelas dengan tangan bertautan. Aku dan Zifa sejak kecil tidak bisa dipisahkan. Orang tua kami sudah berteman sejak duduk di bangku perkuliahan. Jadi kami sudah seperti adik dan kakak.

"Ra, lo nggak ke rumah gue?" Tanya Zifa saat kami sudah duduk di kelas.

"Nggak dulu, deh. Pusing gue." Aku memegang kepalaku. Bertingkah seolah-olah sedang sakit kepala.

"Dih, nape lu?"

"Gue belum jadi pacarnya kak Raka," bisikku pada Zifa.

"Lo belum berjuang udah ngarepin jadi pacarnya kak Raka. Sinting lu," bisik Zifa dengan penuh penekanan.

Aku merasa tertohok dengan perkataan Zifa. Benar sekali apa yang dikatakan oleh Zifa. Selama ini aku belum melakukan apa-apa untuk mendapatkan hati kak Raka. Aku hanya berdiam diri dan mengkhayal kalau aku menjadi pacar kak Raka.

Love Zone [ON GOING]Where stories live. Discover now