Tidak Ada Kata Terlambat Untuk Berubah

19 4 4
                                    

(Materi)

Hai🙌

Apa kabar, semua?

Semoga masih dalam keadaan kuat, ya. Biarpun udah gak kuat-kuat amat. Tapi seenggaknya, kita masih punya upaya untuk bertahan.

Di posisi ini. Betapa patutnya kita untuk berterimakasih pada diri sendiri.

Sudah berterimakasih pada diri sendiri hari ini?

Kalo belum, mari lihat diri kita di depan cermin. Berikan senyuman terbaik kita untuk diri yang rapuh ini. Lalu katakan dari nurani, katakan dengan tulus bahwa kita amat berterimakasih pada diri ini, pada diri yang masih terus bertahan, pada diri yang masih terus berjuang. Padahal rasanya ingin berhenti saja, ingin menyerah dari kelelahan yang tak berkesudahan.

Sudah?

Sudah berterimakasih pada diri sendiri?

Baik, ucapkan selamat.

"Congratulations to my self. Yang sudah menerimaku sampai detik ini. Meski banyak mengeluh, tapi aku mafhum. Itu hak atas dirimu dalam diriku."

Ah, udah. Gausah melow-melow. Kayak meong aja bisa melow.😂

By the way, di sini saya akan menyampaikan mengenai Tidak Ada Kata Terlambat Untuk Berubah yang menjadi tema seminar sore ini bukan sebagai pemateri, melainkan sebagai seorang (jika kalian berkenan) kawan atau lebih dari itu.

Oh iya, berhubung saya itu termasuk orang yang nggak bisa ngomong panjang-panjang terlebih lagi tentang motivasi (yang kadang diri sendiri pun bingung bagaimana cara untuk memotivasi), jadi mohon maaf kalo nanti penyampaiannya langsung pada intinya dan terbilang singkat, ya.🙏

Oke, next.

Fren, sebelumnya, yuk, kita ingat-ingat lagi bahwa pengampunan yang Tuhan berikan akan selalu ada selama napas hamba-Nya belum berhenti di kerongkongan.

Di sini saya mengetik (kata lain dari berbicara yang diaksarakan) bukan karena saya orang baik, Fren. Melainkan saya pun pernah ada dalam posisi ya ... mungkin bisa dikatakan bengal. Saya yakin, sebagai seorang anak yang kerap dituntut (terutama dalam banyak hal), pasti mengalami fase ini. Fase pembelajaran paling ... menghanyutkan, bukan? Di mana jika kita tidak mampu memegang teguh prinsip, kita pun akan hilang arah. Jauh dari rumah, lupa untuk pulang dan justru tersesat ke antah berantah.

Ah, lebay sekali si Nanta ini.😂

Tapi semestinya kita bersyukur saat kita telah berhasil melewati fase menghanyutkan itu, sebab dari fase itu kita bisa belajar memilih untuk memilah. Mana yang baik untuk kita ambil dan mana yang buruk untuk kita perbaiki.

Fren, selama nyawa masih di kandung badan, tidak ada kata terlambat untuk kita berubah. Baik dari hal buruk menjadi lebih baik, atau dari hal baik menjadi lebih buruk. Ah, bahkan dari hal buruk menjadi lebih buruk, atau dari hal baik bisa jadi lebih baik lagi.

Bahasanya ribet ya, Fren.

Btw, kayak lagu Indonesia Pusaka aja nyawa di kandung badan.

Untung sih di kandung badan. Bukan di kandung empedu.🙃

Canda, Fren. Mafhumnnya ya, Fren. Saya emang begini.😂

Oh iya, Fren. Pasti kita pernah merasa sangat bersalah sekaligus berdosa atas apa yang pernah kita lakukan, sampai-sampai kita pun merasa bahwa kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi rasanya mustahil ada. Padahal hakikat untuk berubah menjadi lebih baik lagi dan memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah kita perbuat itu gak pernah mengenal kata terlambat. Terutama bagi hamba yang memang ingin bertaubat.

Tips & Trik Tipis MenulisWhere stories live. Discover now