Pertunangan!!!

58.6K 6.4K 276
                                    

"Kamu ngomong apa Arisha? Siapa yang ngizinin kamu berbicara seperti itu?" Aku melepaskan pelukanku dan mengusap pipiku. Tak seharusnya aku begini. Dia tunangan orang.

Kalau aku jadi tunangannya, aku tak akan terima jika ada wanita lain yang memeluknya seperti itu. Aku wanita, aku pun paham bagaimana sakitnya melihat orang yang kita sayangi dekat dengan wanita lain.

"Mas, aku seperti perempuan murahan yang lagi ngemis tau gak." Aku terkekeh miris.

Dimana rasa maluku? Dimana harga diriku sebagai perempuan? Kenapa bisa aku bertindak sejauh ini? Seharusnya aku ikhlas menerima semuanya. Jika itu pilihannya, maka aku harus terima dengan senang hati.

Aku harus mengingatkan diriku sendiri kalau setiap orang selalu datang dan pergi. Pak Arash sempat datang, dan sekarang waktunya ia pergi. Kenapa aku harus mencegahnya? Seharusnya aku biarkan dia pergi jika itu adalah keinginannya.

"Jangan pernah berbicara seperti itu, Arisha. Saya udah bilang kan? Jangan bikin saya marah." Ia mencengkram kedua bahuku agar menghadap padanya. "Makanya dengarkan saya dulu, baru setelah itu kamu berfikir. Otak kamu yang kecil itu selalu saja penuh spekulasi yang enggak-enggak tentang saya." Aku tersenyum sinis.

Memang otakku kecil, sampai-sampai aku tak bisa mencerna dengan baik hingga menangis karena tak mau dia pergi. Pikiranku memang sangat dangkal hingga tak bisa merelakan ia jadi milik orang lain.

Apa aku salah karena mengharapkannya? Apa aku salah karena menginginkannya? Apa aku salah karena ingin dia selalu di sampingku? Ya, aku salah, sangat salah. Aku salah karena sudah mengharapkan milik orang lain untuk menjadi milikku.

Memang mereka belum menikah, masih ada kesempatan sebelum janur kuning melengkung. Tapi aku tak ingin mengambil kesempatan itu. Tunangannya memiliki posisi jauh di atasku.

"Mas tolong buka pintunya, aku mau pulang." Aku hendak beranjak untuk mengambil tas dan laptopku tapi ia tak membiarkanku dengan mengunci pergerakanku.

"Saya gak akan biarin kamu pulang sebelum kamu dengerin penjelasan saya." Apalagi? Aku tak mau mengetahui apapun lagi. Sudah cukup aku menangis dan membuat diriku sendiri malu.

"Kamu bertunangan dan kita selesai. Apalagi yang harus dijelaskan? Bukankah semuanya sudah jelas?" Aku melepaskan kedua tangannya dari bahuku, tapi tangan itu kembali bersarang di sana.

"Arisha, jangan ambil kesimpulan sendiri. Makanya dengarkan saya dulu, baru putuskan semuanya setelah itu." Aku tak siap. "Tau darimana saya tunangan?" Masih nanya lagi.

"Aku liat undangannya di meja Pak Adnan dan meja Pak Bayu." Sahutku. Tak mungkin itu hanya pura-pura sementara dia mengundang banyak orang.

Bibirnya melengkung membentuk senyuman. Dia tersenyum? Disaat aku sedang marah-marah seperti ini?

"Mas, kamu masih sempat-sempatnya ya ketawa?" Makiku. Aku sedang dalam mode serius tapi dia malah becanda.

"Jadi itu penyebabnya kamu menghindar dari saya? Kamu melihat undangannya di meja Pak Adnan saat kamu bimbingan tempo hari? Setelah itu kamu juga liat di meja Bayu saat dia minta kamu ngasih berkas ke saya?" Aku membenarkannya dengan kedipan mataku. Bukankah dengan begitu saja sudah memperjelas semuanya?

"Tapi kamu liat saya bertunangan atau enggak?" Ia mengangkat kedua tangannya dan memperlihatkan jari-jarinya. "Lihat saya pakai cincin?" Tak ada. Jari-jarinya kosong, tak ada satu pun cincin di sana.

"Bisa aja kamu lepas." Aku mengalihkan pandanganku darinya. Jangan sampai aku terlena dengan tatapan itu lagi. Jangan sampai aku terus-terusan menatap kedua bola mata itu dan menjadi enggan untuk berpaling.

Arash [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang