Nabila 7 • Mas Gilang

7.1K 1K 21
                                    

Beberapa orang memang terlihat begitu sempurna dari luar
Tapi dari dalam? Tidak ada yang tau pasti apa yang sebenarnya di sembunyikan olehnya

***

"Jadi mau naik kora-kora?" Aku hanya mengangguk-angguk sebagai jawaban atas pertanyaannya barusan.

"Mas Gilang beneran nggak ada acara?" Tanyaku merasa tidak enak merepotkan.

"Kalo ada nggak papa kok, biar gue jalan-jalan sendiri aja."

"Sori banget ya Aldo main nitip-nitipin gue ke elo. Nanti gue deh yang ngomong ke anaknya. Beneran nggak papa kalo semisal nggak nemenin gue!"

Aku barusaja kenal dengan orang yang sedang ku ajak bicara ini, dan aku juga tidak cukup interest untuk lebih mengenalnya lagi. Meski dari segi fisik dia terbilag sangat jauh di atas rata-rata, justru kelebihannya ini yang membuatku tidak ingin mendekat dan bergaul dengannya.

Mas Gilang hanya diam, tapi aku yakin jikalau dia mendengar semua ucapanku tadi. "Gapapa, santai aja. Kebetulan juga gue nggak ada agenda lain abis ini. Lagian lo udah oke juga kan tadi pas si Aldo nitip elo ke gue."

Aku hanya meringis.
Sial!
Kenapa ini seakan-akan gue yang mau-mau aja dititipin ke dia?

"Sori deh mas kalo soal yang itu. Gue nggak maksud gitu tadi. Reflek aja karena nggak mau bikin si Aldo kepikiran ama gue," Kataku berusaha menjelaskan padanya.

Mas Gilang hanya mengangguk-angguk, lalu dengan tiba-tiba menarik tanganku menuju loket untuk membeli tiket menaiki kora-kora.

Mas Gilang hanya mengangguk-angguk, lalu dengan tiba-tiba menarik tanganku menuju loket untuk membeli tiket menaiki kora-kora

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.


Oke oke. Biar aku jelaskan dulu kenapa aku bisa berakhir berdua dengan lelaki tampan ini di pasar malam ini.

Jadi setelah kebohonganku tadi terungkap, tiba-tiba saja Reno mendapatkan telepon dari temannya. Dan setelah berbincang-bincang sebentar itu wajahnya berubah pias, lalu menghampiri Aldo dan kembali berbincang (yang mungkin) membicarakan kabar yang baru diterimanya.

Rasa penasaranku kemudian terjawab karena tiba-tiba Aldo datang menghampiriku dan mengatakan jika teman sekelasnya terlibat kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit. Keduanya pun bingung antara cepat-cepat datang ke rumah sakit tetapi harus meninggalkanku, atau mengantarkanku pulang terlebih dahulu sebelum pergi ke rumah sakit.

Aku mengeluarkan ponsel dari saku jaket, lalu melihat jam yang baru menunjukan waktu 19.18 WIB.

Masih sore, gumamku.

"Lo berdua langsung otw rumah sakit aja. Tapi boncengan aja yak! Motornya satu tinggalin buat gue." Kataku pada mereka

Aku tahu kedua bocah ini merasa tidak enak denganku. Meninggalkan aku seorang diri di pasar malam bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, dan tentunya bertolak belakang dengan keinginan mereka.

Tapi situasi semacam ini siapa yang bisa menduganya? Tentusaja tidak ada kan?

Teman Aldo dan Reno yang kecelakaan sepertinya cukup serius. Dan sepertinya lagi, keluarganya belum bisa dihubungi sehingga akhirnya salah satu dari merekalah yang dihubungi oleh pihak polisi.

Oke, aku tidak boleh egois di waktu seperti ini. "Ini gue masih pengen muter-muter sebentar, abis itu baru mau balik. Lagian arah rumah sama rumah sakit berlawanan kan? Entar kasian temen kalian nunggu lama." Aku kembali mengatakan kepada keduanya jika aku masih menginginkan jalan-jalan dan berusaha menyakinkan mereka untuk tidak usah khawatir meninggalkanku seorang diri.

Aldo masih terlihat ragu, tapi aku tersenyum menyakinkan bahwa ini adalah pilihan terbaik. Dia lalu memalingkan pandangan ke Reno untuk meminta pendapat, dan si bocah berkaos navy itu hanya mengangguk mengiyakan keputusanku.

Kulihat Aldo menghembuskan napas lelah, lalu berjalan ke arah orang yang dipanggilnya Mas Gilang tadi. Entah mengatakan apa karena lagi-lagi aku tidak bisa mendengarnya. Tapi aku tebak, dia pasti membicarakan sesuatu yang ada hubungannya denganku, sebab beberapa kali melirik ke arahku hingga akhirnya sekarang aku bersama dengan si lelaki kualitas premium ini.

***

"Huek huek," aku kembali memijat tengkuknya menggunakan minyak kayu putih yang kebetulan berada di kantong dalam jaket.

Entah kenapa kecerobohan ku itu bisa menjadi keberuntungan baginya.

"Kenapa nggak ngomong sih kalo nggak bisa naik kora-kora? Nggak papa kali gue naik sendiri tadi." Cerocos ku sembari masih terus memijatnya.

"Udah agak enakan belum?" Tanyaku yang dijawabnya dengan membentuk tanda ok menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanannya.

Siapa yang akan menyangka bahwa laki-laki kualitas premium seperti dia tidak bisa naik kora-kora? Maksudku dalam artian ini, perutnya menjadi mual-mual dan berakhir muntah-muntah seperti ini. Benar-benar tidak terduga sama sekali!

Aku menggeser posisi berdiriku ke samping, sedang dia masih membungkuk dengan tangan kirinya yang diletakkan diatas lutut sebagai penyangga.

"Yaudah yuk cari angkringan dulu. Lo butuh teh anget Mas biar lebih enakan," Ajakku setelah memperhatikan kondisinya yang sudah lebih baik dari sebelumnya.

Mas Gilang berdiri dan menoleh ke arahku. Tanpa aba-aba aku akhirnya menarik tangannya menunju ke sebuah angkringan yang berada tepat di sisi jalan.

 Tanpa aba-aba aku akhirnya menarik tangannya menunju ke sebuah angkringan yang berada tepat di sisi jalan

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

''Thanks, Na." Ucapnya setelah aku memberikannya segelas teh hangat.

Aku duduk tepat disampingnya. "Hmmmm.." Jawabku sembari mengambil sate telur yang tersedia di atas meja.

"Sori gue malah ngerepotin elo, bukannya malah ngejagain." Mas Gilang berujar setelah menyeruput teh hangatya.

Aku hanya mengangguk, karena masih sibuk mengunyah telur puyuh yang barusan ku ambil dari piring. "Udah mendingan?"

"Udah.." Aku hanya mengangguk dan tidak berkata apapun lagi.

"Jadi kenapa pura-pura jadi pacarnya Panca?" Mas Gilang tiba-tiba bertanya saat aku masih asik dengan berbagai macam makanan yang ada di piring.

"Ugh ugh!" Aku terbatuk mendengar penuturannya barusan.

Jelas-jelas dia melihatku sedang asyik mengunyah makanan, lalu kenapa tanpa aba-aba malah langsung melemparkan pertanyaan mematikan?

"Thanks," Aku menerima gelas dari tangannya.

"Jangan dadakan bisa kali Mas nanyanya. Untung gue nggak mati keselek tadi." Aku sudah terlanjur kesal karena pertanyaannya berhasil membuatku kehilangan momen dalam menikmati makanan.

Jadi sampai sini menurut kalian gimana?
Ada banyak dialog yang aku ubah suaikan lagi, tapi secara adegan tetep nggak ada perubahan

Semoga kalian masih ada interest untuk nungguin kelanjutan ceritanya ya...

Terima kasih dan luf kalian ❤️

Point Outحيث تعيش القصص. اكتشف الآن