Nabila 1 • Soal Hubungan

23.9K 1.7K 103
                                    

Halohalo gaes...
Salam kenal ya 🙌

Sebelumnya mau ngucapin makasih banget buat yang udah sempetin mau baca!
Semoga waktu yang kalian habiskan buat baca cerita ini ada manfaatnya ya

Jangan lupa juga nih untuk vote, komen, dan kasih masukan-masukan untuk ceritanya

Nah terakhir, jangan lupa follow author di Instagram ya di @coochoci

Nah terakhir, jangan lupa follow author di Instagram ya di @coochoci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

























Love you all ❤️


Hidup itu soal pilihan
Pilihan untuk melakukan hal yang benar atau pilihan untuk melakukan apa yang menurut kita benar

***


Kehidupan itu dinamis, penuh perubahan dan juga penuh kejutan. Setiap orang dituntut untuk beradaptasi dalam menghadapi perubahan tersebut. Jika tidak? Maka akan sulit untuk hidup dengan baik di dunia yang kejam ini.

Kemampuan beradaptasi seringkali disebut dengan resiliensi. Istilah resiliensi diartikan sebagai kemampuan penyesuaian diri yang tinggi saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal, yang bahasa singkat dan gampangnya sering kita pahami sebagai kemampuan beradaptasi yang tinggi. Mudah menempatkan diri di segala situasi, dan tidak merasa canggung dengan lingkungan baru yang ditempati.

Orang-orang dengan kemampuan resilien yang tinggi akan mudah menempatkan diri, dimana pun dan bagaimanapun situasi yang sedang dihadapinya. Mudah bergaul dengan kepribadian yang berbeda dengannya, tentu juga dengan orang-orang di luar lingkungan status sosialnya.

Pada umumnya, orang-orang dengan kemampuan seperti ini juga kerap kali menjadi seorang opinion leader di dalam kelompoknya. Dan jika kemampuannya dibarengi dengan wajah good looking dan otak yang diatas rata-rata, maka tidak jarang yang akhirnya menjadi seorang pribadi yang memanfaatkan privillage -nya tersebut untuk hal-hal yang tidak seharusnya.

Berbuat semaunya dan tidak memikirkan perasaan orang lain yang tidak dianggapnya penting,  setidaknya itulah yang aku pikirkan selama ini.

"Kok gitu?" Tanya laki-laki yang duduk tepat di samping mejaku.

Aku menoleh, lalu melihat dua orang laki-laki tampan yang duduk berseberangan dan sedang membicarakan sesuatu.

"Begitu gimana? Sedari awal memang konsep hubungan gue itu partnership, bukan ownership." Jawab laki-laki lain yang menjadi lawan bicaranya.

Dengan bentuk wajah yang berada di tingkatan level berbahaya, aku begitu yakin apa yang sedang didiskusikan keduanya adalah hal yang berkaitan dengan konsep sebuah hubungan yang dianut oleh salah satunya.

"Memang bener ya kata pepatah, good looking yang nggak dibarengi akhlak bakal berbanding lurus sama kebrengsekan. You are totally bastard, Lang!"

"Dari luarnya aja keliatan kalem dan penuh wibawa. Who knows kalo sebenernya lo masuk dalam kriteria buaya kelas kakap yang sebenarnya." Mendengar ucapan temannya, laki-laki yang duduk dihadapannya justru tertawa garing.

Dari dua kalimat yang aku curi dengar barusan, aku sudah dapat menyimpulkan bahwa satu dari keduanya adalah laki-laki yang tidak baik. Menggunakan fisik sebagai modal untuk mempermainkan orang lain.

Ya, setidaknya argumen di awal ku tadi akhirnya sedikit didukung oleh fakta ini. Because in this point, ini adalah salah satu realitas sosial yang seringkali terjadi di depan mata.

"Lo tau kan prinsip gue kayak gimana? Sejak awal, gue nggak pernah memberikan hati gue sama siapa pun. Dengan begitu, gue nggak bakal sakit hati sama orang-orang yang emang deket sama gue karena ada maunya." Lagi-lagi lelaki berkaos hitam dengan celana diatas lutut itu mengungkapkan dengan gamblang apa yang menjadi prinsip hidupnya selama ini.

Aku mendengus. Merasa tidak benar untuk meneruskan atensi ku dalam pembicaraan mereka, namun di sisi lain tidak bisa melakukan pengabaian begitu saja karena memang posisi duduk kami sangatlah dekat.

AKU BENCI MENDENGAR INI! Batinku pada diri sendiri.

"Terhadap musuh gue bakal hati-hati, sedang terhadap teman, gue bakal hati-hati sebanyak ribuan kali." Lanjutnya dengan ujung jari yang mengetuk-ngetuk pelan di atas meja.

Untuk pertama kalinya aku setuju dengan kalimat yang keluar dari mulutnya. Di beberapa cases, seorang teman memang bisa menjadi lebih berbahaya daripada seorang musuh yang selalu kita waspadai.

"Lalu kenapa lo mau nerima semua cewek yang nembak, kalau lo sendiri nggak kasih hati lo buat siapa-siapa?"

Aku melirik laki-laki yang memiliki wajah menawan ini. Meski semua yang keluar dari mulutnya hampir semuanya adalah sampah, tetap saja senyum manisnya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh orang yang melihatnya.

"Let say..... penjajakan mungkin?"

Tanganku mengepal mendengar penuturan terakhirnya barusan.

Apakah memang orang yang diciptakan dengan tampan tidak punya otak? Pikirku karena sikap dari lelaki ini benar-benar membuatku sakit kepala.

Aku meninggalkan uang diatas meja, lalu beranjak keluar dari rumah makan ini karena sudah tidak tahan dengan obrolan dua orang yang sialnya duduk sangat dekat dengan mejaku.

Point OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang