21. Sebuah Rahasia (2)

Mulai dari awal
                                    

Aku bergegas ke ruang kerja suamiku. Kucari botol obat dari apotik rumah sakit, serta amplop coklat yang ada di laci. Tapi ternyata ada dua amplop coklat. Aku buka satunya, ternyata bukan buku tapi surat. Kubuka amplop kedua dan benar isinya buku. Segera kuambil amplop yang berisi buku dan kubawa keluar.

Dalam perjalanan ke Solo, suamiku sesekali mencuri pandang ke arahku. Aku yang tahu suamiku mencuri pandang tersenyum geli. Untung saja Bapak sama Ibu sudah tidur. Kalau mereka melihat pasti aku diejek sama mereka, ketahuan bucin sama suami. Hi hi.

Apa ini cuma perasaanku saja? Aku merasa Mas Pung mulai perhatian padaku, maksudku perhatian dalam arti cinta. Semoga saja.

Perasaanku tentang suamiku yang mulai sayang padaku akhirnya terbukti. Di rumah Solo untuk pertama kalinya kami berciuman dan untuk pertama kalinya juga kami telah menyatukan hati dengan ibadah suci perkawinan.

Aku bahagia, suamiku memperlakukan aku sebagai wanita yang dicintainya, aku merasa dipuja dan dihargai. Rasa rendah diri yang selama ini kusimpan karena penyakit kanker ganas yang kuidap sirna. Aku menemukan lagi kepercayaan diriku lagi.

Tetapi kadang aku menemukan suamiku melamun dan pandangan matanya kosong. Entah apa yang dipikirkannya aku tak tahu. Kadang aku berpikir apa Mas Pung sudah benar-benar mencintaiku? Namun saat ragu menerjang, rasa percaya diriku hampir runtuh lagi. Selalu kutepis semua prasangka buruk itu karena sikap suamiku tak pernah kasar, dia baik bahkan sangat baik untuk wanita pesakitan macam aku. Lalu apalagi yang harus kuragukan? Kalau aku ragu pada cinta suamiku berarti aku kurang bersyukur? Astaghfirullah semoga aku tidak kufur Ya Allah.

Selama seminggu kami menginap di rumah Solo. Empat hari di rumahku, tiga hari di rumah mertuaku. Alhamdulillah mertuaku orang yang sangat baik. Aku yakin karena didikan beliau berdualah Mas Pung dan Arum adik iparku itu tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berakhlak baik.

Arum anaknya sangat cerewet kalau sama orang yang sudah dikenal. Anaknya supel, rajin, sederhana, juga punya senyum manis. Senyumnya mirip senyum suamiku. Duh, kadar bucinku mungkin sudah nambah lagi.

Bapak sama Emak Mertua juga sangat sayang sama aku. Aku sudah mengenal mereka sejak kecil, karena mereka membantu Bapak menggarap sawah. Di rumah ini aku merasa diterima disayangi dengan sepenuh hati.

Jadi tak ada alasan aku untuk ragu kan? Iya kan?

---

"Mas nanti aku bawain bekal ya? Mau tak masakke apa?" Pagi ini aku berencana membuatkan bekal untuk Mas Pung.

"Tumben Dik, mau bawain Mas Bekal." Jangan kaget ya, Mas Pung sekarang kalau manggil aku dikasih embel-embel 'Dik'. Tepatnya setelah kami kembali dari Solo. Padahal tanpa itupun aku tetep sayang. Eh hehe.

"Ih kok tumben sih, emang salah ya aku mau masak buat Suamiku." ujarku sambil pura-pura cemberut.

"Ah, eh b-bukan itu maksud Mas, Dik Ay. Jangan cembetut gitu dong. Senyum Dik, nah gitu Mas makin sayang kan jadinya."

Sebel kan jadinya. Mau pura-pura marah aja gagal. Mosok pipiku diuwel-uwel, aku kan baperan. Pasti deh pipiku jadi merah sekarang.

"Uh uh uuuhhh, Bojoku tambah ayu nek pipine abang mbranang ngene iki. Mmmuach mmmuaaachh, pengin tak ciumi terus Dik." Suamiku menciumi pipiku dengan gemas. "Apa Mas hari ini ijin aja ya Dik?"

"Ijin kenapa to Mas?"

"Ijin berduaan sama Bojo. Rasane gak rela ninggal kerja, pengene sama sliramu terus Cah Ayu." Blushhh makin merah pipiku karena gombalan receh dari suami. Apa aku ini sudah masuk kategori bucin akut? Ah entahlah.

"Ish, Mas Pung apaan sih! Njenengan itu lho bikin aku baper terus. Kalau ijin muridnya mau diapain Kang Mas? Udah sana mandi terus siap-siap. Baju seragamnya udah tak siapin di kamar."

"Eh manggil apa tadi Dik? Coba ulangi lagi hemmmm."

"Napa to Mas?"

"Itu tadi lho Dik. Itu semacam panggilan kesayangan ya Dik. Hmmm hmmm, apa iya!?" Matanya berbinar bahagia tapi aku pura-pura nggak tahu.

"Yang mana sih? Mboten ah, perasaan ndak ada panggilan kesayangan tuh." Aku pura-pura lupa sambil memasang wajah menjengkelkan. He he, biar saja khusus pagi ini aku mau bikin dia jengkel.

"Ah ya sudah lah, mungkin kamu lupa. Sungguh TERLALU." Suamiku mengucapkannya menirukan jargon Si Raja Dangdut yang fenomenal itu. Ah biar makin jengkel dia. "Eh Dik, aku kok tiba-tiba pengin makan oseng cumi ya? Di kulkas ada stok cumi nggak Dik? Kalau ada Masakin Mas oseng cumi yang puedes ya, banyakin lombok ijonya."

Eh kok tiba-tiba mau oseng cumi sih? Padahal selama ini suamiku paling cuma incip sedikit saja kalau aku masak cumi. Beda sama aku yang sangat suka makan cumi. Terus makanan pedas juga dia kan nggak begitu suka. Maklumlah kami orang Solo terbiasa dengan masakan rasa manis, kaya senyum Mas Pung. Eh hihihiii kok ngelantur.

"Ada sih Mas. Yaudah nanti tak masakin oseng cumi puwedes endes buat Mas Bojo tercintah." Aku kok lebay banget ya?

"Maturnuwun bojoku sing nayu nayu cantiq. Pokonya cantiknya pagi ini pakai qolqolah jadi biar makin mantabek. Hahahhahahaha iya ampun ampun bojo ampun ja gan dicubit dong. Dicium aja mau. Ya ya ya." Aku mengacungkan spatula ke arah suamiku. Dia malah terbahak sambil lari ke kamar mandi.

Aku gemas kenapa juga suamiku pagi ini lebay banget, jadi ya kucubiti perutnya. Padahal kan cubitannya bohongan, kalau beneran ya eman to. Mosok bojo ganteng dicubiti.

Setelah sarapan aku menyiapkan bekal untuk Mas Pung. Aku menyelipkan kejutan di dalamnya. Semoga dia kaget, eh maksudnya semoga dia bahagia. Hehe.

"Dik Ay, bojoku sing nayu nayu cantiq Mas Bojo mau berangkat kerja dulu ya. Doakan supaya kerjaan Mas lancar, rejekinya barokah, dan bisa menularkan ilmu yang bermanfaat untuk muridnya Mas."

"Aamiin. Enggih Mas, Ayun selalu doain Njenengan Mas." Aku mencium tangan suamiku, kemudian dia gantian mencium keningku lama, lain dari biasanya.

Mas Pung masuk ke dalam mobil. Kemudian menyalakan mesinnya. Sebelum menekan pedal gas dia melambaikan tangan sambil mengucap salam.

"Assalamualaikum Dik."

"Waalaikumussalam warohmatullah. Hati-hati Kang Mas." Aku sengaja menggodanya dengan panggilan Kang Mas.

"Eh. Awas ya nanti malam. Tadi aja pura-pura nggak tahu. Pokoknya tanggungjawab udah bikin Masmu baper."

Suamiku menggelengkan kepala pelan antara gemas dan pengin... Aish masih pagi juga udah mikir kemana-mana. Kuketuk kepalaku karena pikiranku yang ngelantur. Semoga suamiku suka kejutannya.

----

Next Chapter balik POV Pur lagi yak.

Next Chapter balik POV Pur lagi yak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah uwuww belum AyPung.

Jangan lupa vote dan komen yang banyak.

Salam sayang.
Anik ❤️

MUTIARANYA KANG PURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang