Note 21 [Penuntasan]

9.3K 3.1K 359
                                    

Jangan Siders

🐓

Ridan benar-benar marah, wujudnya yang berubah sudah cukup membuat saya takut setengah mati. Apalagi sedetik lalu dia sempat melirik saya dengan pincingan mata.

Lampu di ruangan itu berkedip-kedip, kekuatannya yang surupa angin membuat pintu dan jendala tertutup serta terbuka. Saya yang ketakutan langsung mundur ke sudut ruangan, sedikit menjauh agar tidak terkena barang-barang yang dia lemparkan.

"Saya minta maaf! Saya minta maaf!" teriak Irsyad, tampaknya Ridan tidak peduli, kekuatannya yang tak kasat mata malah memecah seluruh vas bunga besar di ruangan itu. Suaranya nyaring dan bising, menarik perhatian mama Zidan untuk turun ke lantai satu.

"Papa--ARGGH TOLONG...!" Wanita itu berteriak saat tiba-tiba kekuatan Ridan menarik kakinya keras sampai ia terjatuh bergulingan di tangga.

Ridan berdiri di tengah ruangan, seolah segala bentuk kekuatan ada dalam genggamannya, ia mengangkat salah satu kursi lalu dibenturkan ke layar televisi besar sampai benda itu hancur berhamburan. Ibunya kontan memekik sambil melutut dan menangkup kedua telapak tangan di depan dada.

"Jangan ganggu kami hantu! Kami nggak salah apa pun!"

"Iy-iya! Kami minta maaf!" Irsyad menyambung. Betapa bahagianya saya saat melihat tubuhnya bergetar. Lebih-lebih ketika saya mendapati celananya benar-benar basah. Kenapa nggak dari dulu kamu melakukan ini Ridan?

"SAYA MINTA MAAF, SAYA BENAR-BENAR MINTA MAAF, BILANG APA YANG KAMU INGINKAN! KALAU KAMU MAU TUMBAL KAMI SIAP NGASIH ANAK KAMI YANG BERNAMA ZIDAN!"

Prank!

Kaca jendela di setiap sudut ruangan pecah berhamburan. Lampu yang tadinya berkedip kini sepenuhnya mati. Menyisakan lampu-lampu oranye di sudut ruangan yang menjadi penerang jalan. Kedua orang itu berlari ke lantai atas, tapi agaknya Ridan belum puas bermain dengan mereka.

Ridan mengekor di belakang. Saya pun mengikuti, sangat sayang jika saya melewatkan adegan ini.

Mereka masuk ke kamar dan menutup pintu, Ridan dapat  menembusnya dengan mudah, sedangkan saya hanya bisa berdiri di luar sambil mendengar teriakan bercampur dengan suara nyaring barang pecah.

"Ampun...!"

Tak lama kemudian dua orang itu berlari ke ruangan lain. Ridan mengejarnya lagi, saya juga mengikuti. Di ruangan itu hal serupa terjadi, mereka menutup pintu cepat, bikin saya tidak bisa lihat apa yang terjadi di dalam. Namun tak lama kemudian mereka kembali keluar dan malah berlari ke kamar Zidan.

Saya yang mulai kelelahan tetap mengikuti, kali ini saya bergerak sedikit lebih cepat dan berhasil masuk ke sana tepat sebelum mereka menutup pintu. Tak apa merelakan bulu saya rontok akibat terjepit, yang penting saya bisa melihat apa yang Ridan lakukan nanti. Anggap saja beberapa helai bulu saya adalah tiket masuk ke kamar ini.

Di sudut ruangan dua orang itu ketakutan. Sesaat kemudian Ridan benar-benar masuk ke kamar. Anehnya, dia malah berdiri memandang kedua orang tuanya dengan tangan terkepal. Sekarang saya bisa melihat punggungnya yang terluka, kepala yang pecah dan menampakkan isinya.

"Ini kamar Zidan," gumamnya. "Ini kamar Zidan. Saya nggak bisa menghancurkan kamar Zidan!"

Ridan terduduk di lantai, pelan-pelan bentuknya yang menyeramkan berubah menjadi seperti Zidan. Ia kembali ke rupa sebelumya. Ridan yang tampan.

Makhluk itu menangis tersedu-sedu, bahunya bergetar dari belakang.

"Saya minta maaf, Ayah, Mama. Tolong maafkan saya."

Tbc

Bilang sesuatu buat Ridan

Saya Ayam Saya Diam (Terbit)Where stories live. Discover now