Note 13 [Diam-diam]

12.8K 4K 493
                                    

*jangan siders ya*

🐓

Apa yang dilakukan Salsa setelah Zidan benar-benar pingsan adalah berlari keluar meminta pertolongan. Saya tidak mengikutinya, hanya duduk di samping Tuan saya. Sesekali saya menyunggingkan pantat di depan wajahnya, siapa tahu kan dia hanya pura-pura saja.

Namun kenyataan menghantam saya, Zidan benar-benar tak berkutik. Dari sudut ruangan, Ridan mendekat lalu memandangnya sayu. Dia menyentuh kepala Zidan dengan tangan yang tembus. "Kamu harus bangun. Kamu kuat." 

Setelahnya Salsa kembali, tidak sendiri, melainkan bersama pria yang saya kenal sebagai ayahnya. Sepertinya keluarga mereka memang memiliki wajah yang nyaris sempurna, lihat, ayahnya saja tampan bukan main, padahal sudah tidak lagi berusia muda.

"Papa tolongin Zidan, Pa!" Salsa memohon sambil menangis. Dia berlari ke arah Zidan lalu berjongkok di sana.

"Orang tuanya ke mana?" tanya pria itu sambil menatap Zidan beberapa lama.

"Mereka udah pergi! Aku yakin mereka yang bikin Zidan kayak gini!" Salsa lebih histeris lagi. Ridan saja sampai terkejut akibat teriakan gadis itu. Sedangkan saya hanya bisa mematung tanpa bisa melakukan apa pun. Dalam hati meruntuki diri, Zidan dihukum karena membela saya, harusnya saya melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya.

Tak ubahnya seongok sampah, saya tidak berguna. Benar-benar tidak berguna. Saya lebih rela Zidan menggoreng Junaidi dari pada harus melihatnya seperti ini.

Jangan tertawa. Jika saya yang digoreng, sesungguhnya semesta akan berduka karena kehilangan makhluk paripurna seperti saya, tapi kalau Junaidi, saya pesta lah, cuk. Gila aja, Marpoah bisa langsung saya miliki.

"Kita bawa Zidan ke rumah sakit sekarang," kata ayahnya Salsa. Tanpa pikir panjang membopong tubuh Zidan dan membawanya keluar.

Salsa mengekor di belakang, disusul Ridan yang melesat serupa udara. Saya pun tak tinggal diam, saya mengikuti langkah kaki Salsa, bikin gadis itu berhenti lalu menoleh pada saya.

Oke saya paham sekarang. Mungkin di rumah sakit ayam dilarang masuk. Mendadak saya ingin berubah menjadi pangeran tampan atau dokter sekalian biar bisa mengobati Tuan saya yang malang.

Saya menatap Salsa lekat, berdiri di hadapannya tanpa pergerakan sama sekali. Sesaat kemudian saya melihat Salsa mendengkus frustasi. "Aku tau kamu mau ikut. Tapi ayam nggak bakal diizinin masuk ke rumah sakit."

"Salsa cepat, Nak!" Ayahnya memanggil. Salsa langsung berlari, namun saya lebih cepat menghadang langkahnya.

"Oke, aku akan bawa kamu. Tapi jangan berisik ya."

Saya bersorak girang ketika Salsa membawa tubuh saya masuk ke dalam mobil. Gadis itu duduk pada kursi di belakang ayahnya, Zidan di sampingnya, bersandar pada jendela. Tidak begitu lama karena sesaat kamudian, Salsa menarik kepala Tuan saya untuk rebah di bahunya. Salah satu tangan Salsa tak henti mengelus kepala Zidan.

Saya melompak ke jok paling belakang, di sana sudah ada Ridan yang duduk termenung. Entah sejak kapan Arwah ini masuk ke sini.

Mobil melaju melewati jalan raya, Salsa merengkuh Zidan lebih erat dari sebelumnya. Dalam keheningan itu, saya menoleh pada Ridan. Arwah itu kelihatan sendu. Matanya berkaca-kaca, menunjukkan jika dia bisa menangis kapan saja.

Ah tidak. Sekarang pun dia sudah terisak. Ingusnya meler lagi.

Setelah setengah jam kita sampai di rumah sakit. Ayahnya Salsa kembali menggendong Zidan. Setelah itu saya tidak tahu apa yang terjadi karena langkah saya kurang cepat. Di tambah lagi, di koridor rumah sakit ada yang menendang saya, mengusir saya, bahkan petugas kebersihan di sana memukul saya dengan sapu.

Saya Ayam Saya Diam (Terbit)Where stories live. Discover now