Note 22 [Why?]

9.6K 3.4K 351
                                    

Cuma mau bilang terima kasih udah komen. sori ga bisa balas satu2 soalnya tenggelam sama notif yang lain😞

🐓


Paginya saya mengelilingi segala sudut rumah yang dibuat berantakan oleh Ridan semalam, benar saja, tak ada tempat yang rapi di sini selain kamar Zidan. Segala benda pecah berhamburan jatuh ke lantai.

Saya nggak tau sebanyak apa kerugian yang disebabkan olehnya. Lukisan-lukisan mahal yang terpanjang di dinding pun tak terselamatkan, segala benda estetik juga tidak ada yang tersisa.

Rumah ini tak ubahnya kapal pecah yang karam, semua tempat selain kamar Zidan perlu ditata kembali.

Ridan sendiri saya tak tahu dia ke mana, intinya dia tidak ada di tempat ini. Saya kasihan sekali melihat dia yang seharusnya sudah tenang malah berkeliaran di sekitar keluarganya.

Orang tua Zidan masih sembunyi di kamar, mereka masih takut untuk keluar. Menetap di sana sampai jam menunjukkan pukul sembilan. Saya pun tak niat beranjak kendati untuk menemui Marpoah. Biarkan saja rindu ini menusuk relung hati, yang terpenting benih saya sudah tertanam dalam tubuhnya. Jadi ke mana pun dia pergi, kenangan bersama saya akan tetap ada. Asek.

Lama disekap hening, bel rumah ditekan berulang kali sampai Irsyad datang untuk membuka pintu. Dia terkejut, apalagi saya ketika melihat ayah Salsa datang tiba-tiba dan memukul wajah ayahnya Zidan.

"Kemasi barang-barang Zidan sekarang, kalau dia sembuh saya bakal bawa dia pergi dari rumah ini!"

Irsyad tersenyum sinis sambil menyeka darah di bibirnya. "Saya berharap dia nggak pernah sembuh!"

"BAJINGAN!"

Satu lagi tinju mengenai wajah Irsyad. Napas Radit berderu hebat, saya tahu pria itu tidak setuju hubungan Zidan dan Salsa, tapi saya yakin dia masih punya sisi manusiawi untuk mengasihani Zidan.

Untuk ayah Salsa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Setelahnya Salsa muncul di belakang, dia menoleh ke sana ke mari sampai menemukan saya di sudut ruangan. Gadis itu cantik seperti biasa, hanya saja hari ini dia terlihat lebih pucat. Saya bisa menemukan kantung matanya yang kontras saat dia mendekat dan mengambil saya ke dalam gendongan.

"Ayah ayo pergi, aku ke sini cuma mau bawa Justin, dia pasti kangen sama Zidan," ucapnya pengertian, saya tak tahu lagi harus menggambarkan seterharu apa saya sekarang. Radit yang mustahil menolak permintaan putrinya mengangguk. Lantas keluar setelah meninggalkan kalimat untuk Irsyad.

"Nyawa dibayar nyawa, kalau Zidan mati kamu langsung menyusul sehari setelahnya."

🐓

Salsa benar-benar membawa saya ke rumah sakit untuk melihat Zidan. Saya pikir saya akan bisa masuk ke ruangan seperti waktu itu. Nyatanya tidak, jangankan saya, Salsa dan ayahnya saja hanya bisa berdiri di luar dan melihat Zidan dari kaca transparan.

Tuan saya tak sadarkan diri, banyak orang berseragam yang merawatnya. Saya tidak tahu apa yang mereka lakukan, mereka menempelkan bayak sekali kabel ditubuh Zidan sampai Tuan saya itu terlihat seperti robot.

Ada selang yang mencekal mulutnya, dia terbaring lemah tak berdaya. Saya yakin itu sangat menyakitkan.

Salsa tak henti-henti menangis, sampai-sampai ayahnya tak tahu harus berbuat apa selain menarik putri kesayangannya dalam pelukan.

"Ayah... Zidan pasti sembuh 'kan?"

"Iya, sayang. Kita doakan saja, ya."

Saya suka melihat bagaimana Radit memperlakukan putrinya bak seorang ratu. Dia tidak risih memeluk Salsa padahal dalam gendongan gadis itu ada saya yang berpotensi mengotori bajunya yang rapi.

Saya mengalihkan pandangan kembali pada Zidan yang tidur panjang. Kulit wajahnya sepucat porselen. Dia tidak bergerak sama sekali, padahal saya berharap jika mata itu akan terbuka kembali.

Zidan lentera saya, kalau dia redup, saya pun ikut murung, kalau dia lenyap, saya pun ikut lesap. Kalau dia padam, saya akan meletup untuk mati.

Tbc

Doble dong huhuhu

Mana nih yang udh gak sabar pen tau kelanjutannya?

Hayo cung😁😁😁😁

Saya Ayam Saya Diam (Terbit)Where stories live. Discover now