Note 2 [Cinlok]

41.4K 8.3K 2.7K
                                    

Bulan Desember selalu sedingin biasanya, matahari selalu enggan menyapa untuk sekedar mengeringkan genang air hujan semalam. Bau petrichor menguar, mamasuki penciuman ketika saya melihat matahari saya sedang menggaruk tanah dengan kakinya.

Marpoah. Iya, dia mentari saya yang sesungguhnya.

Saat melihat dia, saya selalu ingin mengatakan sebuah kalimat yang mungkin bisa membuat betina lain panas dingin.

Will you be mine?

Ah lupakan, kalimat itu sudah saya ungkapkan kepada dia sebanyak sepuluh kali, tapi hanya direspon olehnya dengan tatapan sinis. Sialan. Padahal saya ganteng. Tapi kenapa betina ini tidak terpincut sama sekali?

Harga diri dan ketampanan saya merasa terlecehkan jika Marpoah tidak bisa saya taklukkan. Maka hari ini, di bawah langit suram dan aroma petrichor, saya berjanji tidak melepaskan Marpoah kepada siapa pun.

Terutama Junaidi, teman Marpoah yang diam-diam menyukai betina itu. Memang tidak ada persahabatan yang abadi antara lawan jenis, bahkan ayam saja bisa terjebak friendzone.

Dari jauh saya bisa melihat bagaimana Junaidi berlagak jumawa dan sok keren ketika mendekati Marpoah. Saya memutar bola mata, lalu menggerakkan kaki mendekati betina yang saya cintai sebelum Junaidi mengambil alih.

"Morning, Mar," sapa saya lembut. Memang dasar Marpoah gengsian, dia tidak pernah merespon saya. "Jangan cuek dong."

Dia diam sambil mengais sampah dengan kakinya. Mata Marpoah langsung berbinar ketika menemukan binatang kecil di sana.

Saya diam memandanginya makan dengan semangat. Marpoah cantik, bulunya putih, paruhnya kuning cerah, mengkilat, dan kakinya senada langsat. Ketika sewaktu-waktu dia mengepakkan sayap, seolah ada serbuk glitter bercahaya mengelilinginya.

"Mar, lo ngapain?"

Saya terkejut saat suara lain terdengar. Di samping saya, Junaidi berdiri dengan langak songong seolah dia paling berkuasa. Padahal batle rap lagu Young Lex dengan saya saja dia kalah. Huh. Belum lagi saya ngerap Agust D dan Give it to me. Bisa-bisa dia ayan mendadak.

Marpoah menoleh, memandang Junaidi dengan senyuman. Seketika, panas menjalari tubuh saya.

"Lagi cari makan, Jun."

"Mau gue bantu?" tanyanya sok caper. Rasanya saya ingin menyodok pantat dia pakai basoka. Apalagi ketika dia sengaja berdiri dekat sampai bulunya bersentuhan dengan Marpoah, saya semakin yakin jika Junaidi memang perlu dikasih nuklir.

"Boleh." Aduh. Mana Marpoah pake bolehin lagi.

Saya langsung badmood, sementara mereka berdua lanjut mencari makan. Alhasil, saya melangkahkan kaki ke sebuah Taman Kanak-kanak yang lama tak terpakai. Tempat itu hanya berjarak beberapa meter dari rumah. Zidan selalu ke sana saat dia ingin menenangkan diri.

Di sana ada prosotan, ayunan, lapangan futsal, dan beberapa pohon rindang di dekat pagar.

Saya menyipitkan mata melihat Zidan duduk di bangku panjang seraya memandang lurus ke depan. Langkah kaki saya semangat, tapi terhenti ketika saya mendapati seorang gadis menghampirinya.

Saya mengenal gadis itu, dia adalah pemilik Marpoah. Namanya Salsa, cantik seperti ayamnya. Sekilas hubungannya dan Zidan terlihat seperti teman biasa, padahal saya tahu jika mereka lebih dari itu. Mereka berpacaran secara diam-diam.

Penasaran apa yang mereka bicarakan, saya mendekat. Zidan tidak melihat kehadiran saya karena asik berbicara. Salsa mendengarkan apa yang Zidan ceritakan sambil mengobati luka di sudut bibir anak itu.

"Jadi kamu dipukul sama ayah kamu lagi?" tanya Salsa. Suaranya merdu mengudara, saya menebak jika sebagian beban Zidan hilang ketika gadis ini bersuara.

Zidan mengangguk. "Auhh, pelan-pelan dong, Sa. Sakit tau."

"Iya-iya." Salsa kembali mengobati luka itu dengan seksama.

Setelah selesai, mereka saling bertatapan. Zidan memandang Salsa begitu pun sebaliknya. Gadis itu tersenyum. Membiarkan Zidan menyentuh kedua pipinya, mencium dahinya, hidungnya, lalu--astaghfirullah! Jomblo tutup mata!

Zidan melingkarkan tangan di belakang tengkuk Salsa, menarik wajah gadis itu mendekat padanya. Lantas begitu saja, bibir mereka bertemu. Lama. Pelan. Dan menghanyutkan.

Apalah daya saya ayam jomblo yang tak bisa menaklukkan hati gadis yang saya cinta.

Saya langsung phobia pada ke-uwuan ini.

Kalau komen rame. Besok saya update lagi

Spam next di sini sayang

Saya Ayam Saya Diam (Terbit)Where stories live. Discover now