44. Dokter?

770 84 2
                                    

Mulmed : Arkatama

♡♡♡

Di Jakarta, Arka baru saja menyelesaikan ujian nasionalnya.

Setelah pulang sekolah, ia langsung pergi ke rumah Dhea untuk memperbaiki semua kesalahannya.

Beberapa hari yang lalu, Arka sempat melihat postingan milik Erina. Tak bisa dipungkiri, hatinya merasa sesak. Tapi sebisa mungkin ia tetap berpositive thinking. Mungkin Dhea dan Dava hanya berteman biasa. Begitu pikir Arka.

Arka tau hari ini Dhea akan pulang ke Jakarta. Ia mendapatkan informasi tersebut dari mamanya yang ia paksa untuk bertanya pada mama Dhea.

♡♡♡

Arka memakirkan mobilnya agak jauh dari rumah Dhea, dengan maksud agar tidak ada yang mengetahui keberadaannya.

Hari sudah berganti menjadi sore dan itu artinya sudah 4 jam Arka menunggu Dhea.

Sebenarnya Arka ingin pulang terlebih dahulu atau paling tidak mampir ke rumah makan untuk sekedar mengisi perutnya yang sudah berdemo ria. Tapi ia tidak ingin beranjak pergi, sebelum ia berhasil bertemu dengan sang pujaan hati.

Setengah jam kemudian, ada sebuah taksi yang berhenti tepat di depan gerbang rumah Dhea.

Saat melihat kalau yang keluar dari dalam taksi adalah Dhea, maka Arkapun langsung keluar dari mobilnya dan menghampiri Dhea.

♡♡♡

"Dhea!" panggil Arka.

Dhea yang hendak membuka gerbang sontak saja langsung menoleh.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Dhea dengan sewot.

"Aku mau ngomong sama kamu," jawab Arka.

"Bentar! Lo siapa ya?" tanya Dhea membuat Arka mengernyitkan dahinya.

"Hah? Kamu nggak inget siapa aku? Kamu lupa ingatan, Dhe? Apa yang udah terjadi sama kamu selama di Lombok? Kamu kecelakaan atau gimana?" tanya Arka terlihat khawatir.

"Gue nggak papa," jawab Dhea.

"Terus kenapa kamu nggak inget siapa aku?" bingung Arka.

"Gue kan nanya lo siapa. Gue nggak tau yang ada di depan gue ini Arka atau Tama," sinis Dhea.

"Please Dhe, maafin aku ya! Aku nggak ada maksud buat bohongin kamu. Aku cuma nggak suka aja kalau ada yang tau siapa aku sebenarnya. Aku nggak mau dimanfaatin sama orang-orang di sekitarku. Makanya aku nyamar jadi cowok cupu. Please, percaya sama aku! Aku beneran sayang sama kamu. Aku cinta sama ka-"

"Gue nggak peduli. Lebih baik lo pergi aja dari sini!" usir Dhea.

"Please Dhe, maafin aku dan tolong kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya!"

"Denger ya Tuan Arkatama yang terhormat! sampe kapanpun, gue nggak mau maafin lo. Jadi, lebih baik lo pergi dari rumah gue dan jangan pernah dateng ke sini lagi!" tegas Dhea. Lalu ia bergegas meninggalkan Arka.

Tapi saat Dhea akan membuka gerbang, suara Arka menghentikannya. "Bukannya kalau cinta itu saling memaafkan ya?"

Dhea berbalik badan lalu berjalan mendekati Arka. Ia memperkikis jarak di antara keduanya.

"Gue.nggak.pernah.cinta.sama.lo! Jadi, jangan harap gue bakal maafin lo," ucap Dhea dengan penekanan.

"Kamu sendiri yang bilang kalau kamu suka sama aku. Iya kan? Jujur aja, Dhe!" ucap Arka.

Dhea mundur beberapa langkah berniat memberikan jarak.

"Lo ngomongin soal jujur sama gue? Setelah semua kebohongan yang udah lo lakuin? Lo masih waras nggak sih?"

"Aku bener-bener minta maaf, Dhe. Kita mulai semuanya dari awal ya. Aku janji nggak bakal ada kebohongan lagi," ucap Arka memohon.

"Enteng banget lo ngomong kayak gitu. Minta semuanya dimulai dari awal. Lo pikir gue bakal mau gitu? Nggak! Nggak akan."

Arka menghela napas dengan kasar. Ia bingung bagaimana cara meluluhkan hati gadis di hadapannya itu.

"Gini aja, Dhe. Tolong kasih tau aku, gimana caranya biar kamu mau maafin dan ngasih aku kesempatan biar kita bisa bareng-bareng lagi."

Dhea berpikir sejenak. "Hm, yakin lo mau tau?"

"Iya, aku yakin. Kamu bilang aja, Dhe! Aku bakal lakuin apapun itu buat dapetin maaf dan kesempatan dari kamu."

"Oke. Kalau gitu, jangan pernah nemuin gue lagi kalau lo belum jadi dokter!"

Mendengar permintaan Dhea membuat Arka seketika terkejut.

Arka sangat membenci jarum suntik dan darah. Jadi bagaimana bisa ia menjadi seorang dokter?

Lagipula Arka sudah berencana untuk kuliah bisnis agar bisa membantu papanya. Tapi kalau seperti ini, ia jadi bingung sendiri.

"Kenapa diem? Nggak bisa kan lo? Yaudah, jangan harap bisa dapet maaf dan kesempatan dari gue," ucap Dhea tersenyum miring. Ia sengaja memanfaatkan fobia Arka agar cowok itu tidak terus-menerus mengganggu hidupnya.

"Oke, aku bakal lakuin yang kamu mau. Asal kamu bisa janji, kalau aku udah jadi dokter, kamu bakal maafin dan ngasih aku kesempatan buat memperbaiki hubungan kita," ucap Arka.

"Lo bisa pegang janji gue," balas Dhea lalu ia masuk ke dalam rumah. Dalam hatinya yakin bahwa Arka tidak akan bisa melakukan apa yang ia minta.

♡♡♡

Setelah Ujian Nasional selesai, kelas 12 memang sudah tidak masuk sekolah lagi. Mungkin hanya sesekali masuk bila ada hal penting yang harus diurus.

Arka memanfaatkan waktu liburnya untuk membantu bisnis papanya.

Dalam hati, Arka masih berpikir. Apakah ia bisa menjadi seorang dokter seperti kemauan Dhea?

♡♡♡

Malam ini, saat keluarga Mahendra berkumpul di meja makan, Arka ingin mengatakan tentang apa yang mengganggu pikirannya dengan maksud siapa tau kedua orang tuanya bisa memberikan saran yang terbaik baginya.

"Ma, Pa, ada yang mau aku omongin," ucap Arka membuat keduanya langsung menatapnya.

"Mau ngomong apa?" tanya Shinta.

"Apa Dhea udah maafin kamu?" tanya Mahendra.

"Jadi gini, Ma, Pa. Pas kemarin Dhea baru pulang dari Lombok, aku udah sempet nemuin dia. Aku mohon-mohon biar Dhea mau maafin aku dan ngasih kesempatan kedua. Terus Dhea bilang, kalau dia bakal maafin dan ngasih kesempatan asalkan aku udah jadi dokter. Jadi selama aku belum jadi dokter, Dhea nggak ngizinin aku buat ketemu sama dia," jelas Arka.

"Apa? Dokter? Gimana bisa? Kamu kan takut jarum suntik sama darah," kaget Shinta.

"Itu dia Ma, aku juga bingung. Tapi aku pengen buktiin sama Dhea kalau aku beneran serius sama dia. Jadi demi Dhea, aku bakal berusaha buat ngelawan rasa takutku."

"Papa setuju sama kamu. Sebagai lelaki sejati, kita harus bisa buktiin ke wanita yang kita cinta kalau kita emang serius, nggak cuma sekedar ngomong aku cinta sama kamu, kita blablabla. Tapi juga harus ada pembuktian yang nyata. Papa dukung kamu buat jadi dokter," ucap Mahendra.

"Tapi Pa, kalau aku ngambil kedokteran berarti aku nggak jadi ambil bisnis dong?" tanya Arka.

"Kamu kan bisa ambil dua jurusan sekaligus," jawab Mahendra.

"Iya juga ya, Pa," ucap Arka setuju dengan papanya.

"Terus rencananya kamu mau kuliah di mana?" tanya Shinta.

"Masih bingung, Ma," jawab Arka.

"Kalau saran papa sih kamu kuliah di Jerman aja. Di sana universitasnya bagus-bagus. Dulu papa sama mama juga kuliah di sana."

"Mama setuju sama Papa. Menurut kamu gimana, Tam?"

"Aku sih ngikut aja Ma gimana baiknya."

CUPS (COMPLETED) Where stories live. Discover now