42. Sabar itu tanpa batasan

77 17 0
                                    

Nabila berusaha tenang, "Aku langsung ke intinya. Jadi di jalan tadi, aku liat Audi sama cowo pegangan tangan."

Izza menyeringai tak percaya, "Haha, lu pikir gue percaya gitu sama lo?"

Nabila menekan perkataannya, "Kamu harus percaya aku!! Semua yang kamu lihat itu palsu."

"Lalu, yang gue denger dari lo bisa juga palsu kan?" elak Izza.

Nabila memelas, "Izza aku mohon percaya sama omongan aku. Audi itu bukan cewe baik-baik! Dia manfaatin kamu doang!"

Emosi Izza sudah naik ke puncak, "Lo jangan terlalu cepat menyimpulkan apa yang lo liat! Lo punya mulut, seharusnya dijaga. Lo munafik. Lo udah hancurin keluarga gue, mau lo hancurin hubungan gue sama Audi juga? Ngga cape?"

"Izza. Kamu ngga sadar apa? Kamu jatuh ke lubang maksiat. Pacaran itu haram, dosa." Nabila berusaha bicara lembut.

"Bacot lo sok alim!" Izza menyemprotnya.

Nabila ingin menangis, tapi ia berusaha menahannya, "Seburuk itu aku di mata kamu?"

Izza menghedikan bahu, "Lo yang udah buat Papah lumpuh. Udah cukup lo hancurin keluarga gue. Dan sekarang lo nuduh Audi jalan sama cowo lain. Mata lo ngga bermasalah kan? Oh atau mata lo kayaknya minus."

Air mata Nabila jatuh tak terbendung.

"Kamu yang seharusnya jangan terlalu cepet nyimpulin semuanya. Jangan asal tuduh kalo kamu belum liat dan dengar kejadiannya. Papah kamu tabrakan bukan karena aku, tapi ada yang sengaja nabrak Papah kamu!!"

"Ngga! Papah ngga akan tabrakan kalau ngga ada lo!"

Izza naik pitam, ia tak bisa menahan emosi. Kesabaran Nabila juga sudah habis menghadapi sikap Izza yang terus-menerus menuduhnya.

"Gue benci banget sama lo, Bil. Tapi waktu gue sama lo cuma sebentar lagi. Sebentar lagi mau kelulusan. Dan gue bisa lepas dari lo!" Izza pergi menyalakan sepeda motornya dan menghilang.

Nabila meraung menangis, masalah ini terlalu berat baginya. Mengapa Izza tak mempercayai semua perkataannya.

Izza pergi ke rumah rumah sakit. Sembari di perjalanan. Air matanya mengalir deras. Ia tidak tahu apa perkataan yang keluar dari mulut Nabila itu benar atau salah. Yang penting, ia butuh bukti, bukan sekedar omongan.

🖤🖤🖤

Siang ini Erwin melihat Gea dan Nabila tengah duduk di kursi panjang yang tempatnya sepi. Alih alih merasa khawatir, Erwin punya rasa ke Nabila. Ia mengakuinya pada diri sendiri. Tapi belum mampu mengakuinya ke Nabila. Bukan saatnya.

"Gea..."

Gea mengelus pundak Nabila, "Apa? Hm? Cerita sini."

Air mata Nabila berlinang, "Gea..."

"Hm?"

Nabila memanggil lagi, "Gea..." Kali ini air matanya tak bisa dibendung.

"Hiks hiks, aku udah hancurin keluarganya." Nabila bersandar di pundak Gea. Air matanya membasahi hijab Gea.

Gea mendengarkan dulu, tak mau memotong kata Nabila.

"Aku di tuduh kalau aku yang udah bikin Papanya tabrakan. Padahal bukan aku. Mereka udah pasti kecewa sama aku."

"Aku udah ngga punya siapa-siapa lagi selain Allah," katanya.

Gea menampik, "Heh ngga boleh ngomong gitu. Kan masih ada gue. Oh iya, lo belom pernah ceritain keluarga elo, mereka tinggal dimana?"

"Mereka udah meninggal."

Jleb

"Maaf, Bil. Gue ngga tau." Gea merasa bersalah.

Tuan Arogan dan Putri Mawar (Komplit✓)Where stories live. Discover now